Selasa, 23 November 2010

PEMAHAMAN KRITIK MIMETIK DALAM NOVEL DERAP-DERAP TASBIH KARYA HADI S. KHULI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra pada hakekatnya adalah hasil imajinasi dari seorang pengarang, karya sastra merupakan bagian dari seni, sebagai karya seni harus diciptaka dengan suatu daya kreatif. Kreatifitas tidak hanya dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra, tetapi lebih dari itu, harus pula kreatif dalam memilih unsur. Unsur terbaik dari pengalaman hidup manusia yang diamati.

Karya sastra, menurut DR. Faruk adalah suatu model yang memodelkan kenyataan semesta. Pandangan ini menganggap bahwa karya sastra merupakan suatu dunia kata-kata yang membentuk suatu realitas imajinatif, suatu kehidupan yang dihidupkan lewat pembacaan dan penafsiran. Felix Vodicka adalah murid dari Jan Mukarovsky (kritikus sastra asal Polandia) juga berasumsi bahwa sebuah karya sastra yang tidak dibaca, tidak ditafsirkan hanya akan menjadi sebuah artefak, atau struktur mati. Dengan kata lain “tidak berguna”.

1

1

Tidaklah demikian jika kita bersandar pada pengertian sastra sebagai sebuah seni yang diekspresikan bermedium bahasa, yang kompleksitasnya meliputi nilai-nilai edukasi, moral dan estetika. Jika kita bersandar pada pengertian sastra diatas, maka jelas sebuah karya sastra bersifat dibutuhkan. Aristoteles dalam perdedebatannya dengan Plato yang tidak lain adalah gurunya sendiri berkata bahwa nilai-nilai seni di dalam karya sastra sarat dengan muatan-muatan edukasional dan moral, yang memungkinkan seseorang mengalami penyucian jiwa, menjadikan manusia lebih budiman; dan proses penyucian jiwa lewat seni ini dia (Aristoteles) sebut dengan istilah Katharsis. Hal ini dilakukan tidak lain yaitu dengan cara menganalisa suatu karya sastra tersebut dengan mengguakan kritik sastra.

Kritik sastra merupakan salah satu studi sastra yang meliputi tiga bidang yaitu; teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Kritik satra menurut Wellek dalam (pradopo, 2003:92). Merupakan studi sastra yang langsung berhadapan dengan dunia sastra, secara langsung membicarakan karya satra dengan penekanan pada penilaiannya Karya sastra diciptkan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimamfaatkan oleh masyarakat, sastrawan sendiri merupakan anggota masyarakat ia terikat oleh status social tertentu.

Rene Wellek, Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Halmn 92

Terdapat beberapa jenis kritik sastra salah satunya yaitu kritik mimesis. kritik mimesis yaitu kritik yang memandang karya sastra sebagai peneladanan atau pembayangan terhadap kenyataan atau universe atau reality dalam istilah lain. Kritik ini sangat kompleks dan rumit, karena yang dibahas bukan hanya problematika kesastraan saja, melainkan pula problematika disiplin ilmu yang lain, yang eksis dimuka bumi seperti filsafat, psikologi, sosiologi, agama dan lain-lain. Yang dapat dianalisa dengan pendekatan mimetik yaitu karya sastra yang berbentuk prosa misalnya novel.

Novel, adalah suatu karya sastra yang berupa cerita panjang. Menceritakan suatu kejadian, baik yang terjadi maupun hanya rekayasa. Seseorang akan merasakan indahnya suatu karya sastra jika dapat mendalami karya sastra salah satunya dengan mengadakan pemahaman dengan pendekatan mimetik.

Dari beberapa uraian di atas penulis merasa penting untuk menganalisis Novl Derap-derap Tasbih dengan kritik mimetik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh karya sastra terhadap sosial masyarakat dan pengaruh sosial masyarakat terhadap karya sastra dengan menggunakan kajian kritik mimetik

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam karya ilmiah ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli, dipandang dari segi pemahaman kritik mimetik?

C. Tujuan Analisis

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan analisis novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh karya sastra terhadap sosial masyarakat dan pengaruh sosial masyarakat terhadap karya sastra dengan menggunakan kajian kritik mimetik.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sastra

1. Pengertian Sastra

Sastra berasal dari bahasa Sansekerta ”shastra” yang artinya adalah tulisan yang mengandung intruksi atau pedoman. Dalam arti lain, sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social. Kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi antar batin sesorang. Bagaimana pun juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan antara hubungan sesorang dengan orang lain atau masyarakat.

Banyak karya sastra yang dilahirkan melalui cara kepengarangannya itu sendiri, dalam perjalanan sastra banyak satrawan yang mengangkat tema-tema yang sesuai dengan kehidupan sosialnya. Tentu saja perkembangan sastra Indonesia banyak dipelopori oleh sastrawan dalam rangka menuju sastrawanb yang mapan.



4


2. Pengertian Sastra Menurut Para Ahli

a. Sumarno dan Saini, sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.

b.

Mursal Esten, menyatakan sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

c. Menurut Engleton, sastra yang disebutnya "karya tulisan yang halus" (Belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

d. Ahmad Badrun, berpendapat bahwa Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol- simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.

e. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan.

f. Tarigan, sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalam mengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih, kecewa, senang dan lain sebagainya.

g. Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang- seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

3. Relevansi Karya Sastra dengan Ilmu

a. Relevansi Sastra dengan Sosiologi

Sastra merupakan salah satu media ekspresi seni, yaitu lewat bahasa. Sedangkan menurut arti katanya, sosiologi berasal dari kata Socius yang artinya manusia secara kolektif dan Logos yang artinya ilmu. Sehingga dapat disimpukan bahwa sosiologi artinya ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.

Kedua disiplin ilmu ini, sastra dan sosiologi, memiliki objek yang sama, yakni manusia. Perbedaan keduanya adalah bahwa sosiologi mempelajari realita masyarakat sedangkan sastra cenderung fiktif-imajinatif. Sehingga sosiologi dan sastra secara paralel dapat terbaca sebagai fakta dan fiksi.

Meskipun demikian, fiksi sastra hanya merupakan cara dalam mengekspresikan seni yang bernilai, hal itu sama sekali tidak merubah suatu kenyataan. Misalnya seorang novelis menulis sebuah kisah tentang tragedi yang dialaminya di suatu tempat. Teknik menulisnya yang fiktif tidak merubah kenyataan dalam keadaannya, yang ada adalah novelis tersebut berusaha untuk mengimajinasikan realitas dan pada gilirannya imajinasi tersebut direalisasikan lewat penggunaan bahasa yang istimewa.

Sehingga dapat dikatakan bahwa fiksi sastra tidak merubah fakta sosial. Perubahan berpikir pembaca tentang suatu fakta sosial yang diimajinasikan dalam sebuah karya sastra merupakan suatu dinamika yang pragmatis. Tuduhan-tuduhan bahwa sastrawan mencoba mengubah suatu realita masyarakat di suatu zaman tertentu melalui karyanya, merupakan tuduhan yang sama sekali tidak beralasan, karena sastrawan menceritakan fakta sosial lewat jalur fiksi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa fakta sosial diimajinasikan dan disifati dengan segala objek lain yang sifatnya sama. Inilah yang dimaksud dengan jalur fiksi. Relevansi atau keterkaitan antara sosiologi dan sastra terletak pada aspek kemasyarakatan, latar belakang historis. Dalam karya sastra Hindia Belanda, misalnya dari roman-roman yang ditulis oleh Maurits (1850-1898), diceritakan mengetahui bagaimana iklim Indonesia, kepercayaan dan adat istiadat yang berpengaruh pada tingkah laku orang Belanda di masa kolonial mereka, tata-cara susila, dan cara bergaul di dalam masyarakat pada waktu itu, peranan sebagai perubah struktur masyarakat, manfaat sastra dalam perkembangan masyarakat, keterlibatan pengarang sebagai komponen masyarakat, kaitan dengan sikap masyarakat pembaca. Dengan demikian, relevansi segi tiga antara sosiologi dan sastra adalah Pengarang, Karya sastra dan Masyarakat pembaca.

Pengarang atau sastrawan sebagai komponen masyarakat yang terlibat secara langsung dalam proses dan fenomena sosial menciptakan karya sastra sebagai reflektor dari kondisi sosial pada masa itu, masyarakat pembaca merupakan objek yang sekaligus subjek, maksudnya adalah masyarakat bercermin terhadap karya tersebut. Maka tak heran jika karya sastra seringkali mengakibatkan suatu gelombang gerakan yang cukup berarti. Misalkan suatu karya sastra yang sifatnya provokatif dan sebagainya.

  1. Relevansi Sastra dan Psikologi

Sebagaimana Sosiologi Sastra, Psikologi Sastra juga memiliki objek yang sama, yakni manifestasi manusia. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari sifat manusia. Tetapi psikologi dalam sastra hanya merupakan pinjaman saja. Psikologi sastra bisa disebut aspek psikis yang terkait dengan karya sastra. Baik itu psikologi pengarang, psikologi tokoh dan psikologi pembaca. Perbedaannya dengan Sosiologi Sastra, Sosiologi Sastra menyoroti manusia secara kolektif, sedangkan Psikologi Sastra menyororti manusia secara personal.

Psikologi tokoh yang terdapat dalam karya sastra, tidak terlepas dari psikologi pengarang. Maksudnya, pengarang seringkali bersembunyi di balik tokoh untuk mengurai suasana psikologinya. Namun karya sastra seperti novel atau roman, memiliki lebih dari satu tokoh, otomatis penyediaan watak psikologis harus lebih dari satu, maka kadang-kadang pengarang sering menjadi ambivalen dalam penulisannya. Namun di sisi lain, pengarang juga mengambil contoh watak manusia riil (manusia lain) dan dimasukkan ke dalam karyanya. Pada psikologi pembaca, bagaimana pengaruh psikis yang dialami oleh pembaca ketika menikmati karya sastra. Maka intinya, relevansi sastra dan psikologi terdapat dalam proses penciptaan karya sastra, dan proses pembacaan karya.

c. Relevansi Sastra dan Moral

Di dalam sastra terkandung edukasi, etika dan estetika. Aspek etika dalam karya sastra, contohnya roman atau novel, terletak pada prilaku-prilaku tokoh yang dipersembahkan oleh pengarang. Masing-masing tokoh dibekali karakter dan karakter membentuk prilaku tokoh, tetapi aksi tokoh dalam sebuah situasi tidak terikat pada watak, tetapi tindakan.

Moral dalam karya sastra ditunjukkan oleh sastrawan lewat prilaku dan tindakan-tindakan tokoh pelaksana cerita. Sebagai pembaca, kita berhak menilai atau mengukur kualitas moral tokoh, tetapi bukan itu inti dari pembacaan cerita, inti dari pembacaan cerita adalah ”ilmu”, bagaimana kita mendapatkan pelajaran tentang akibat dari prilaku dan perbuatan. Apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak seharusnya kita lakukan jika kita mengalami hal yang sama dengan tokoh cerita termasuk faedah dari pembacaan karya sastra.

Dalam sebuah roman atau novel, tidak mungkin ada pesan moral tunggal, pesan moral bisa dilihat dari tema, tetapi tema bukanlah pesan moral. Jika tema ditentukan oleh pengarang, maka pesan moral ditarik oleh pembaca tanpa ada interupsi pengarang. Namun tema juga bisa dipilih oleh pembaca, proses pemilihan tema cerita dan penarikan pesan moral sama-sama melalui pembacaan dan penafsiran cerita.

Ada kaitan antara moral dalam karya sastra dengan moral sebagai tata-susila masyarakat. Biasanya sastrawan realisme-sosialis melukiskan keadaan sekitar contohnya moralitas masyarakat yang sudah rusak kedalam ceritanya, kemudian menghubungkan dengan korban-korban prilaku masyarakat yang moralitas mereka sudah rusak itu.

Dalam segi lain, suatu karya sastra yang menampilkan tipe hukum moral yang bertentangan dalam suatu tatanan susila masyarakat pembaca, maka akan timbul kritikan, protesan dan bahkan gerakan destruktif yang diarahkan terutama kepada sastrawan yang bersangkutan, karena karyanya dianggap merongrong tata-susila yang telah berdiri dalam budaya masyarakat tersebut berabad-abad lamanya.

4. Fungsi Sastra

Sastra memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi Rekreatif

Yaitu sastra berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakat karena mengandung unsur keindahan.

b. Fungsi Didaktis

Sastra memiliki fungsi pengajaran karena bersifat mendidik dan mengadung unsur kebaikan dan kebenaran.

c. Fungsi Estetis

Sastra memiliki unsur dan nilai-nilai keindahan bagi para pembacanya.

d. Fungsi Moralitas

Sastra mengandung nilai-nilai moral yang menjelaskan tentang yang baik dan yang buruk serta yang benar dan yang salah.

e. Fungsi Religius

Sastra mampu memberikan pesan-pesan religius untuk para pembacanya.

5. Jenis Sastra

Secara umum karya sastra dibagi menjadi tiga, yaitu: karya sastra berbentuk prosa, puisi, dan drama.

a. Karya sastra berbentuk prosa.

Prosa lebih dekat dengan pemahaman. Sebuah pemaparan dikatakan prosa apabila dipenuhi beberapa syarat, yaitu:

1. Di dalamnya terdapat deretan peristiwa.

2. Peristiwa menghemdaki adanya tokoh.

3. Deretan peristiwa dan tokoh itu adalah peristiwa dan tokoh fiktif.

b. Karya sastra berbentuk puisi

Puisi disampaikan melalui kata-kata karena puisi adalah keindahan yang menjelma dalam kata.

c. Karya sastra berbentuk drama

Yang menentukan bahwa sebuah karya sastra disebut drama, yaitu:

1. Adanaya dialok.

2. Drama diciptakan pertama-tama bukan untuk dinikmati melalui pembacaan, melainkan untuk pementasan.

3. Jika prosa menceritakan tentang suatu kejadian, maka drama atau teater menceritakan kejadian itu sendiri, kejadian di atas pentas.

Namun dalam karya ilmiah pemahaman kritik mimetik ini yang dibahas hanya karya sastra yang berbentuk prosa yaitu novel.

Novel adalah suatu karya sastra yang berupa cerita panjang (kronologi). Menceritakan suatu kejadian, baik yang fiksi maupun nonfiksi. Novel disebut karya sastra yang sangat menyerupai kenyataan dalam kehidupan. Pembacaan karya sastra seperti novel, harus mengandaikan novel sebagai model dari realitas. Dengan demikian rasa keterlibatan bisa dominan dalam proses pembacaan. Salah satu hal yang harus benar-benar diperhatikan adalah eksistensi pengarang di dalam karyanya.

Pada dasarnya keinginan menulis itu bersumber dari hasrat ingin bercerita, ingin berbagi, entah itu pengalaman, pengetahuan dan sebagainya. Seorang novelis menciptakan karyanya, kemungkinan dipengaruhi oleh keinginan-keinginan pribadi yang subjektif (tidak terbaca secara ideal), namun intensi kreator dapat terbaca lewat pilihan kata yang dipergunakannya bahkan korelasi dengan aspek sejarah dan fenomena yang terjadi di masa terciptanya karya tersebut, kita bisa mengetahuinya lewat studi biogarfi.

Makna sebuah novel, dan semua karya sastra pada umumnya tidak dapat ditemukan dengan penelitian secara parsial (terpisah atau dengan meneliti bagian tertentu saja dalam sebuah novel), akan tetapi makna sebuah novel atau karya hanya bisa terbaca lewat pembacaan secara mendalam, terserapi dan terhayati.

Cara yang sangat sederhana untuk mencapai keberhasilan konkretisasi dalam pembacaan karya sastra adalah dengan memodelkan karya sastra sebagai kenyataan, kemudian mengarungi kenyataan atau semesta imajiner tersebut bersama pengarang. Biarkan pengarang yang menuntun pengembaraan pikiran dan imajinasi kita, tuntunan pengarang itu terletak pada susunan kalimat, setiap kalimat yang terbaca memberikan referensi kepada imajinasi kita, membuat kita berada di dalam model kenyataan tersebut.

Novel berbeda dengan karya sastra yang lain, susunannya lebih kompleks, teknik untuk menelitinya juga beragam. Novel tidak jauh berbeda dengan drama, perbedaan antara novel dan drama hanya dari teknik penulisan dialognya. Unsur-unsur lain antara novel dan drama adalah sama. Novel dan drama memiliki gaya bercerita yang tertentu, ada kalanya jalur cerita atau plotnya dari awal, tengah kemudian akhir, ada pula yang tengah, balik ke awal lalu akhir. Ini tergantung pada keinginan pengarangnya sendiri ini termasuk teknik penulisan.

Novel dan karya sastra pada umumnya tercipta oleh orang-orang yang berbakat seni, kecenderungan untuk bersastra, tidak mesti harus di peroleh dari penekuknan terhadap disiplin ilmu tertentu, tetapi bisa juga karena kebiasaan. Biasanya sensitifitas seseorang membuat dirinya cepat larut dalam situasi emosional dan passional yang selalu dominan dalam proses penciptaan karya sastra. Dan kemampuan itu dimiliki setiap orang, namun kadar sensitifitas orang berbeda-beda. Selain itu, kemampuan nalar yang mapan juga dibutuhkan dalam penciptaan karya yang bermutu dan bernilai estetika tinggi. Dalam novel, terdapat jalinan antar aspek yang begitu ruwet, psikologi karakter digambarkan begitu jelas oleh pengarang, bahkan kausalitas dan konsekwensi setiap aksi diciptakan secara rasional dan logis.

Inilah novel sebagai karya sastra mimetik dengan segala kompleksitasnya.

B. Kritik Sastra Mimetik

1. Pengertian Kritik Sastra

Kata kritik berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ”krinein” yang artinya menghakimi, membanding atau menimbang. Kata ”kritik” dipopulerkan oleh John Driden (1677) yaitu seorang penyair criticims yang artinya khusus untuk mengkritik karya sastra. Sedangkan di Indonesia pada awalnyakata kritik sastra kurang diterima oleh pecinta sastra, pengamat sastra. Namun sesuai dengan perkembangan zaman dapat diterima yang diawali oleh H.B Jassin dalam bukunya tentang kritik sastra.

2. Pengertian Kritik Sastra Menurut L.L Duroche (1967)

Menurut L.L Duroche (1967) mendefinisikan kritik sastra sebagai berikut:

a. Kritik sastra adalah penilaian (Evaluation)

b. Kritik sastra adalah interpretasi ( tidak ada ukuran baku dan format yang tersusun)

c. Kritik sastra adalah penilaian dan interpretasi.

3. Metode Kritik Sastra

Terdapat beberapa metode kritik sastra, diantaranya yaitu:

a. Judicial Kritisem ayau yang artinyapenilaian.

b. Indutive Criticim yang artinya tidak mengakui adanya aturan-aturan dan ukuran yang ditetapkan sebelumnya.

4. Jenis Kritik Sastra.

Terdapat beberapa jenis kritik sastra, diantaranya yaitu:

a. Kritik Mimetik (Mimetik Criticism) bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia

b. Kritik Pragmatik (Pragmatic Criticism) Bahwa karya sastra disesuaikan dengan pembacanya, yang Mempunyai efek senengan, estetika, dan pendidikan

c. Kritik Ekspresif (Telaahan nya kepada kemampuan pengarang untuk mengekspresikan atau mencurahakan idenya kedalam wujud sastra (umumnya puisi)

d. Kritik Objektif (Tidak melihat kepada pengarang, pembaca atau dunia sekitarnya, namun mandiri dalam pemahaman/penafsiaran tersendiri.

Kritik dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu:

a. Kritik relatif yaitu sebagai bentuk kritik yang mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan dalam upaya menguraukan atau menjelaskan tentang hakekat karya sastra.

b. Kritik absolut yaitu bahwa tidak percaya akan adanya suatu prosedur dan perangkat aturan yang dapat diandalkan untuk dijadikan patokan dalam melakukan kritik.

Kritik dapat dipisahkan dalam dua kajian

a. Kritik Teoritis yaitu kritik yang beerusaha untuk menyampaikan kepada prinsip-prinsip seni yang umum dan memformulasikan usaha pemanduan unsur estetika dan prinsip kritik.

b. Kritik Praktis yaitu kritik yang berupaya agar prinsip dan patokan yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya seni yagn bersangkutan.

5. Tujuan Kritik

a. Pertimbangan atau penjelasan tentang karya sastra serta prnsip-prinsip terpenting tentang karya tersebut kepada penikmat yang kurang dapat memahaminya.

b. Menerangkan seni imajinatif sehingga mampu erikan jawaban terhadap hal-hal dipertanyakan pembaca.

c. Membuat aturan-aturan untuk pengarang dan mengatur selera pembacanya.

d. Menginterpretasikan suatu karya sastra terhadap pembacanya yang tidak mampu memberikan apresiasi.

e. Memberikan keputusan atau pertimbangan dengan ukuran penilaian yang telah ditetapkan.

f. Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan membdasar-dasar seni yang baik.

6. Pengertian kritik sastra mimetik

Kritik sastra mimetik adalah ktitik sastra yang melihat hubungan antara karya sastra dengan realitas, sejauh mana karya sastra membayangkan realitas kehidupan.

Kritik sastra mimetik dalam praktek sering disebut dengan sosioligi sastra. Sosiologi sastra dapat dibagi dua, hal ini dikemukakan oleh Alan Swingewood ( Umar Junus, 1986:1-2 )

a. Sosology of literature

Yaitu dimulai dengan lingkungan sosial yang sebenarnya baru membandingkan dengan kejadian dalam karya sastra.

b. Literary sociology

Yaitu mengkaji faktir sosial dalam karya sastra baru membandingkan dengan sosial masyarakat.

Pembagian sosioligi sastra menurut Wellek dan Waren yaitu:

a. Sosiologi Pengarang.

Peniliti mengkaji bagaimana kondisi sosial pengarangnya terutama status sosial dan idiologi pengarang.

b. Sosiologi Karya Sastra

Membicarakan bagaimana kondisi sosial dalam karya sastra.

c.

Rene Wellek, Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Halmn 49

Sosial Masyarakat atau Pembaca

Menbicarakan bagaimana penerimaan atau tanggapan masyarakat terhadap karya sastra tersebut.

Pembagian sosiologi sastra menurut Ian Watt

a. Kontks sosial pengarang

Yaitu yang berhubungan profesionalisme pengarang, mata pencaharian, status sosial pengarang yang dituju oleh pengarang.

b. Mengkaji sejauh mana cerminan masyarakat yang tergambar dalam karya sastra.

Ada tiga kemungkinan.

1.Cermin masyarakat saat karya sastra itu ditulis

2.Cermin masyarakat sebulum karya sastra itu ditulis

3.Cermin masyarakat pada zaman yang akan datang.

c. Berkaitan dengan fungsi sosial sastra.

Yang dikaji adalah hubungan antara karya sastra dengan nilai-nilai sosial.

Dalam hal ini akan diperoleh:

1.Karya sastra mempengaruhi nilai sosial dalam masyarakat.

2.Nilai sosial masyarakat yang akan mempengaruhi karya sastra.

7. Pengertian kritik mimetik menurut para ahli

a. Plato

Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni. Plato menganggap idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah ha yang tetap atau tidak dapat berubah. misalnya idea mengenai bentuk segitiga. ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu Idea mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnensl979:13).

b. Aristoteles

Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuau yang bisa meninggikan akal budi. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dan nafsu rendah penikmatnya.

Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dan kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dan kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’. kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tinggi dan tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.

Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa kritik mimetik ini digunakan dengan penganggapan bahwa karya sastra merupakan kreasi pengarang dengan meneladani realitas kehidupan sehari-hari.

8. Latar Belakang Kritik Mimetik

Drs. Atmazaki, Ilmu sastra teori dan terapan. Jakarta: Angksa Raya Halaman 38

Pendekatan mimetik berawal dari asumsi bahwa kehidupan dalam karya sastra dapat mempunyai sistem sosial yang dapat disamakan dengan sistem sosial masyarakat. Sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu.

Karya sastra adalah dunia fiksi yang bertolaah dari kenyataan. Tidak ada karya sastra yang sepenuhnya meneladani kenyataan, namun tidak ada juga yang sepenuhnya fiksi. Apabila karya sastra sepenuhnya kenyataan maka karya sastra tersebut akan berubah menjadi karya sejarah dan apabila sepenuhnya fiksi tidak akan ada seorang pun yang mampu memahaminya.

9. Sejarah Kritik Mimesis

Pembicaraan tentang hubungan antara karya sastra dengan realitas atau kenyataan selayaknya demulai dari zaman Yunani Kuno terutama yang berhubungan dengan dua tokoh terkenal, yaitu Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Keduanya adalah ahli filsafat yang banyak mewarnai perkembangan ilm pengetahuan. Dengan pembicaraan kedua tokoh itu berarti awal pembicaraan ini merupakan aspek sejarah.

Pembicaraan kesejarahan ini penting karena hal-hal berikut:

a. Aspek kesejarahan akan memperlihatkan gambaran yang jelas tentang asal-usul dan perkembangan pemikiran manusia dalam upayanya mencari dan memverifikasikan ilmu pengetahuan.

b. Tidak satu pun ilmu pengetahuan yang muncul begitu saja dari kekosongan, tanpa diawali dengan suatu perkembangan yang mengarahkannya ke perkembangan seperti saat ini.

c. Prospek dan perspektif sebuah teori dalam ilmu pengetahuan sangat sitentukan oleh latar belakang munculnya dan keberadaannya saat ini.

d. Apabila tidak dimulai aspek kesejarahan, ada kemungkinan dalam pemaparannya akan terjadi kesalahpahaman sehingga pengaburkan arah yang dituju.

e. Teori-teori dalam ilmu sastra tidak dipahami dengan baik baik tanpa pengetahuan seperlunya mengenai sejarah perkembangan teori sastra sejak zaman kebudayaan klasik.

10. Metode Kritik Mimetik

Ada tiga metode yang dapat digunakan dalam kritik mimetik yakni:

a. Kepada kelompok masyarakat tertentuu, terutama masyarakat yang disebut dalam karya sastra deberi angket tentang keadaan sosio-budaya masyarakatnya, baik masa lalu maupun masa kini. Angket diolah secara kualitatif, yang ada dalam karya sastra tersebut.

b. Dengan menghubungkan suatu unsur yang ada dalam karya sastra dengan unsur tertentu bersamaan dengan yang terdapat dalam masyarakat. Sejauhmana unsur-unsur itu benar-benar berfungsi dalam karya sastra, sejauh itu pula hubungan antara karya sastra dengan masyarakat.

c. Kepada anggota masyarakat tertentu yang dimintaa membaca karya sastra, diberi beberapa pertanyaan. Pertanyaan diarahkan kepada masalah soosial yang telah bergeser atau hilang dalam masyarakat. Penggolahan secara kualitatif akan dapat menjawab tentang hubungan karya sastra dengan keadaan sosial budaya.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Sinopsis

Novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli ini bermula dari perjodohan yang dilahukan oleh kiai yang sangat tersohor di daerah Jogja yaitu kiai Sahal. Beliau menjodohkan putri kandungnya yang bernama Wardah, dengan anak angkatnya yang bernama Fatih, namun perjodohan itu ditolak oleh Fatih. Fatih hanya mencintai Wardah tidak lebih dari seorang adik, Wardah tidak terima bahkan menjadi dendam yang mendalam di hati Wardah terhadap Fatih.

Perubahan drastis kearah negatif yang dialami oleh Wardah kini menjadi sumber masalah yang diceritakan dalam novel tersebut. Yang dahulunya Wardah seorang gadis lugu, berjilbab panjang, baik dan ramah, namun dari keluguan serta rasa dendam yang mendalam, akhirnya Wardah mudah dimanfaatkan oleh seseorang yang baru ia kenal dan yang ia kagumi, sehingga tanpa sadar Wardah telah bergaul hingga melampoi batas sebagai seorang muslimah. Wardah telah kehilangan kehormatanya karena mudah percaya akann bualan seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab.

24

21

Fatih adalah seorang laki-laki yang rela mengorabankan cintanya kepada Dian dan sanggup menerima Wardah apa adanya demi menutupi aib keluarganya itu. Namun ayah angkatnya yang tidak lain adalah ayah Wardah (kiai Sahal) tidak menyetujuinya dan dengan kebijaksanaan sang ayah, memilih menitipkan Wardah pada adik kandungnya di Jakarta. Fatik meneruskan kembali cita-citanya sebagai penulis terkenal dan cintanya kepada seorang gadis moderen yang bernama Dian. Dian pun sanggup merubah dirinya menjadi lebih baik dan berjilbab demi cintanya yang sici bersama Fatih, Fatih diterima sebagai Creative Writing di Australia dan harus pergi ke Australia dengan membawa cinta yang tertunda.

B. Kritik Mimetik dalam Novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli

1. Sosiologi sastra dapat dibagi dua, hal ini dikemukakan oleh Alan Swingewood

b. Sosology of literature

c. Literary sociology

Dari kedua sosiologi sastra di atas penulis lebih menitik beratkan pada Literary sociology yang artinya mengkaji faktor sosial dalam karya sastra baru membandingkan dengan sosial masyarakat.

Pada dasarnya kritik mimetik mengkaji beberapa hal yaitu:

1. Karya sastra merupakan cerminan suatu masyarakat pada zaman itu. Karya sastra lahir pada waktu tertentu, dan biasanya penceritaan dalam karya sastra juga menceritakan keadaan masyararkat pada saat sastra itu muncul.

Dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli, yang banyak diceeritakan adalah kaum ekonomi menengah keatas, yang menyangkut kehidupan mahasiswa, pengarang novel, para santri dan pengasuh pesantren (kiai). Hanya sebagian kecil yang menceritakan masyarakat menengah bawah yang ada di desa. Latar dalam novel ini adalah di kota Yogyakarta.

Dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli yang diceritaka yaitu mengenai:

a. Keagamaan.

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

” Sehabis jamaah magrib, Fatih langsung bersiap di ruang belakang ndalem. Ia duduk disamping pesawat telefon yang terletank diatas meja konsul. Perutnya yang lepar ia tahan dulu. Higga azan isya menggema, telfon belum juga berdering, Fatih semakin gelisah”. (halaman 160)

Pembuktian dalam realitas kehidupan

Sholat merupakan kuajiban bagi umat muslim, hampir semua umat muslim melaksanakan ibadah wajib ini, hal ini sering kita lihat saat terdengar azan magrib, orang berbondong-bondong menuju tempat ibadah umat muslim (masjid, mushola) untuk menunaikan ibadah sholat magrib secara berjamaah. Jadi hal ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita semua.

b. Pendidikan

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

Hadi S.Khuli, Derap-derap tasbih. Yogyakarta: Diva press halaman 12

Hadi S.Khuli, Derap-derap tasbih. Yogyakarta: Diva press halaman 160

teman-teman sekalian, itu tadi film dokumenter yang dibuat oleh seorang wartawan tentang penyebaran dan kehidupan para penderita HIV/AIDS di Afrika Selatan” ( pada saat mahasiswa kedokteran mengadakan seminar halaman 12)

Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Pernah kita dengar melalui seminar atau pun penyuluhan mengenai firus HIV/AIDS, yang dilakukan oleh mahasiswa dari kampus-kampus besar Indonesia, Jadi hal ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita semua.

c. Moral

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

Di dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli tidak di ceritakan secara langsung, namun pada halaman 165, diceritakan bahwa intinya Wardah ditinggalkan oleh seorang yang telah merenggut kesuciannya yaitu Hendra yaang telah dianggap kekasihnya di pinggir rel kereta api di daerah Surabaya.

Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Perlakuan yang menyedihkan yang dilakukan oleh tokoh Hendra terhadap Wardah merupakan perlakuan yang tidak bermoral, hal ini merupakan kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan nyata, seperti yang sering kita lihat dalam acara televisi, sergap, sidik kasus dan sebagainya yang memceritakan tentang cowok yang membunuh ceweknya setelah dihamili, seperti pepetah mengatakan ” habis manis sepah dibuang”.

d. Percintaan

Hadi S.Khuli, Derap-derap tasbih. Yogyakarta: Diva press halaman 165

Dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli, terdapat dua pandanga tentang cinta.

o Cinta mampu menjerumuskan seorang insan dalam lembah kemaksiatan.

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

” Karena ketampanan dan kepandaian Hendra dalam berbicara sehingga Wardah pun mencintai Hendra hingga lupa daratan, sehingga Wardah bertindak melampoi garis sebagai wanita muslimaah yaitu menyerahkan kesuciannya pada Hendra, dan akhirnya Hendra tidak mau bertanggung jawab akan perbuatannya” (halaman 42)

Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Perlakuan yang menyedihkan yang dilakukan oleh tokoh Hendra terhadap Wardah merupakan perlakuan yang tidak bermoral, hal ini merupakan kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan nyata, seperti yang sering kita lihat dalam acara televisi, sergap, sidik kasus dan sebagainya yang memceritakan tentang cowok yang membunuh ceweknya setelah dihamili, seperti pepetah mengatakan ” habis manis sepah dibuang.

o Cinta mampu merubah sifat manusia menjadi lebih baik (wanita yang sombong dan angkuh menjadi wanita muslimah.

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

”Ya seperti aku ini, tidak berjilbab, tidak pandai agama, tidak solehah”

Hadi S.Khuli, Derap-derap tasbih. Yogyakarta: Diva press halaman 42

”Cukup. Aku tau maksudmu Di. Dalam hal ini aku hanya bisa mengatakan, jika cintamu cinta sejati, maka cinta itu akan menuntunmu ke arah sana dengan sendirinya. Tanpa paksaan, tanpa rencana, apalagi pura-pura.” (halaman 116)

Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Dalam hal ini, sulit ditemukan dalam kehidupan, haya sedikit orang yang mampu berubah karna cinta, dan dari hal yang sedikit itu penulis belum menemukan contoh yang jelas.

E. Penghianatan.

Pembuktian dalam novel Derap-derap Tasbih karya Hadi S. Khuli

o Penghianatan yang dilakukan oleh Hendra terhadap Wardah bahwa Wardah ditinggalkan oleh seorang yang telah merenggut kesuciannya yaitu Hendra yaang telah dianggap kekasihnya di pinggir rel kereta api di daerah Surabaya.

Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Hal ini merupakan kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan nyata, seperti yang sering kita lihat dalam acara televisi, sergap, sidik kasus dan sebagainya yang memceritakan tentang cowok yang membunuh ceweknya setelah dihamili.

o Penghianatan yang dilakukan oleh Shasya sahabat Dian, kepada Dian, ternyata tanpa sepengetahuan Dian, Bimo selingkuh dengan Shasya. (halaman 328)

Hadi S.Khuli, Derap-derap tasbih. Yogyakarta: Diva press halaman 116


Pembuktian dalam realitas kehidupan.

Dalam kehidupan kita, sering terjadi penghianatan antar sahabat, seperti pepatah mengatakan bagaikan pagar makan tanaman. Sehengga hal ini sudah tidak asing lagi dalam dunia nyata.

2. Sosiologi sastra menurut Ian Watt dalam novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dan kaitannya dalam kehidupan nyata.

a. Kontks sosial pengarang

Yaitu yang berhubungan dengan profesionalisme pengarang, mata pencaharian, status sosial pengarang sebagai penghasil karya sastra.

Dilihat dari latar belakang, yang berasal dari daerah Tawa Tengah, berasal dari keluarga yang sederhana. Masuk kelas SD pada usia 4 tahun, melanjutkan Madrasah Tsanawiah, Manbaul Falah, lalu diteruskan dengan menjadi santri di Pesantren Futuhiah, Mranggen Demak, sambil seolah di Aliyah Futuhiyah. Gelar S1 diraihnya di UIN Sunan Kalijaga tahun 2001. Setelah itu tinggal di Yogyakarta. Dengan pernah menjadi aktifis LSM bekerja di EO, hingga editor freelance. Peerjaan terakhir inilah yang membawa beliau untuk belajar menulis dan menulis.

Dilihat dari latar belakang pengarang maka karya sastra yang diciptakan oleh Hadi S. Khuli ini tidak jauh dari kehidupan pengarang. Buktnya adalah sebagai berikut:

1. Berasal dari Yigyakarta yang bahasa sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa, maka dalam karyanya terdapat bahasa Jawa seperti pada kutipan sebaga berikut: “ Wong kanjeng nabi wae ora kuwoso ngubah atine pamane dewe. Rak yo ngunu to Fat?” Yang artinya “ Nabi aja tidak bisa merubah hati pamannya sendiri, bukan begitu Fat?” ( halaman, 27)

2. Dari latar belakang pendidikan pesantren, maka yang diceritakan adalah tentang kehidupan pesantren. Seperti pada kutipan berikut: ” dari ujung jalan, sebuah sedan bergerak melewati gerbang pondok. Laskar Shalawat berdiri, diikuti yang lain. Renana dimainkan. Shalawat Badriah menggema membelah angkasa”. Pondok yang dimaksut adalah pondok pesantren.

b. Sastra sebagai cermin masyarakat.

Mengkaji sejauh mana cerminan masyarakat yang tergambar dalam karya sastra. Ada tiga kemungkinan yaitu:

1. Cermin masyarakat saat karya sastra itu ditulis

2. Cermin masyarakat sebulum karya sastra itu ditulis

3. Cermin masyarakat pada zaman yang akan datang.

Menurut peneliti, novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, merupakan cerminan masyarakat pada saat karya sastra itu ditulis, karena:

1. Fenomena yang ada pada kehidupan saat itu dapat menjadi inspirasi dalam penulisan karya sastra.

2. Zaman yang semakin moderen sangat sulit dibedakan antara anak kiai (muslimah), atau bukan muslimah, semua manusia yang pernah salah dan khilaf. Jadi dalam hal ini pengarang memberikan penyelesaian berupa rasa malu dan rasa bersalah pada seorang yang berbuat khilaf (wardah anak kiai) serta diakhiri dengan kebijaksanaan kiai yang tidak memarahi anaknya namun menitipkan anaknya dirumah saudaranya di Jakarta tujuannya tidak lain adalah agar anaknya menyadari kesalahannya.

c. Fungsi sosial sastra.

Yang dikaji adalah hubungan antara karya sastra dengan nilai-nilai sosial.

Dalam hal ini akan diperoleh:

1. Apakah karya sastra yang mempengaruhi nilai-nilai sosial.

2. Apakah nilai-nilai sosial yang mempengaruhi karya sastra.

Menurut peneliti, novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, dipengaruhi oleh nilai sosial masyarakat, karena ceritanya berkisar pada dunia pesantren yang tidak lain adalah lingkungan sosial pengarang sendiri. Jadi secara tidak langsung apa yang ditulis oleh pengarang adalah berdasarkan apa yang dilihat dan yang dirasakan oleh pengarang.

3. Relevansi Novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dengan Ilmu Berdasarkan Kritik Mimetik

a. Relevansi Novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dengan Ilmu Sosiologi

Sastra merupakan salah satu media ekspresi seni, yaitu lewat bahasa. Sedangkan sosiologi artinya ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Kedua disiplin ilmu ini, sastra dan sosiologi, memiliki objek yang sama, yakni manusia. Perbedaan keduanya adalah bahwa sosiologi mempelajari realita masyarakat sedangkan sastra cenderung fiktif-imajinatif. Meskipun demikian, fiksi sastra hanya merupakan cara dalam mengekspresikan seni yang bernilai, hal itu sama sekali tidak merubah suatu kenyataan.

Dalam novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, menceritakan banyak tokoh, terdapat 27 tokoh, yang masing-masing mempunyai tingkat ekonomi, pendidikan dan karekter yang berbeda. Dalam novel ini sangat mengangkat nilai-nilai dalam kehidupan, seperti nilai pendidikan, moral, agama, yang di ceritakan secara dramatis berdasarkan keindahan sastra.

Dalam novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, menceritakan tentang realita masyarakat seperti yang ada pada kehidupan nyata yaitu:

1. Kehidupan mahasiswa yang peduli dengan bahaya firus HIV/ AIDS. Dibuktikan dalam kutipan berikut:

teman-teman sekalian, itu tadi film dokumenter yang dibuat oleh seorang wartawan tentang penyebaran dan kehidupan para penderita HIV/AIDS di Afrika Selatan” (pada saat seminar halaman 12)

2. Kehidupan pesantren yang menjunjung tinggi nilai agama dan kesopanan.

Dibuktikan setiap subuh para saantri sholat berjamaah, pada saat Kiai Sahal Pulang haji semua santri memberi salam dengan mencium tangan serta menghormati yang lebih tua..

3. Kehudupan masyarakat yang saling membantu, membalas budi dan menepati janji. Dibuktikan kutipan berikut: ”Kiai Sahal mohon maaf karena hajinya kali ini adalah haji paksaan . Beliau menepati janji pada sahabatnya dan tidak mau mengecewakan sahabatnya yang telah bernazar mengajak haji bersama”. ( halaman, 25)

Dalam hal ini pengarang mengekspresikannya dengan bahasa yang indah sehingga tidak merubah suatu kenyataan. Untuk memperindah novel Derap-derap Tasbih, pengarang menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Arab dan bahasa Inggris seperti pada kutipan berikut:

1. Bahasa indonesia

” Ini lebih penting Mil menyangkut kehidupan kita” ( halaman 22)

2. Bahasa Jawa

Wong kanjeng nabi wae ora kuwoso ngubah atine pamane dewe. Rak yo ngunu to Fat” ( halaman 27).

3. Bahasa Arab

“ Sami’na wa atho’na” ( halaman 25)

4. Bahasa Inggris

” don’t love you no more” (halaman 21)

b. Relevansi Novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dengan Ilmu Psikologi Berdasarkan Kritik Mimetik.

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari sifat manusia. Tetapi psikologi dalam sastra hanya merupakan pinjaman saja. Psikologi sastra bisa disebut aspek psikis yang terkait dengan karya sastra. Baik itu psikologi pengarang, psikologi tokoh dan psikologi pembaca. Relevansi sastra dan psikologi terdapat dalam proses penciptaan karya sastra, dan proses pembacaan karya.

1. Psikologi dalam proses pencipraan sastra pada novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli.

Dalam novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, Pengarang menciptakan sifat tokoh secara dramatik, seperti pada tokoh:

o Wardah yang bersifat pendendam dibuktikan dalam kutipan berikut. ” Ya akan aku buktikan Fat, tanpa kamu pun aku bisa mendapatkan yang lebih baik. Aku buktikan padamu bahwa kamu tidak ada apa-apanya”. (halaman 47)

o Fatih yang bersifat baik dibuktikan dalam kutipan pada kutipan berikut.

Abah saya bersdia ” Fatih menyatakan sanggup untuk menikahi Wardah demi menutupi aib keluarga. (Halaman 277)

2. Psikologi dalam proses pembacaan karya sastra (novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli).

Yaitu bagaimana pengaruh psikis yang dialami oleh pembaca ketika menikmati karya sastra.

o Anam Khoirul Anam pengarang dzikir-zikir cinta

Beliau merasa tersadarkan batinnya, bahwa siapa pun bisa saja salah dan gagal dalam salah satu fase kehidupan, tidak kecuali seorang alim ulama, pengasuh pesantren, seperti tokoh novel ini. Gagal di sini maksudnya adalah gagal mendidik anaknya yaitu Wardah.

o Eko Irul Idayati selaku peneliti novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dengan pemahaman kritik mimetik.

Peneliti merasa yakin bahwa tidak selalu benar kata pepatah ” buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, hal ini dibuktikan pada novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, di sini diceritakan Wardah yang tidak lain adalah anak seorang kiai, larut dalam hati yang penuh dendam dan akhirnya terjerumus dalam rayuan seorang laki-laki yang baru dikenal.

c. Relevansi novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli dengan Moral

Moral dalam karya sastra ditunjukkan oleh sastrawan lewat prilaku dan tindakan-tindakan tokoh pelaksana cerita. Sebagai pembaca, kita berhak menilai atau mengukur kualitas moral tokoh, tetapi bukan itu inti dari pembacaan cerita, inti dari pembacaan cerita adalah ”ilmu”, bagaimana kita mendapatkan pelajaran tentang akibat dari prilaku dan perbuatan. Apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak seharusnya kita lakukan jika kita mengalami hal yang sama dengan tokoh cerita termasuk faedah dari pembacaan karya sastra.

Dari pemaparan diatas bawasanya yang harus diambil dalam hubungan moral dengan karya sastra adalah ilmunya, yakni bagaimana cara kita mengambil inti dari novel. Inti ini dapat kita peroleh dari amanat atau pesaan dari novel tersebut.

Amanat atau pesan moral yang dapat peneliti petik dari isi novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli adalah:

1. Bahwa kita harus menjauhi sifat dendam, karena sesungguhnya dendam akan merusak moral.

2. Harus hati-hati dalam bergaul, karena ketika kita salah dalam bergaul maka akan merusak moral, apa lagi ketika bergaul dengan orang yaang tidak bermoral.

Pesan diatas diambil dari cerita bahwa sifat Wardah yang berubah jadi pendendam karena cintanya tidak dibalas oleh Fatih, kemudian ia menganggap Fatih tidak ada apa-apanya dibanding orang yang baru dikenalnya yaitu Hendra yaitu seorang yang guide, yang ganteng, sopan, gagah, berkulit putih dan pintar namun tidak bermoral, karena Hendralah yang merenggut kesucian wardah. Hal ini karena Wardah salah dalam bergaul.

BAB VI

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kritik sastra mimetik adalah ktitik sastra yang melihat hubungan antara karya sastra dengan realitas, sejauh mana karya sastra membayangkan realitas kehidupan.

Dengan pemahaman kritik mimetik maka diperoleh bahwa novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, merupakan gambaran dari kehidupan nyata, yaitu kehidupan yang berawal dari kehidupan pengarang novel itu sendiri.

Dilihat dari banyaknya cerita yang menyangkut sikap terpuji jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat penulis simpulkan bahwa cerita dalam novel Derap-derap Tasbih Karya Hadi S. Khuli, selain menceritakan gambaran dari kehidupan di lingkungan pengarang, juga merupakan harapan dari seorang pengarang terhadap kehidupan yang lebih baik. Salah satunya yaitu anggapan bahwa cinta mampu merubah sifat seseorang menjadi lebih baik. Jika memang demikian adanya bahwa cinta mampu merubah sifat seseorang menjadi lebih baik, pastilah dunia ini akan tentram, karna tidak satu pun manusia normal yang tidak memiliki rasa cinta, baik cinta pada Tuhan, pada orang tua, pada sahabat, dan cinta terhasap lawan jenis.



38


2. Saran

Bagi pembaca novel, bahwa novel derap-derap tasbih karya Hadi S. Khuli ini isinya sangat menyentuh dan bagus untuk dibaca harena dapat membangun jiwa. Bagi pembaca pembaca arya ilmiah ini, bahwa isi dari karya ilmiah ini sangat jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian, karya ilmiah ini dapat dijadikan panduan belajar kritik sastra khususnya kritik sastra dengan pemahaman kritik mimetik. Jika akan digunakan sebagai bahan pembelajaran maka perlu adanya penyempurnaan kembali. Kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki, 2004. Ilmu sastra teori dan terapan. Jakarta: Angkasa Raya

Bal Mieke, 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia

Khuli, Hadi. S. 2007 DERAP-DERAP TASBIH. Yogyakarta: Diva Press

Luxemburg, 1986. Pengantar ilmu sastra. Jakarta: PT. Gramedia

Wellek Rene, Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar