Jumat, 21 Agustus 2009

keadaan sastra Indonesia

Puisi sastra

Dunia kerja seperti yang pada umumnya kita alami, dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon yang besar, dan pekerja/karyawannya dapat diibaratkan sebagai seekor monyet (maaf). Makin besar atau makin subur pohon tersebut maka makin banyak monyet yang bergelantungan mencari makan dan kehidupan di pohon tersebut.

Monyet yang lebih tua/senior tentunya mendapatkan posisi yang lebih tinggi sehingga dapat memilih buah segar dengan bebas tanpa halangan.

Sementara monyet yang muda berada di ranting/dahan yang lebih rendah, dia harus mencari makan sambil berusaha menghindar dari kotoran yang dibuang oleh senior-senior diatasnya.

Tapi sungguh malang nasib monyet yang baru bergabung di pohon tersebut, selain harus belajar memanjat, mencari makan agar dapat bertahan hidup, juga harus menghindari kotoran yang dibuang oleh seniornya.

Malangnya lagi kadang monyet-monyet yang lebih tua tidak tahu diri, selalu membuang kotoran disembarang tempat. Memang tidak semua monyet tua membuang kotoran disembarang tempat.

Ada juga monyet tua yang tahu diri, dia tahu kapan harus membuang kotoran, tahu dimana harus membuang kotoran dan juga kadang-kadang dia mengajari monyet junior untuk memanjat, mengajari bagaimana cara memilih buah yang benar.

Alangkah mujurnya bila anda menemukan pohon yang memiliki monyet seperti itu, saya sarankan agar anda tetap bertahan di pohon tersebut dan tetap belajar.

Tapi jika anda menemukan pohon yang monyet tuanya tidak tahu diri, apa yang anda lakukan ? mungkin anda berpikir untuk mencari pohon lain ? atau kenapa tidak anda memulai mencari bibit dan menanam pohon sendiri ?

(Taken from : Organization Behaviour......../lupa pengarangnya)

HR Indonesia http://hri.or.id

==========================================================

This email was sent to: andy_l@omron.com.sg This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

EASY UNSUBSCRIBE click here: http://topica.com/u/?ausWmm.a4NTID

Or send an email to: hri-unsubscribe@topica.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

T O P I C A -- Register now to manage your mail!

http://www.topica.com/partner/tag02/register

==========================================================

Motivasi PDF Print E-mail
Written by nur abdu rahman
Tuesday, 09 June 2009 19:06

Motivasi

Ada banyak cara untuk memotivasi orang lain mencapai sasaran atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang dihadapinya.

Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan atau misi dari organisasinya. Seorang pemimpin yang tidak mampu memotivasi orang-orangnya, tidak lebih dari seorang penunjuk jalan, yang tahu ke mana harus pergi tetapi sepenuhnya tidak dapat mengendalikan mereka yang dipandunya.

Jenderal Norman Schwarzkopff, pemimpin Sekutu semasa Perang Teluk menunjukkan bahwa seorang pemimpin dalam militer yang memiliki wewenang untuk memaksakan kepatuhan, biasanya adalah seorang motivator yang buruk. Pada prinsipnya, jika kita selalu menggunakan pendekatan kekuasaan untuk memaksa orang lain melakukan sesuatu, maka organisasi kita tidak akan bertahan lama. Jika ada sedikit kesempatan, maka orang-orang dalam organisasi kita akan keluar atau paling tidak kinerja (performance) mereka jauh dari yang kita harapkan. Banyak sekali organisasi atau perusahaan mengalami turnover yang besar karena pegawainya tidak memiliki motivasi yang benar.

Hubungan Motivasi dengan Emosi

Kemampuan seorang pemimpin untuk memotivasi anggota timnya sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak (sebagaimana pernah kita bahas dalam edisi Mandiri 13 tentang Manajemen Emosi) ada enam keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, sebelum dia dapat memimpin orang lain, yaitu:

Mengenali Emosi Diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup kita.

Mengelola Emosi Diri Sendiri

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu:

Pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya.

Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

Memotivasi Diri Sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri emosional - menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati - adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan.

Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.

Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain.

Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain) semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan.

Memotivasi Orang Lain

Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal.

3 Jenis Motivasi

Jadi memotivasi orang lain, bukan sekadar mendorong atau bahkan memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh motivasinya. Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang, yaitu:

pertama, motivasi yang didasarkan atas ketakutan (fear motivation). Dia melakukan sesuatu karena takut jika tidak maka sesuatu yang buruk akan terjadi, misalnya orang patuh pada bos karena takut dipecat, orang membeli polis asuransi karena takut jika terjadi apa-apa dengannya, anak-istrinya akan menderita.

Motivasi kedua adalah karena ingin mencapai sesuatu (achievement motivation). Motivasi ini jauh lebih baik dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan di dalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dia ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu.

Sedangkan motivasi yang ketiga adalah motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation), yaitu karena didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai- nilai itu bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya.

Dalam buku The One Minute Manager, kedua penulis (Kenneth Blanchard dan Spencer Johnson) merangkum topik bahasan kita mengenai motivasi ini dalam sebuah ilustrasi yang amat menarik mengenai Manajer Satu Menit. Untuk menjadi manajer yang efektif dan dapat memotivasi anak buah untuk mencapai sasaran perusahaan, maka ada tiga hal yang harus dilakukan.

Pertama adalah membangkitkan inner motivation dari orang yang dipimpinnya dengan menetapkan berbagi misi atau sasaran yang akan dicapai. Kita sebagai pemimpin perlu berbagi dengan tim kita untuk secara bersama melihat visi secara jelas dan mengapa kita melakukannya. Motivasi yang benar akan tumbuh dengan sendirinya ketika seseorang telah dapat melihat visi yang jauh lebih besar dari sekadar pencapaian target. Sehingga setiap orang dalam organisasi kita dapat bekerja dengan lebih efektif karena didorong oleh motivasi dari dalam dirinya.

Hal kedua dan ketiga yang perlu dilakukan oleh seorang manajer efektif adalah memberikan pujian yang tulus dan teguran yang tepat. Kita dapat membuat orang lain melakukan sesuatu secara efektif dengan cara memberikan pujian, dorongan dan kata-kata atau gesture yang positif. Bahkan dalam bukunya yang melegenda, Dale Carnegie (How to Win Friends and Influence People) menempatkan ini sebagai prisip pertama dan kedua dalam menangani manusia, yaitu: (1) jangan mengkritik, mencerca atau mengeluh, dan (2) berikan penghargaan yang jujur dan tulus. Manusia pada prinsipnya tidak senang dikritik, dicemooh atau dicerca, tetapi sangat haus akan pujian dan apresiasi.

Tetapi kritik atau teguran yang tepat seringkali justru diperlukan untuk membangun tim kerja yang kokoh dan handal. Yang penting dalam menegur orang lain adalah bukan pada apa yang kita sampaikan tetapi cara menyampaikannya. Teguran yang tepat justru dapat menjadi motivasi dan menimbulkan reaksi yang positif.

Penelitian yang dilakukan dalam lima puluh tahun terakhir menunjukkan bahwa motivasi kerja tidak semata didasarkan pada nilai uang yang diperoleh (monetary value). Ketika kebutuhan dasar (to live) seseorang terpenuhi, maka dia akan membutuhkan hal-hal yang memuaskan jiwanya (to love) seperti kepuasan kerja, penghargaan, respek, suasana kerja , dan hal-hal yang memuaskan hasratnya untuk berkembang (to learn), yaitu kesempatan untuk belajar dan mengembangkan dirinya.

Sehingga akhirnya orang bekerja atau melakukan sesuatu karena nilai, ingin memiliki hidup yang bermakna dan dapat mewariskan sesuatu kepada yang dicintainya (to leave a legacy).

Sumber: Sinar Harapan - 22 Januari 2002 oleh Aribowo Prijosaksono

dan Roy Sembel

Menjadi orang yang berpikir positif PDF Print E-mail
Written by nur abdu rahman
Tuesday, 09 June 2009 19:06

Menjadi orang yang berpikir positif

hank adalah seorang manager restoran di cikarang. Dia selalu dalam semangat yang baik dan selalu punya hal positif untuk dikatakan. Jika seseorang bertanya kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan, dia akan selalu menjawab, " Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar !"

Banyak pelayan di restorannya keluar jika hank pindah kerja, sehingga mereka dapat tetap mengikutinya dari satu restoran ke restoran yang lain. Alasan mengapa para pelayan restoran tersebut keluar mengikuti hank adalah karena sikapnya.

hank adalah seorang motivator alami. jika karyawannya sedang mengalami hari yang buruk, dia selalu ada di sana, memberitahu karyawan tersebut

bagaimana melihat sisi positif dari situasi yang tengah dialami.

Melihat gaya tersebut benar-benar membuat aku penasaran, jadi suatu hari aku temui hank dan bertanya padanya, "Aku tidak mengerti! Tidak mungkin seseorang menjadi orang yang berpikiran positif sepanjang waktu".

"Bagaimana kamu dapat melakukannya?" hank menjawab, "Tiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku, aku punya dua pilihan hari ini. Aku dapat memilih untuk ada

di dalam suasana yang baik atau memilih dalam suasana yang jelek. Aku selalu memilih dalam suasana yang baik. Tiap kali sesuatu terjadi, aku dapat memilih untuk menjadi korban atau aku belajar dari kejadian itu. Aku selalu memilih belajar dari hal itu. Setiap ada sesorang menyampaikan keluhan, aku dapat memilih untuk menerima keluhan mereka atau aku dapat mengambil sisi positifnya. Aku selalu memilih sisi positifnya."

"Tetapi tidak selalu semudah itu," protesku. "Ya, memang begitu," kata hank, " Hidup adalah sebuah pilihan. Saat kamu membuang seluruh masalah, setiap keadaan adalah sebuah pilihan. Kamu memilih bagaimana bereaksi terhadap semua keadaan".

Kamu memilih bagaimana orang-orang disekelilingmu terpengaruh oleh keadaanmu. Kamu memilih untuk ada dalam keadaan yang baik atau buruk. Itu adalah pilihanmu, bagaimana kamu hidup".

Beberapa tahun kemudian, aku dengar hank mengalami musibah yang tak pernah terpikirkan terjadi dalam bisnis restoran: membiarkan pintu belakang tidak terkunci pada suatu pagi dan dirampok oleh tiga orang bersenjata. Saat mencoba membuka brankas, tangannya gemetaran karena gugup dan salah memutar nomor kombinasi. Para perampok panik dan menembaknya. Untungnya, hank cepat ditemukan dan segera dibawa ke rumah sakit.

Setelah menjalani operasi selama 18 jam dan seminggu perawatan intensif, hnak dapat meninggalkan rumah sakit dengan beberapa bagian peluru masih berada di dalam tubuhnya. Aku melihat hank enam bulan setelah musibah tersebut. Saat aku tanya hank bagaimana keadaannya, dia menjawab, "Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar. Mau melihat bekas luka-lukaku?" Aku menunduk untuk melihat luka-lukanya, tetapi aku masih juga bertanya apa yang dia pikirkan saat itu.

"Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah bahwa aku harus mengunci pintu belakang," jawab hank. "Kemudian setelah mereka menembak dan aku tergeletak di lantai, aku ingat bahwa aku punya dua pilihan: aku dapat memilih untuk hidup atau mati. Aku memilih untuk hidup."

"Apakah kamu tidak takut?" tanyaku. Jerry melanjutkan, "Para ahli medisnya hebat. Mereka terus berkata bahwa aku akan sembuh. Tapi saat mereka mendorongku ke ruang gawat darurat dan melihat ekspresi wajah para dokter dan suster, aku jadi takut. Mata mereka berkata 'Orang ini akan mati'.

Aku tahu aku harus mengambil tindakan."

"Apa yang kamu lakukan?" tanya saya. "Disana ada suster gemuk yang bertanya padaku," kata hank. "Dia bertanya apakah aku punya alergi. 'Ya' jawabku.

Para dokter dan suster berhenti bekerja dan mereka menunggu jawabanku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan berteriak, 'Peluru!'

Ditengah tertawa mereka aku katakan, " Aku memilih untuk hidup. Tolong aku dioperasi sebagai orang hidup, bukan orang mati'."

hank dapat hidup karena keahlian para dokter, tetapi juga karena sikapnya hidupnya yang mengagumkan.

Aku belajar dari dia bahwa tiap hari kamu dapat memilih apakah kamu akan menikmati hidupmu atau membencinya. Satu hal yang benar-benar milikmu yang tidak bisa dikontrol oleh orang lain adalah sikap hidupmu, sehingga jika kamu bisa mengendalikannya dan segala hal dalam hidup akan jadi lebih mudah.

Sekarang kamu punya dua pilihan:

1. Kamu dapat menutup mail ini, atau

2. Kamu meneruskannya ke seseorang yang kamu kasihi.

Aku berharap kamu memilih #2, karena aku telah melakukannya

MENGUBAH POLA PIKIR PDF Print E-mail
Written by nur abdu rahman
Tuesday, 09 June 2009 19:05

Dear HRI-er yg saya hormati,

atas saran seorang kawan di milis ini, saya diperkenankan untuk menshare artikel ini, semoga dapatlah menambaha wawasan kita dalam human relationship.

==========================

MENGUBAH POLA PIKIR

Sekelompok wisatawan tertahan di suatu tempat asing di luar kota. Mereka hanya menemukan bahan makanan yang kedaluwarsa. Karena lapar, mereka terpaksa menyantapnya, meskipun sebelumnya dicobakan dulu kepada seekor anjing yang ternyata menikmatinya dan tak terlihat efek sampingnya.

Keesokan harinya, ketika mendengar anjing itu mati, semua orang menjadi cemas. Banyak yang mulai muntah dan mengeluh badannya panas atau terserang diare. Seorang dokter dipanggil untuk merawat para penderita keracunan makanan. Sang dokter mulai mencari sebab-musababnya dari seekor anjing. Ketika hendak dilacak, eh ternyata anjing itu sudah mati karena terlindas mobil.

Apa yang menarik dari cerita di atas? Ternyata kita bereaksi menurut apa yang kita pikirkan, bukan berdasarkan kenyataan itu sendiri. We see the world as we are, not as it is. Akar segala sesuatu adalah cara kita melihat. Cara kita melihat mempengaruhi apa yang kita lakukan, dan apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita dapatkan. Ini disebut sebagai model See-Do-Get.

Perubahan yang mendasar baru akan terjadi ketika ada perubahan cara melihat. Ada cerita menarik mengenai sepasang suami-istri yang telah bercerai. Suatu hari, Astri, nama wanita ini, datang ke kantor Roy, mantan suaminya. Saat itu Roy sedang melayani seorang pelanggan. Melihat Astri menunggu dengan gelisah, pimpinan kantor menghampirinya dan mengajaknya berbincang-bincang. Si Bos berkata, "Saya begitu

senang, suami Anda bekerja untuk saya. Dia seorang yang sangat berarti dalam perusahaan kami, begitu penuh perhatian dan baik budinya". Astri terperangah mendengar pujian si bos, tapi ia tak berkomentar apa-apa.

Roy ternyata mendengar komentar si bos. Setelah Astri pergi, ia menjelaskan, "Kami tak hidup bersama lagi sejak 6 bulan lalu, dan sekarang dia hanya datang menemui saya bila ia membutuhkan tambahan uang untuk putra kami."

Beberapa minggu kemudian telepon berbunyi untuk Roy. Ia mengangkatnya dan berkata, "Baiklah Ma, kita akan melihat rumah itu bersama setelah jam kerja." Setelah itu ia menghampiri bosnya dan berkata, "Astri dan saya telah memutuskan memulai lagi perkawinan kami. Dia mulai melihat saya secara berbeda tak lama setelah Bapak berbicara padanya tempo hari."

Bayangkan, perubahan drastis terjadi semata-mata karena perubahan dalam cara melihat. Awalnya, Astri mungkin melihat suaminya sebagai seorang yang menyebalkan, tapi ternyata di mata orang lain Roy sungguh menyenangkan. Astrilah yang mengajak rujuk, dan mereka kembali menikmati rumah tangga yang jauh lebih indah dari sebelumnya.

Segala sesuatu yang kita lakukan berakar dari cara kita melihat masalah. Karena itu, bila ingin mengubah nasib secara drastis, kita perlu melakukan revolusi cara berpikir. Stephen Covey pernah mengatakan: "Kalau Anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup, garaplah perilaku Anda, tapi bila Anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma Anda."

Covey benar, perubahan tidak selalu dimulai dari cara kita melihat (See). Ia bisa juga dimulai dari perilaku kita (Do).

Namun, efeknya sangat berbeda. Ini contoh sederhana. Anak teman saya, Alisa yang berusia empat tahun selalu menolak kalau diberi minyak ikan. Padahal, itu diperlukan untuk meningkatkan perkembangan otak dan daya tahan tubuhnya. Betapapun orang tuanya membujuknya, ia tetap menolak. Dengan maksud baik, kadang-kadang orang tuanya memaksanya menelan minyak ikan. Ia menangis dan meronta-ronta. Teman saya memang berhasil memaksanya, tapi ini bukan sesuatu yang win-win. Kami menang, ia kalah. Ini pendekatan yang dimulai dengan Do. Kami sadar harus mencari cara lain.

Untungnya, istri teman saya punya ide menarik. Ia mulai dengan mengubah paradigma Alisa. Kami tahu Alisa sangat suka sirup, karena itu minyak ikan tersebut kami aduk dengan air dalam gelas. Ternyata, ia sangat gembira dan menikmati "sirup" minyak ikan itu. Bahkan, sekarang ia tak mau mandi sebelum minum "sirup" tersebut.

Contoh sederhana ini menggambarkan proses perubahan yang bersifat inside-out (dari dalam ke luar). Perubahan ini bersifat sukarela dan datang dari Alisa sendiri. Jadi, tidak ada keterpaksaan. Inilah perubahan yang diawali dengan See. Perubahan yang dimulai dengan Do, bersifat sebaliknya, yaitu outside-in. Perubahan seperti ini sering disertai penolakan. Jangankan dengan bawahan, dengan anak kecil seperti Alisa saja, hal ini sudah bermasalah.

Pendekatan hukum bersifat outside-in dan dimulai dengan Do. Orang tidak korupsi karena takut akan hukumannya, bukan karena kesadaran. Pada dasarnya orang tersebut belum berubah, karena itu ia masih mencari celah-celah yang dapat dimanfaatkannya. Pendekatan SDM berusaha mengubah cara berpikir orang. Akar korupsi sebenarnya adalah pada cara orang melihat. Selama jabatan dilihat sebagai kesempatan menumpuk kekayaan, bukannya sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan, selama itu pula korupsi tak akan pernah hilang. Inilah pendekatan inside-out. Memang jauh lebih sulit, tetapi efek yang dihasilkannya jauh lebih mendasar.

Cara kita melihat masalah sesungguhnya adalah masalah itu sendiri.

Karena itu, untuk mengubah nasib, yang perlu Anda lakukan cuma satu:

Ubahlah cara Anda melihat masalah. Mulailah melihat atasan yang otoriter, bawahan yang tak kooperatif, pelanggan yang cerewet dan pasangan yang mau menang sendiri sebagai tantangan dan rahmat yang terselubung. Orang-orang ini sangat berjasa bagi Anda karena dapat membuat Anda lebih kompeten, lebih profesional, lebih arif dan lebih sabar.

Saya menyukai apa yang dikatakan John Gray, pengarang buku Men Are From Mars and Women Are From Venus. Gray melihat masalah dan kesulitan dengan cara yang berbeda. Ujarnya, "Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh."

Best regards,

Putu

Kepemimpinan PDF Print E-mail
Written by nur abdu rahman
Tuesday, 09 June 2009 19:03

Kepemimpinan

By : HRH

Membicarakan masalah kepemimpinan sebenarnya adalah membicarakan diri kita sendiri, dan lingkungan dimana kita tinggal, karena pada hakikatnya setiap orang adalah pemimpin dan setiap kepemimpinannya harus dipertanggungjawabkan.

Sedangkan disiplin merupakan sebuah kondisi perilaku individu yang selaras/taat dengan tuntutan aturan dan norma kehidupan pribadi, kelompok dan lingkungan dimana kita berada, baik yang sifatnya secara paksa maupun secara sukarela.

Antara kepemimpinan dan disiplin merupakan satu kesatuan yang saling menuntut dan menunjang. Kepemimpinan seseorang menuntut akan pelaksanaan disiplin bagi diri pemimpin itu sendiri dan bagi orang lain yang dipimpinnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat sunda memberikan persyaratan bagiseseorang untuk dapat tampil ditengah-tengah masyarakat, sebagai pemimpin pada rumusannya haruslah orang yang cageur, bageur, bener, dan singer.

Maksud dari kata-kata itu adalah :

1. Seorang pemimpin harus cageur, yaitu seseorang pemimpin itu harus seimbang baik lahir maupun batin. Senantiasa dengan dengan Tuhan, serta baik secara fisik terlebih lagi sehat rohani, penampilan pribadi yang menarik dan meyakinkan, bermental positif dan senantiasa energik dalam kegiatan kesehariannya.

2. Seorang pemimpin harus bageur, sifat ini dapat diwujudkan dalam perilaku yang ramah pada sesama, bawahan, kemudian juga memiliki kemampuan bergaul dengan baik, peka terhadap masalah-masalah sosial, bijaksana, humoris, bersedia membimbing bawahan. pemimpin bageur akan senantiasa disiplin, yatitu taat dan patuh pada aturan dan norma-norma yang berlaku.

3. Seorang pemimpin dikatakan bener, yaitu pemimpin harus dapat dipercaya, teguh pada pendirian, berani memikul tanggungjawab, berani mengambil keputusan, satunya kata dengan perbuatan, memiliki integritas dan harga diri serta selalu optimis.

4. Pemimpin harus pinter, yaitu mempunyai kemampuan lebih dalam kecerdasan, kritism memiliki analisis yang tajam, penuh inisiatif dan selalu bertindak sebagai inovatot dan pelopor, memiliki kemampuan kontrol diri yang baik, berpengetahuan luas, mampu mewujudkan idenya dengan kata-kata yang baik, bijaksana dan mampu mengorganizir anggota atau orang yang dipimpinnya.

5. pemimpin harus singer, yaitu tercermin dalam perilaku yang ulet, tekun, menjadi tauladan, mampu memberi contoh, rajin, cekatan dan memiliki keterampilan yang lebih dalam bidangnya.

Seorang pemimpin dikatakan efektif di dalam kepemimpinannya, jika tidak menimbulkan kebingungan kepada para bawahannya.

Salam,

Heri R H

<< Start < Prev 1 2 3 4 5 6 7 Next > End >>

Page 3 of 7

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar