Kamis, 09 Desember 2010

KAJIAN KRITIK OBJEKTIF DALAM NOVEL KITAB CINTA YUSUF ZULAIKHA KARYA TAUFIKQURRAHMAN AL-AZIZY OLEH WELINDA SARI



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sastra adalah karya seni yang diciptakan dengan daya kreatifitas. Kreatifitas itu tidak dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra tertapi lebih dari itu, kreatifitas juga sangat dibutuhkan dalam memilih hal terbaik dari pengalaman hidup manusia yang dihayati kreatifitas. Sastrawan menemukan dan memilih kemungkinan-kemungkinan yang terbaik sebagai bahan atau tema karyanya merupakan suatu keharusan, tanpa kreatifitas itu, tidak mungkin karya sastra yang bermutu dapat diperolah.
Sastrawan yang kreatif bermakna orang yang sanggup menemukan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, bukan menciptakan nilai-nilai sendiri. Dalam hal itulah penciptaan karya sastra diartiakan bahwa kesanggupan sastrawan untuk menemukan nilai-nilai terbaik yang akan dijadikan tema karyanya merupakan suatu hal yang menyangkut mutu kreatifitas tersebut. Sastrawan yang terbaik akan selalu berpuya mengumgkap dan menemukan yang terbaik. Dengan demikaian diharapkan muncul karya sastra dan bermanfaat bagi masyarakat.
Karya seni berfungsi sosial membudayakan manusia, tatapi tidak semua karya seni itu sama besar nilai fungsi sosialnya. Diantaranya karya seni yang sangat banyak jenisnya, karya sastralah yang mempunyai fungsi sosial yang lebih besar. Karya sastra menggunakan medium bahasa dapat lebih banyak dan lebih leluasa mengungkapkan atau mengpresikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi penyempurnakan kehidupan manusia.
Novel ” Kitap Cinta Yusuf Zulaikha “ karya Taufiqurrahman Al azizy adalah novel spritualitas cinta dan iman berbasis kisah Al-qur’an yang telah diekspresikan kedalam beragam karakter hidup, pengalaman dan perilaku umat kontemporer masa kini.
KH.D. Zawawi imron, satrawan senior pengarang celurit emas berpendapat bahwa:
Buku ini sangat kreatif megeksplorasi khasanah kisah dalam al-qur’an (yusuf dan zulaikha) dalam spektrum kehidupan masa kini. Sekali anda membuka novel ini, anda akan sulit berhenti, ceritanya filsafah, alur memikat, settingnya kuat, karakter tokoh. Tokohnya mengakar dalam kemelut konflik cinta yang megemuruh. Setelah trilogi makrifet cintanya meledak, novel ini semakin mengukuhkan nama Taufiqurrahman Al-azizy sebagai novelis muslim fenomenal “ the golden hand”.
Pendapat diatas mengungkapkan kengulan novel “ Kitap Cinta Yusuf Zulaikha”, hal tersebut yang mondorong penulis untuk mengritik secara objektif, karena penulis berpendapat bahwa kajian kritik objektif ini banyak memiliki keistimewan, dengan mengadakan kritik objektif akan semakin mudah memahami arti dan mengapresiasi isi dari karya sastra, selain itu dengan kritik objektif pembaca dangan mudah mengetahui amanat dan tema apa yang yang akan disampaikan pengarang dan juga mengetahui alur, siapa tokohnya atau pelaku beserta ciri-ciri tokoh tersebut. Selain itu, sejauh pengamatan penulis kajian ini belum pernah dilakuakan pihak manapu sehingga penulis memandang perlu untuk melakukan hal tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah kritik objektif (struktural) dalam novel “ Kitap Cinta Yusuf Zulaikha ” karya Taufiqurrahman Al Azizy?
C.    TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun novel “ Kitap Cinta Yusuf Zulaikha ” karya Taufiqurrahman Al aziziy yang dikaji berdasarkan pendekatan objektif (struktur)
BAB II
KAJIAN TEORI
A.    SEJARAH DAN PENGERTIAN KRITIK SASTRA
Istilah kritik sastradikenal sekitar tahun 500 sebelum masehi. Kata kritik berasal dari krinein, bahasa yunani yang berarti menghakimi, membanding atau menimbang. Kata krinein menjadi pangkal asal kata kriterion yang berarti dasar pertimbangan,
Dalam sastra inggris abad ketujuh belas istilah kritik dipakai baik untuk menunjukakkan orang yang melakukan kritik (kritikus) maupun untuk pembuatan kritik itu sendiri. Kemudian muncul istilah kriticism yang dipakai pertama kali oleh penyair  Jond Driden (1677), kemudian istilah itu menjadi kokoh setelah tetbitnya buku Jond Denis “the grounds of criticsm in poetry (711), dengan criticism kedudukan kritik sastra itu tumbuh dan berkembang menjadi suatu kegiatan kesastraan yang mendapat tempat yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan dan pengajaran sastra.
Di Indonesia kritik sastra sudah dikenal sejak awal abad kedua puluh, hanya saja tidak berbentuk tulisan tetapi berbentuk lisan yang tidak mempunyai aturan sistemati. Istilah kritik di Indonasia pada saat itu sangat dihindari karena perkataan itu dianggap membawa makna yang cukup tajam, dengan munculnya buku kritik HB Jassin, menyebabkan pengertian kritik sastra itu sendiri menjadi semakin tumbuh dan berkenbang dengan baik (Atar semi, 2005:7-10).
Menurut Wiliam Plint Thaall dan Addison Hibbard dalam kritiknya “ A hand bookto literature (1960) “ kritik adalah merupakan keterangan kebenaran analisis atau judgmen suatu karya sastra. Sedangkan menurut Andre Harjana dalam bukunya kritik sastra sebuah pengantar (1981) mendefenisikan kritik sastra sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan, menentukan nilai-nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Gayley dan Scott ( Drs. Liaw yock fang, 1970) berpendapat bahwa kritik sastra adalah : (1) mencari kesalahan( fautt-finding ), (2) memuji ( to praise ), (3) menilai ( to judge ), (4) membanding ( to compere ), (5) menikmati ( to appreciate ). Menurut L.L Duroche (1997) terdapat 3 pendapat tentang kritik sastra: (1) kritik sastra adaklah penilaiyan ( evaluation ), kritik sastra adalah interpretasi sebab: belum adanya ukuran baku, ukuran itu sendiri tidak dapat disusun, (3) kritik sastra itu penilaiyan dan interpretasi.
Berdasarkan uraiyan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan

B.     JENIS KRITIK SASTRA
Kritik sastra dapart dibagi dalam beberapa jenis, berdasarkan pendekatan yang digunakan, bentuk, dan pelaksanaan kritik itu sendiri. Bila kritik sastra dilihat dari segi pendekatan atau metode kritik maka kritik sastra dapat dibagi atas dua jenis :
1.      Kritik sastra penilaiyan ( judikal criticism ), yaitu kritik sastra yang sifatnya memberi penilaiyan terhadap pengarang dan keryanya. Penilaiyan dilakukan berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan sebelum penilaiyan iyu dilakukan.
2.      Kritik sastra induktif  ( induktive criticism ), yaitu kritik sastra yaang tidak mau mengakui adanya aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan sebelumnta.
Adapun yang bersifst perincian dari kritik sastra penilaiyan yaitu :
1.      Kritik sastra ilmiah, kritik sastra yang dilakukan dengan penekatan ilmiah
2.      Kritik sastra estetis, kritik sastra yang diklaukan dengan menggunakan pendekatan estetis, yang mengutamakan kritik dari segi keindahan suatu karya sastra.
3.      Kritik sastra sosial, kritik sastra yang dilakukan dengan menggunakan pendekataan sosiologis artinya karya sastra itu ditelaah dengan segi-segi sosial kemasyarakatan yang berada disekitar kelahiran karya tersebut, serta sumbangan yang diberikan terhadap pembinaan tata kehidupan masyarakat.
Berdasrkan pendekatan terhadap karya sastra kritik sastra itu dapat pula digolaongkan kedalam empat jenis, Semi ( dalam Abraham, 1981 ) yaitu:
1.      Kritik memetik ( mimetik criticism ), yaitu kritik sastra yang bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakaan suatu tiruan atau pengembangan dunia dan kehidupan manusia.
2.      Kritik prakmatik ( prakmatik kriticism ), yaitu suatu kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah karya sastra itu disusun untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti kesenangan,estetika, pendidikan.
3.      Kritik ekspresif, yaitu kritik sastra yang menekankan ketelaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya kedalam wujud sastra.
4.      Kritik objektif, yaitu suatu kritik sastra yng menggunakn pendekatan atau pandangan bahwa karya sastra adalah karya yang mandiri, ia tidak perlu dilihat dari segi pengarang, pembaca, atau dunia sekitarnya.
Ditinjau dari segi bentuknya, karya satra dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.      Kritik relatif, diartikan sebagai sutu bentuk kritik yang mempuyai aturan-aturan yang dijakan pengangan dalam upaya menguraikan atau menjelaskan tentang hakikat karya sastra.
2.      Kritik absolut , merupakan kritik sastra yang tidak percaya akan adanya suatu prosedur dan perangkat aturan yang dapat diandalkan untuk dijadikan patokan dalam melakukan kritik.
3.      Kritik teoritis, kritik sastra yang berusaha untuk sampai kepada prinsip-prinsip seni yang umum dan memformulasikan usaha pemaduan unsur estetika dengan prinsip kritik.
4.      Kritik praktis, kritik yang berupaya agar prinsip dan patokan yang digunakn disesuaikan dengan karakteristik karya seni yang bersangkutan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari kritik sastra adalah
1.      Pertimbangan atau penjelasan tentang karya sastra serta prinsip-prinsip terpenting tentang karya sastra tersebut kepada penikmat yang kurang dapat memahaminya.
2.      Menerangkan seni imajinatif sehingga mampu memberi jawaban terhadap hal-hal yang dipertanyakan pembaca.
3.      Membuatkan aturan-aturan untuk para pengarang dan mengatur selera pembaca.
4.      Menginterpretasikan suatu karya sastra terhadap pembaca yang tidak mampu memberikan apresiasi.
5.      Memberikan keputusan atau pertimbangan dengan ukuran penilaian yang telah ditetapakn.
6.      Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan dasar-dasar seni yang baik.

C.     FUNGSI KRITIK SASTRA
Seorang pengritik dalam merenung dan menimbang  tidak hanya berdialok dengan buku teteapi berdialok dengan diri sendir. Dengan begitu dia tidak hanya bersikap kritis terhadap karya sastra yang dibacakanya atau yang sedang dipahaminya, tetapi jaga bersikap kritis terhadap dirinya sendiri, terhadap perasan, selera, hati, dan pengalamannya sendiri. Adapun fungsi dari kritik sastra itu adalah sebagai berikut:
1.      Untuk pembinaan dan pengembangan sastra : memelihara serta menyelamatkan karya sastra, serta mengembngakan  pengalaman manusiawi yang berujud sebagai karya seni. Kemudian menjadikan sebagai suatu proses perkembnagan struktur yang bermakna.
2.      Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi seni : membina tradisi kebudayaan, membentuk suatu tempat berpijak cita rasa yang benar, melatih kesadaran, dan secara sadar pula mengarahkan pembaca kepada pembinaan pengertian tentang makna dan nilai kehidupan.
3.      Untuk menunjang ilmu sastra : kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, teknik penceritaan, dan sebagainya. Dengan demikian dapat memberi sumbangan terhadap kepada para ahli sastre dalam mengembangkan teori sastra.
Agar kritik sastra dapat memenuhi dan menjalankan fungsinya dengan baik dituntut beberapa persyaratan, antara lain sebagai berikut :
1.      Kritikus dengan karyanya harus berupaya membangun dan menaikan taraf kehidupan sastra
2.      Melakukan kritik secara objektif tanpa prasangka, dan dengan jujur dapat mengatakan yang baik itu baik dan yang kurang itu kurang.
3.      Mampu memperbaiki cara berfikir, cara hidup, dan cara bekerja para sastrawan sebab hal itu memberi pengaruh terhadap hasil karyanya.
4.      Dapat menyesuaikan diri dengan lingkup kebudayaan dan tata nilai yang berlak, dan memiliki rasa cinta dan rasa tanggung jawab yang mendalam terhadap pembinaan kebudayaan dan nilai yang benar.
5.      Dapat membinbing pembaca berfikir kritis dapat menaikan kemampuan apresiasi masyarat terhadap sastra

D.    PENGERTIAN NOVEL
Novel merupakan bentuk karya sastra yang memiliki unsure intrinsic yang meliputi tema, alur, penokohan, latar seting, pusat pengisahan, dan gaya bahasa ( Lubis, 1981:23 ), sedangkan menurut Tarigan (1985:164) novel iayalah cerita prosa dan fiktif yang dilukiskan para tokoh cerita,gerak serta adegan kehidupan nyata yang mewakili dalam suatu ururan peristiwa. Selanjudnya Suyitno(1986:35) menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa latin “novelus“ yang berarti baru. Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi suatu buku atau lebih yang mengarah pada kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Hal ini sangat bertentangan dengan pendapat welek dan werren (1993:282) yang menyatakan bahwa novel adalah gambaran dari perilaku dan kehidupan nyata dari zaman saat novel itu ditulis.

E.     TEORI DAN KRITIK SASTRA OBJEKTIF ( STRUKTURAL )
1.      Sejarah perkembangan dan tokoh-tokoh
Munculnya minat para pakar sastra untuk meneliti karya sastra sebgai suatu sruktur dimulai sejak Ferdinand de Saussure, seorang sarjana bangsa Swiss, memperkenalkan teori sruktural dibidang linguistik pada awal abad ke-20. Ferdinan de Saussure adalah tokoh linguistik yang enghilhami munculnya teori struktural dalam berbagai bidang ilmu : bahasa, antropologi, sastra dan lain-lain.
Dalam bidang sastra perintis ke arah struktural adalah yang dilakukan oleh pakar formalis di Rusia. Aliran formalis yang muncul diRusia pada mulanya adalah kelompok ahli bahasa yang berkubu di Leningrad dan Moskwa. Mereka adalah kelompok yang tidak puas terhadap kerja kaum positivisme yangmeneliti karya sastra sebagai pandangan hidup Luxembung ( dalam Eriani, 2005: 54 ). Kaum positifisme berangapan bahwa ada hubungan kualitas antara kehidupan antara seseorang pengarang, sesuatu dapat diterangkan apabila sebab dapat dilacak kembali (orientasi sejarah), dan sastra dapat ditentukan secara tuntas dengan menelusuri kembali sejarah terjadinya, riwayat hidup pengarang, kejadian geokrafik, dan meliputi masa perkembanganya.
Angapan itu tidak disetujui oleh pakar formalis yang semua itu bukan merupakan karya sastra tetapi diluar karya sastra. Mereka mengiginkan agar diteliti sebagi sesuatu yang mempuyai struktur sendiri. Pekerjaan kaum positifisme bukan merupakan kritik penelitian sastra  tetapi penelitiaan masalah-masalah sosio-budaya yang memanfaatkan karya sastra sebagai sumber. Adapun alasan yang mendorong lahirnya aliran foormalis ini adalah perkembngan bahasa yang dibawa oleh Ferdinan, bahwa penelitian ini adalah abitrer ( makna kata ), suatu kata bermakna dalam konteknya dengan yang lain. Jadi arah penelitian kaum formalis iyalah masalah teks, dan juga mengakibatkan munculnya aliran formalisme adalah perkembangan oenelitian folk lore.
Perkembangan formalisme berlangsung dua tahap tahap pertama pada tahu 1915 sampai dengan 1930. Adapun tokoh-tokoh yang terkanal saat itu adalah Roman jakobson, Victor Shklovsky, dan Eichembaum. Perkembngan tahap kedua adalah pada tahun 60-an munculnya karya-karyaTodorov, Erlick, Striedter. Hal itu terjadi karya-karya mereka disebar kedunia barat yang lebih terbuka adapun bahasa yang diginakan adalah bahasa Rusia.
2.      Kerangka teori objaktif
Para ahli mengembankan teori-teori baru diantarnya teori itu adalah  pasca struturalisme di Amerika dan strukturalisme genetik di Perancis. Pasca strukturalisme dikembangkan oleh Paul de Man dan J.Hill Miler di Universitas Yale. Mereka berpendapat bahwa karya sastra  pada umumnya tidak mencerminkan kenyataan, tetapi membngaun dan menciptakan kenyataan. Disamping itu mereka juga berpendapat bahwa sebuah teks adalah sebuaah jaringan yang terdiri atas berbagai teks yang mendahuluinya ( Teeuw dalam Eriyani, 2005: 58 ).
Disamping pasca strukturalisme di Perancis dikembnagkan pula strukturalisme genetik oleh Lucien Goldmann. Pandangan goldman terhadap karya sastra dari segi otonomi sama dengan strukturalis. Akan tetapi itu terbatas dari materi karya. Sedangkan makna karya sastra mesti dilihat dengan menghubungkan dengan keadaan sosial yang mengelilingi karya itu. Teori ini disebut genetik karena penganutnya berusaha mencari asal-usul yang menyebebkan munculnya karya sastra didalam masyarakat.

3.      Kerangka kritik objektif
Dalam melakukan kritikan terhadap karya satra para strukturalis menggunakan metode yang berbeda-beda , akan tetapi berlandaskan prinsip-prinsip yang sama. Adapun prinsip pendekatan struktural yaitu:
1.      Kritikan berpusat pada karya sastra semata, karya satra dianggap sebagai suatu yang otonom yang terlepas dari dunia lain, karya sastra mempunyai dunia sendiri.
2.      Karay sastra mempuyai komponen-komponen, komponen-komponen itu membangun sebuah kesatuan yng utuh dan lengkap. Komponen karya sastra adalah segala unsur yang membentuknya.
3.      Penganalisisan karya sasstra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastrayang bersama-sama menghasil kan makna yang menyeluruh.
4.      Membhasas unsur-unsur secara terpisah yang melihat hubungan antar unsur-unsur itu.
5.      Karya yang baik adalah karya memiliki keharmonisan antara bentuk dan isi.
4.      Metode atau cara dalam kritik objaktif ada dua yaitu :
1.      Kritik objaktif berpola
Sebelum melakukan kritikan, kritikus terlebuh dahulu menentukan apa yang mereka cari. Apa yang dicari tersebut tentuklah ciri-ciri dari unsur-unsur yang membangun karya sastra. Dengan kata lain kritikus membuat foormula terlebih dahulu. Pola-pola yang dimaksud adalah :
A.    Karya sastra naratif ( prosa )
Karya sastra naratif atau prosa tercangkup novel, cerpen, walaupun teedapat istilah roman. Namun roman tersebut termasuk kedalam novel. Struktur atau unsur yang membanggun karya sastra naratif yang berbentuk prosa adalah :
a.       Plot atau alur adalah komonukasi yang dibuet pembaca mengnai sebuah deretan peristiwa yang secara logik maupun secara kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau yang dilakukan oleh pelaku Luxembunrg ( dalam Eriyani, 2005: 60 ). Menurut Semi ( 1988:42 ) plot adalah struktur rangkaiyan kejadian dalam cerita yang disusun interelasi yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan. Jadi alur atau plot adalah jalan cerita atau rangakaitan peristiwa yang membentuk jalan cerita. Secara umum alur dibedakan dua yaitu: alur tradisional dan alur konvensional. Alur tradisional adalah alur yang menderetkan rangkaiyan peristiwa mulai dari pengenalan, peristiwa mulai bergerak, menuju puncak, dipuncak dan akhirnya penyelesaiyan. Sedanngkan alur konvesianal adalah alur yang tidak terikat kepada sistem penderetan peristiwa.
Fungsi alur adalah agar cerita terasa sebagai cerita yang berkesinambungan dan mempunyai kaitan yang erat antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lainya.
b.      Penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang mengambarkan dan mengembangkan watak-watak tokoh dalam cerita. Cara menentukan penokohan dalam cerita ada dua secara analitik dan secara dramatik. Secara analitik yaitu pengarang lansung mencerritakan dan memperkenalkan tokoh, sedangkan secara dramatik yaitu pengarang menceritakan  atau memperkenalkan tokoh secara tidak lansung melalui gambaran fisik, pembiraan dan tindkan tokoh ( Semi, 1988:36-37 ).
c.       Latar atau setting adalah tempat atau suasana lingkungan yang mewarnai peristiwa yang mencangkup lokasi peristiwa, suasana lokasi, sosial budaya setempat ( Eriyani,2005: 65 ). Menurut Semi (1988: 46 ) latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Jadi berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan latar yaitu merupakan suatu unsur tempat, waktu damn keadaan yang menyababkan peristiwa itu terjadi. Latar dikategorikan kedalam tiga golongan yaitu: latar waktu, latar tempat, latar sosial.
d.      Gaya bahasa adalah masalah penggunaan bahasa dalam mengungkapakan ide atau tama yang diajukan dalam karya sastra ( Eriyani,2005: 63 ), menurut Semi ( 1988:47 ) gaya bahasa yang dimaksut adalah tingkah laku pengarang dalam mengunakan bahasa.
B.     Karya sastara non-naratif ( puisi )
Unsur yang membangun sebuah puisi adalah:
1.      Bait dan baris adalah unsur formal dalam sebuah puisi
2.      Unsure musikalitas adalah unsure yang berkaitan dengan masalah bunyi, irama, persajakan.
3.      Hubungan antara kesatuan dalam puisi adalah bagaimana hubungan antara satu kesatuan dengan kesatuan yang lain.
4.      Bahasa pisi adalah masalah ketatabahasaan,masalah majas, masalah citraan, dan sarana retorika.
5.      Struktur penceritaan puisi adalah monolok, dialok, dan naratif.
6.      Suasana puisi adalah perasaan yang ditampilkan dalam puisi baik itu optimis, pesimis, yang bersifat pribadi, masalah social, pengharapan atau melankolik, realitas, absurd ( Eriyani dalam Umar junus, 2005: 64-65).
7.      Makna puisi adalah upaya untuk merebut dan member makna terhadap puisi.
C.     Drama
Dalam drama hamper sama dengan pola-pola karya naratif, akan tetapi ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu :
1.      Dialog, jalan cerita atau alur ditentukan oleh dialog jadi peranan dialog sangat penting dalam drama.
2.      Konflik, masalah yang ada dalam drama adalah masalah yang luar biasa.
 







BAB III
PEMBAHASAN
A.    SINOPSIS NOVEL
Cerita novel ini mengisahkan satu dari tujuh mahasiswa yang bernama Zulaikha yang melaksanaka KKN di desa Telagasari. Telagasari sebuah desa kecil, terpencil dan diselimuti huta belantara. Ketenangan dan kedamaiyan menjadi denyut nadinya. Keramahan dan ketulusan menyamaikan jiwa yang luhur. Semangatnya adalah kebersamaan, nafasnya adalah kerukunan, ruhnya adalah kebenaran, bajunya adalah kesederhanaan, jubahnya adalah kepasrahan dan sahabatnya adalah kesabaran. Dengan itu semau Telagasari adalah desa amat menarik untuk dibicarakan, ditelusuri, dan dipelajari. Bukan itu saja yang membuat Telagasari menjadi indah dan menarik, takdirlah yang telah memintal dan menyulam benag-benangnaya. Sehingga menetaplah ditelagasari keluarga yang hanya terdiri dari ayah dan putranya. Mereka tinggal disebuah rumah tua yang terbuat dari papan, sedangkan sebagian yang lain terbuat dari bambu. Atapnya kusam walaupun terlihat kokoh, tiangnya pundemikiyan. Dibagian belakang beratap genteng yang sebagian telah retak. Sungguhpun demikian dari gubuk itulah terpancar cahaya terng yang terangnya mengalahkan metahari. Cahaya itu memancar dari wajah pemuda yang bernama Yusuf dan ayahnya bernama Yaqup.
Semenjak umur 6 tahun Yusuf sudah ditinggalkan ibunya, Yaqup sang ayah sekligus ibu baginya. Tatkala Yaqup memerankan diri sebagai ayah diajarinya Yusuf bagaimana menjadi laki-laki. Dan tatkala Yaqup memerankan diri sebagai ibu diajarinya Yusuf apa arti dan ujud cinta kasih dan kelembutan. Yaqup ingin Yusuf mencintai Al Quran sejak kecil. Ingin Al Quran menjadi cahaya bagi kehidupan Yusuf, ingi pula agar sholat menjadi pengharapannya kepada Allah, ingin pula agar puasa menjadi cara mencintai Allah. Semua bentuk pengajaran ini mampu diterima Yusuf dengan baik, semakin bertambah umur, semakin terbitlah cahaya dalam dirinya, wajahnya yang bercahaya semakin terang karena cahaya dalam hatinya, ketampanan wajahnya tak ada bandingnya diTelagasari. Ahlaknya yang mulia mampu mempertautkan semua cinta untuk mencintainya. Kelembutan kata dan kesopanannya mampu membuat malu para gadis karena kalah akan kelembutan dan kesopanannya. Dengan cahaya yang merona diwajah Yusuf, dengan kebaikan budi itulah siapa yanag memendangnya akan terpesona.
Pada suatu malam ada pertemuan antara muda mudi telagasari dengan mahasiswa. Sahabat Yusuf yang bernama Umar memperkenalkan Yusuf  kepada salah satu mahasiswi uyang benama Zulaikha. Pertemuan itulah yang membuat Zulaikha tertarik pada Yusuf dan hal itu jaga dialami oleh teman-teman Zulaikha yang benama Intan, Dewi dan Rindu. Setiap hari mereka menginjunggi rukmah Yusuf, hanya Zulaikhalah yang tidak pernah sekalipun ikut kerumah Yusuf. Hal ini membuat Zulaikha cemburu opalagi saat suatu hari sahabat-sahabat Zulaikha mencari Yusuf samapai kehutan. Hal ini menyebebkan pertikaiyan antara Yusuf dengan Zulaikha. Sampai-sampai Zulaikah tidak mau bertemu dengan Yusuf meskipun sudah dibujuk oleh sahabat-sahabatnya dan juaga umar untuk memaafkan kesalahan Yusuf.
Pada akhirnya tibalah saat perpisahan antara mahasiswa dengan penduduk Telagasari karena tugas dan kegiatan sudah terlaksana. Hingga malam perpisahan Yusuf belum juga mendaapatkan kata maaf dari Zulaikah, dan Yusuf pun memutuskan untuk menulis surat yang akan mewakili dirinya dihadapan Zulaikha.
Pagi harinya perpisahan itu benar-banar terjadi, ruas jalan sudah didesaki orang-orang kampung, mereka berdiri berjajar dari rumah kepala desa hingga ujung jalan desa untuk mengucapkan salam perpisahan kepada mahasiswa yang akan meningalkan desa telagasari. Diantara kerumunan itu hanya Yusuf yang tidak ada disana. Yusuf menunggu Zulaikha dan para sahabatnya ditepi sungai untuk memberikan surat permintaan maaf itu kepada Zulaikha. Zulaikah pun akahirnya memaafkan Yusuf dan menerima surat Yusuf. Mereka segera menyeberangi sungagai, Yusuf melepas mereka dengan tatapan bahagia dengan hati berbunga-bunga.
Lima belas hari Zulaikha dan teman-temannya meninggalkan telagasari. Zulaikha tidak bisa melupakan Yusuf, berulang kali sarat dibacanya. Rindu dan cintanya selalu mendorong Zulaikha menulis surat untuk Yusuf. Surat-surat Zulikha untuk Yusuf tidak ada satupun yang dibalas. Hal ini membuat Zulaikha bertanya-tanya apakah cintanya diterima Yusuf atau malah membuat Yusuf marah kepadanya kerena lancang berani menulis surat.
Warga telaga sari digemparkan oleh kabar surat cinta Zulaikha untuk Yusuf. Kabar itu jaga sampai pada seorang gadis telagasari yang sangat mencintai Yusuf bernama Atikah. Ia marah atas Zulaikha dan menumbuhkan kebencian yang dalam pada Zulaikha, Atikah di bantu ibunya menyusun cara untuk mendapatkancinta Yusuf, kabar cinta Atikah pada Yusuf juga didengar oleh waraga telagasari.
Atikah biasa memakai jilbab, malam itu melepas jilbabnya dan memakai baju yang sangat tidak pantas dipakai oleh wanita muslimah. Dengan gaya seperti itu Atikah mendatangi rumaah Yusuf untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar. Hal ini membuat Yusuf marah besar dan menolak mentah-mentah ajakan Atikah. Yusuf  mengatakan “seandainya sebilah keris ditncapkan didadaku, itu lebih baik dari pada memenuhi permintaanmu”. Atikah meninggalkan rumah Yusuf dengan membawa tangis dan dendam. Mendpat perlakuaan Yusuf, ibu Atikah tidak bisa menerimanya. Fitnah tentang Yusuf segera beredar dan warga disuruh mengusir Yusuf dari desa telagasari. Mendapat fitnah dan perlakuan yang menyakitkan dari warga, Yusuf tidak tahan, Yusuf memutuskan meninggal desa menuju kota.
Sementara Zulaikha berhari-hari menunggu surat dari Yusuf yang tidak kunjung datang. Hingga Zulaikha jatuh sakit karena rindu yang tidak tetahan. Melihat keadaan anaknya. Ayah Zulaikha panik dan akhirnya mengizinkan Zulaikha pergi ke telagasari untuk bertemu Yusuf.
Kedatangan Zulaikha disambut senang oleh Atikah dan ibunya, baginya ia bisa melepaskan dendam dan sakit hatinya pada Yusuf. Sementara Yusuf yang dicari Zulaikha tidak ditemukan karena Yusuf telah meninggal telagasari. Niat jahat Atikah dan ibunya segera terbaca oleh Umar sahabat Yusuf, maka Umar mencari siasat untuk mengelabui keduanya dengan berpura-pura mencintai Zulaikha.
Setelah empat bulan kepergian Zulaikha menuju telagasari, di kota ayah Zulaikha bertemu dengan Yusuf di mesjud yang menjadi tempat tinggal sementaranya. Ayah Zulaikha meminta Yusuf untuk tinggal dirumanya saja. Saat itulah baru disadari oleh Yusuf jika ternyata rumah yang ditempai adalah rumah orang tua Zulaikha dan begitu pula orang tua Zulaikha juga baru menyadari jika ternyata pemuda yang tinggal dirumahnya adalah Yusuf, pemuda yang sangat cintai Zulaikha anaknya.
Di Telagasari warga digemparkan oleh kabar Umar sahabat Yusuf menjalain cinta dengan Zulaikha akan segera dilamar oleh Umar. Mendengar kabar itu pak Yaqup sanagat sedih, maka ia segera menyusul Yusuf dikota supaya tidak kembali ketelagasari. Namun, yusuf dan Ayah berselisih jalan. Yusuf sedang menuju ke telagasari bersama-sama sahabat-sahabat Zulaikha untuk menjemput Zulaikha atas izin ayah Zulaikha.
Hal yang tidak dihapkan terjadi, Yusuf mengetahui bahwa Umar telah merebut pukaan hatinya. Dengan hati sedih Yusuf menemui ayahnya akan tetapi sang ayah pun tidak ada dirumah. Dari salah satu warga memberitahu Yusuf bahwa ayahnya pergi ke kota.
Yusuf memutuskan untuk pergi kekota untuk mencari sang ayah. Sampai dikota sang ayah tidak juga ditemukan. Berdasarkaninformasi dari shabatnya, ternyata ayah Yusuf berada dikantor polisi karena kasus penondongan.
Acara pertunangan dimulai. Ayah umar mempersilahkan umar untuk berbicara dihadapan Yusuf, yahnya dan para tamu. Uamar segera menyampaikan apa yang sebernya terjadi bahwa kabar tentang percintaannya dengan Zulaikha itu tidak benar, semua itu dilakukan untuk mengelabui Atikah dan ibunya yang bermaksud membelas sakit hatinya pada yusuf  melalui Zulaikha dengan berpura-pura mencintai Zulaikha.
Umar meminta Yusuf yang melamar Zulaikha dan mengatakan bahwa yang berhak atas cinta Zulaikha adalah Yusuf bukan dirinya. Mendengar itu semua para tamu, sahabat-sahabat Yusuf dan juga Zulaikha pun senang. Negitu pula yang dirasakan Zulaikha dan Yusuf, cinta yang selama ini penuh rintangan akhirnya atas izin Allah Swt di pertemukan.
Diluar rumah angin bertiyup sepoi-sepoi, menandakan kebahagian dan kegembiraan karena kesedihan berakhir dengan kebahagiaan.
B.     ALUR
Alur merupakan jalan cerita atau rangkaiyan peristiwa yang berbentuk jaln cerita. Alur sangat penting dalam karya sastra karena disisni dituntut kemampuan pengarang mencipatakan rangkaian peristiwa yang dapat membuat pembaca merasakan yang dapat membuat pembaca merasakan ikut larut dalam cerita.
Novel “Kitap Cinta Yusuf Zulaikha“ karya Taufiqurrahman AL Azizy mengunakan alur maju yang terdiri dari empat tahapan akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Tahap perkenalan (Eksposisi)
Telagasari adalah sebuah desa kecil yang menjadi tempat mahasiswa mwlakukan KKN yaitu zulaikha dan teman-teman (Hal.3). Ditelagasari, dari sebuah gubuk terbit cahaya terang, yang terangnya mengalahkan cahaya matahari. Digubuk itu hidup keluarga yang hanya terdiri dari anak dan ayahnya yaitu yusuf dan pak yakup (Hal.14)
2.      Tahap peristiwa mulai bergerak
Perseteruan antara zulaikha dengan sahabatnya Intan, Dewi, dan Rindu tentang Yusuf di rumah kepala desa yang menjadi tempat tinggal mahasiswa KKN. Berikut kutipanya
“ Yusuf tadi bertanyakepada kami: kenapa tak sekalipun Zulaikha dating kerumahku? Apakah rumahku terlalu buruk baginya? Apa dimatanya aku dan ayahku tidak terlalu berhaga untuk didatangi gadis seperti dia? Apakah menjadi watak zulaikha yang memilih-milih mana yamg dijadikan sahabat dan mana yang bukan? Apakah pemuda miskin dan tinggal dipelosok dan dekat hutan seperti aku ini demikian rendah derajatnya dihadapan zilaikha? Ah, sahabatku seharusnya engkau pergi kerumah yusuf walau hanya sekali, agar tidak salah pengertian seperti ini. Apa salahnya sih main kerumahnya?” (Hal.106-112)
3.      Klimak atau puncak cerita
Besok harinya jam 08.30. zulaikha meminta izin pada ayahnya pergi ketelagasari untuk menemui yusuf (Hal.354-362)

4.      Tahap anti klimak
membuka rahasia yang selama ini disimpanya tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Selama ini ia hanya berpura-pura mencintai zulaikha untuk mengelabui atikah dan ibunya dan meminta yusuf yang melamar zulaikha. (Hal.493-501)
C.    PENOKOHAN
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak-watak tokoh dalam cerita. Cara menentukan penokohan dalam karya sastra ada dua secara analitik dan secara dramatik. Secara analitik pengarang lansung mencritakan dan memperkenalkan tokohnya. Sedangkan secara dramatik yaitu pengarang memperkenalkan tokohnya secara tidak langsung mulai penggambaran fisik, pembicaraan dan tindakan tokoh.
Dalam novel “Kitap Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al Azizy, karakter tokoh digambarkan secara analitik dan dramatik. Hal tersebut tergambar pada uraiyan berikut ini
1.      Secara analitik
Berikut kutipan yang menggambarkan pengambaran tokoh secara analitik:
Tokoh  Yusuf : “sungguhpun demikiaan, dati gubuk tua inilah terbit cahaya terang, yang terangnya mengalahkan cahaya matahari sebab cahaya itu yang memancar dari wajah yusuf  (Hal.15).

Tokoh Zulaikha: “ sesunggushnya sedang kesal pada ketiga sahabatnya, tadi dia sempat melirik wajah mereka dan endapati wajah senang dan bahagia. Sungguh api cemburu mulai membakarnya(Hal.48).

Tokoh Umar: “pemuda yang ramah, periyang, yang pandai berbicara dan pandai pula membujuk rayu. Dia pandai menyenangkan an merebut hati para gadis. Dia paham bagaimana harus berbicara dengan seorang gadis, dia adalah gudang kata-kata yang indah, menarik dan mempesona. Sekali membentang jaring cinta, maka sangat sulit bagi gadis manapun untuk tidak terjaring dalam cintanya (Hal.35)

2.      Secara dramatik
Berikut kutipan yanng menggambarkan penggambaraan tokoh yusuf sacara dramatik  : “ walau miskin tapi gagah, tampan, kuat, kokoh, berotot, kekar (Hal.49)
“saudara ini demikian tampan. Kulit saudara demikian halus. Apakah saudara tidak malu bekerja seperti ini?” (Hal.49)
Dalam penganalisisan penokohan novel “Kitap Cinta Yusuf  Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al Azizy. Karakter tokoh yang ditemukan antara lain:
a.       Tokoh prontagonis
1.      Yusuf (tokoh utama)
Akhlak yang baik dan tutur kata yang sopan dan juga lembut (Hal.21)
2.      Zulaikha (tokoh utama)
Zulaikha gadis kota yang kecantikannya setinggi langit (Hal.69)
3.      Umar
Tidak sombong. Terkadang tak segan-segan umar membantu yusuf mencari rumput untuk santapan tiga sapi yusuf. Tak segan-segan pula mencari kayu bakar, memotong rumput di halaman dan menyimpan bunga di tempat yang sama.
4.      Yaqup
Tabah. “yaqup pun pasrah dengan kehendak waktu, pengharapan semoga Allah yang bisa menghibur rasa kehilangan itu.
5.      Dewi
Pemberani. Dewi yang memiliki sisa-sisa keberanian, dia mencari ranting untuk menakuti kawanan kera itu. Dia tidak menagis” (Hal.85)



6.      Intan
Cantik. Dikali ketiga pertemuannya, rindu mengajak iantan, dewi. Tom pun berkenalan dengan kedua gadis itu. Hatinya memuji “bidadari memang bersabat dengan bidadari” (Hal.328)

b.      Tokoh antagonis
1.      Atikah
Iri dan pencemburu. “Ia tidak ingin melihat yusuf dan zulaikha saling mencintai”
2.      Ibu atikah
Penyeber fitnah “semalaman dia melukai perasaan anakku. Tidak hanya itu, dia mencoba merayu anakku. Dia ingin memporkosa anakku…!”
3.      Tom
Kaya. Cara duduknya pun mengesankan dia pemuda yang menjunjung tinggi tradisi orang-orang kaya dan para pengusaha (Hal.324)
Untuk lebih jelasnya mengenai karakter tokoh dalam novel ini dapat di lihat di lihat ditabel identifikasi yang dilampirkan.
D. LATAR
Berdasarkan identifikasi latar pada novel “Kitab Cinta Yusuf Zulaikha” adapun latar yang ditemukan antara lain:
a.       Larat tempat
Latar pada novel ini hanya berada pada dua tempat yaitu didesa Telagasari dan dikota Jakarta. Peristiwa yang menunjukan latar tempat didesa Telagasari antara lain
1.      Dirumah yusuf (Hal.42)
2.      Dirumah kepala desa (Hal.127)
3.      Dihutan (Hal.45)
4.      Disunggai (Hal.141)
5.      Dibalai desa (Hal.127)
Peristiwa yang menunjukan latar dikota Jakarta antara lain
1.      Dirumah Zulaikha (Hal. 195)
2.      Kampus (Hal.203)
3.      Direstoran (Hal.328)
4.      Dikantor (Hal.346)
5.      Dimasjid (Hal.368)
6.      Ditanah lapang(Hal.373)
7.      Dikantor polisi (Hal.483)
b.      Latar waktu
Latar waktu dalam novel ini antara lain
1.      Pukul 10.20 (Hal. 137)
2.      Malam hari (Hal.166)
3.      Pukul 08.30 (Hal.182)
4.      Pukul 09.17 (Hal.183-188)
5.      Pukul 09.30 (Hal.214)
6.      Malam hari (Hal.218
c.       Latar sosial
Berdasrkan indentifikasi latar sosial novel “ Kitap Cinta Yusuf Zulaikha”, latar sosial yang tergambar adalah
1.      Budaya
Budaya yang tercermindalam novel ini adalah budaya masyarakat desa dan budaya masyarat kota.
2.      Ekonomi
Ekonomi yang tergambar dalam novel ini adalah
-          Ekonomi menengah keatas
Hal ini tercermin pada kondisi keluarga Zulaikha. Sesuai dengan kutipan ini “enkau kubesarakan dengan kedua tanganku. Engkau hidup ditengah kekayaan” (Hal.361)


-          Ekonomi menengah kebawah
Hal ini tercermi pada kondisi keluarga Yusuf, sesuai dengan kutipan ini “mereka tinggal disebush rumah tua, rumah paling ujung yang paling dekat dengan hutan. Sebagian dinding rumah yakni bagian bawah terbuat dari papan, sedangkan sebagian yang lain, bagian atas terbuat dari anyaman bambu” (Hal.14)
-          Pendidikan
Pendidikan yang ada dalam tokoh ini sebagian dari kalangan berpendidikan tinggi. Seperti zulaikha, intan, dewi, rindu, doni, diky, raka sebagai mahasiswa (hal.33) dan umar sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi negri (hal. 24).
Sedangkan yusuf dalam hal ini sebagai tokoh yang berpendidikan menengsh ysitu alumni SMA (hal.168)
-          Agama
Kehidupan agama yang tergambar dalam novel ini secara umum menggambarkan kehidupan masyarakat yang beragama islam. Hal ini esuai dengan agama yang dianut oleh tokoh. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut “Yaqup tak pernah lupa memberikan pengajaran pentingnya mencintai Allah Swt” (hal.19-22)
E.GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam sebuah karya fiksi. Gaya bahasa dalam karya fiksi antara lain terrbagi dalam beberapa macam yaitu
Kutipan gaya bahasa dalam novel ini diantaranya sebagai berikut :
1.      Majas
a.       Majas personifikasi
Majas personifikasi atau majas penginsanan adalah majas yang menerapkan sifat-sifat manusia pada benda yang tidak bernyawa. Majas ini sesuai dengan kutipan ini “bintang-bintang malam seakan-akan hanya memberikan senyumanya pada yusuf. Senyum yusuf membuat bulan memerah merona menahan malu” (hal.15)
b.      Majas simile (perumpamaan)
Majas simile atau perumpamaan adalah pernyataan yang berisi perbandingan antara dua hal yang pada hakikatnya berlainan tetapi sengaja dianggab sama. Majas ini sesuai dengan kutipan ini “Yusuf tumbuh bagai cemara yang kokoh, yang memiliki otot-otot harimau, dengan sorotan mata teduh dan tajam laksana mata elang” (hal.19)
c.       Majas hiperbola
Majas hiperbola yaitu majas yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Kutipan kalimat yang menunjukan majas tersebut diantarantya “dia adalah bintang yang paling terang diantara bintang-bintang yang lain. Jika malam berselimutkan kegelapan, cukuplah wajah yusuf yang akan menerangi bumi, bahkan mataharisiang meminta bantuan wajah yusuf untuk memberikan cahaya kepada bumi” (hal.23)
d.      Sarkasme
Sarkasme adalah ungkapan bahasa yang berisikan sindiran atau unkapan yang kasar. Ungkapan tersebut sesuai dengan kutipan ini “usir saja yusuf dari desa kita, pemuda bejat itu tidak pantas untuk hidup di desa ini!!” (hal.290)
e.       Kalimat retorika
Retorika adalah suatu kalimat pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban, kerna jawaban telah tersimpul dalam pertanyaan. Ungkapan tersebut sesuai dengan kutipan ini “katanya gadis kota itu gadis terdidik. Terdidik apa? Mana buktinya?! Terdidik untuk tidak tau malu seperti dia?! Yang telah mengungkapkan cintanya kepada pemuda yang sebelum pemuda itu mengungkapakanya?! Dasar gadis kota, tidak punya malu, tak tahu tata krama!!” (hal.242)


2.      Pilihan kata
Kata yang dipilih oleh pengarang diantaranya menggunakan kata-kat dalam beberapa bahasa, antara lain:
a.       Kata-kata dalam bahasa Jawa
-          Ndak. “Ah, Ndak apa-apa. Ayo masuk” ajaknya ramah.(hal.18)
-          Mas. Bener nih, Mas?” tanya Rindu (hal.43)
-          Pendopo. Dilihatnya umar tengah berbincang-bincang dengan para mahasiswa di pendopo yang memang dibangun terbuka”(hal.128)
-          Mbakyu . kalau mbakyu gak percaya, tanyakan sendiri pada atikah!”(hal.284)
-          Tho. “Lho, mas umar ini belum dengar tho?” (hal.287)
-          Duh gusti. Kemana kaki harus ku langkahkan? Duh Gusti..” (hal.366)
-          Lah wong. “ya mau gemana lagi? Lha wong kita gak tahu kejadiaanya kok!” (hal.235)
F.TEMA DAN AMANAT
Tema adalah karya sastra diartikan sebagai pokok permasalahan, masalh utama atau inti permasalahan yang dibicarakan dalam sebuah karya sastra. Tema dalam karya sastra masih bersifat netral, belum ada sikap dan kecendrungan utuk memihak. Menentukan tema dapat didasarkan pada:
-          Masalah apa yag sering muncul dalam cerita
-          Masalah yang menyebabkan terjadinya konflik atau pertentangan antar tokoh
-          Rumusan tema dalam bentuk kata atau frasa bukan kalimat.
Berdasarkan indentifikasi masalah dan peristiwa dalam novel “Kitap Cinta Yusuf Z ulaikha”, disimpulkan bahwa novel tersebut memiliki tema “Cinta”. Berikut ini kutipan yang mendukung kesimpulan tersebut:
Yusuf mendesah. Dia bertanya sendiri pada dirinya, “apakah aku memang harus memilih zulaikha? Haruskah aku tanamkan benih-benih cinta didada zulaikha?. “Duh, Allah. Eberi aku cobaan yang berat seprti ini. Walaupun aku tahu Engkau tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan hamba-hambaMu. Berikanlah cahaya dimana dengan aku dapat memutuskan langkah dan mengambil jalan yang sebaik-baiknya. Duh, Allah. Jagalah hatiku dari hawa nafsu. Selmatkanlah aku dari bencana cinta ini. Ya Allah, lindungilah jiwaku dari kehendak yang buruk” (Hal.278)
Sama halnya dengan Yusuf, Zulaikaha juga mengalami permasalahan yang sama. Seperti dalam kutipan ini:
Zulaikha tidak mau berkenalan dengan pemuda manapun, sebab dia merasa hal itu akan mengurangi cintanya dan kerinduannya pada yusuf. Jika hati adalah ruang maka ruang itu mutlakhanya untuk mencintai dan merindui Yusuf. Berkenalan dengan pemuda, siapapun dia sama dengan membuka ruang hatinya dan merelakan ruang itu dimasuki pemuda lain (hal.348)
Zulaikha menangis dikamarnya. Diatas sajadahnya, dia menumpahkan air mata hati menjerit menyebut asma-Nya.
“Duh Gusti, apa salahku terhadap ayah? Apakah beliau mengira aku akan berbahagia apabila diperkenalkan dengan pemuda-pemuda itu? Apakah ayah tidak bisa membaca perasaanku yang terluka ya Allah?”
“ya Allah, kemalangan apa yang tengah aku hadapi ini? Kerinduanku pada Yusuf semakin lama tidak semakin berkurang tapi kenapa Engkau coba aku melalui ayahku dengan keinginan-keinginan beliau agar aku mau berkenalandengan pemuda yang beliau bahwa?”
“Ya, Allah. Sadarkan ayahku, terangilah hati ayah dengan cahaya-Mu, agar beliau memahami perasaanku.(Hal.341)
Amanat dalam karya sastra adlah pemecahan atau jalan keluar masalah yang ditawarkan oleh pengarang terhadap masalah dalam karya sastra. Amanat merupakan pemecahan yang tergantung dalam tema. Apabila tema sudah ditentukan maka langkah selanjutnya adalah mencari jalan keluar dari persoalan yang terkandungdalam tema tersebut.
Amanat dalam karya sastra biasanya bersifat tersirat sehingga pembaca dituntut agar dapat menemukan amanat yang disampaikan pengarang. Amanat dalam sebuah cerita juga dapt berisi pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Untuk mempermudah menemukan amanat yang akan disampaikan pengarang dapat dilihat bagaimana hidup atau nasib tokoh utama akhir cerita. Apakah berakhir bahagia (happy ending) atau sebaliknya.
Dalam novel “Kitap Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al Azizy amanat yang disampaikan pengarang adalah cinta yang didasari kecitaan kepada Allah bukan cinta yang berlandaskan napsu akan mendatangkan kebahagian.
Dalam kerinduan dan penghambaan diri kepada Allah, cinta bukanlah sesuatu yang aneh, hina dan  rendah kedudukanya. Cinta adalah keniscayaan tidak ada yang salah dalam cinta laki-laki kepada perempuan atau cinta perempuan kepada laki-laki, selagi berjalan tidak bertentangan dengan arus kehidupan yang telah ditetapkanNya.
















BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Budi darma, dalam usahanya menggali jiwa manusia menggunakan struktur yang unik. Penyusunan struktur terlihat dengan apa yang biasanya dialami oleh penikmat sastra.
Keunikan dapat juga terlihat pada strukturalisme cara berfikir. Terutama dalam ktitik objektif (struktur) yang terdapat dalam novel “Kitap Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al Azizy, seperti keberdaan tokoh, alur, latar, gaya bahasa, tema dan amanat serta semua persoalan-persoalan yang mendukung keseluruhan novel secara fungsional :
1.      Alur : Alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur maju, karena dalam novel ini terdiri dari  empat tahap perisriwa yang pertama tahap perkenalan, yang kedua tahap peristiwa mulai bergerak, yang ketiga klimak atau puncak peristiwa, dan keempat tahap anti klimak
2.      Penokohan : dalam novel ini terdapat beberapa tokoh penting seperti Yusuf, Zulaikha, Umar, Atikah, Yaqup yang mana keberadaan tokoh ini sangat dipentingkan, walaupun terdapat tokoh-tokoh pendukung lainnya yang dapat diketahui baik secara analitik maupun secara dramatik.
3.      Latar : novel ini berlatar cerita disebuah desa yang sangat indah, ini targambar bagaimana pengarang mengambarkan desa ini disetiab cerita, membuat pembaca merasa dalam suasana pedesaan yang sangaat memukau, walaupun  diakhir cerita pengarang memasuki suasana kota.
4.      Gaya bahasa : gaya bahasa yang digunakan pengarang sangat menarik baik itu dari segi majas maupun pilihan kata yang digunakan pengarang, seperti bahasa jawa, dan bahasa kota (jakarta), terkadang pengarang juga memasukan bahasa-bahasa asing (b.Inggris) dan juga bahasa remaja (prokem). 
5.      Tema dan amanat : tema dalam novel ini adalah yang bertemakan cinta. Bagaimana perjuangan seorang wanita terhadap pujaan hatinya yang penuh rintangan. Dari tema inilah dan juga dengan alur cerita pengarang berhasil membuat pembaca penasaran akan akan akhir cerita atau kisah cinta antara Yusuf dan Zulaikha. Amanat yang disampaikan pengarang kepada pembaca adalah mengajarkan kepada pembaca tentang cinta yang didasari kecintaan kepada Allah bukan cinta yang berlandaskan nafsu, pengarang mencontohkan dalam ceritanya seperti tokoh Yusuf .
A.    SARAN-SARAN
Berdasarkan kajian kritik objektif (struktural), maka disarankan kepada pembaca untuk dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam karya sastra mengenai kritik objektif yang terdapat pada novel “Kitap Cinta Yusuf Zulaikha” karya Taufiqurrahman Al Azizy, dengan demikian nantinya diharapkan akan ada lagi penelitian mengenai kritik objektif yang lebih bervariasi dan kajiannya lebih mendalam.
Disarankan kepada pembaca hendaknya menyadari betapa pentingnya kajian kritik objektif ini, karena dengan kajian kritik objektif ini kita akan lebih mudah mengetahui kekurangan dan kelebihan sebuah novel.










DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Azizy, Taufiqurrahman. 2008. Kitab Cinta Yusuf Zulaikha. Jogjakarta: Diva press
2.      Eriyani, Elfa. 2006. Kumpulan Bacaan Teori Sastra. Bangko : STKIP YPM Bangko
3.      Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya
4.      Semi, Atar. 2005. Kritik sastra. Bandung: Angkasa Raya
5.      Tarigan, G, Hendri. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa
6.      Wellek Rene dan Austin Weren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar