Selasa, 30 November 2010

PEMAHAMAN KRITIK PRAGMATIK DALAM NOVEL LAFAZH-LAFAZH CINTA KARYA HADI S. KHULI oleh LILIS PURWANI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia. Sastra dilihat dari kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Dalam konteks kesenian, kesusastraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan seninya.
Adapun manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisahan, dan amanat yang dikomunikasikan kepada pembaca. Untuk menangkap ini, pembaca harus mampu mengapresiasikannya.
Berbicara mengenai sastra, maka tidak lepas dengan karya sastra yang disebut dengan novel. Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang sangat menarik untuk dikaji. Hal tersebut karena di dalam novel terdapat unsur-unsur intrinsik yang membawa pembaca berpetualang seolah-olah pembaca mengalami peristiwa yang ada di dalam cerita novel tersebut.

Pengkajian terhadap salah satu genre karya sastra tersebut adalah untuk mengungkapkan nilai estetis dari unsur-unsur pembangun karya sastra, yang meliputi unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik karya sastra tersebut. Diharapkan pula terhadap pembaca agar dapat menangkap amanat yang ada di dalamnya. Hal itu karena nilai-nilai amanat merupakan nilai-nilai universal yang berlaku di dalam masyarakat seperti nilai moral, etika, religi. Nilai-nilai amanat itu tercermin dalam tokoh cerita dan alur cerita. Novel memiliki banyak sekali manfaat, selain sebagai media penghibur, novel juga menggambarkan pola pikir suatu masyarakat, serta mewakili suatu kebudayaan masyarakat tertentu.
Novel selain untuk di nikmati juga untuk dipahami dan di manfaatkan oleh masyarakat. Dari sebuah novel dapat diambil banyak manfaat. Karya sastra (novel) menggambarkan pola pikir masyarakat, perubahan tingkah laku masyarakat, tata nilai dan bentuk kebudayaan lainnya. karya sastra merupakan potret dari segala aspek kehidupan masyarakat. Pengarang menyodorkan karya sastra sebagai alternatif untuk menghadapi permasalahan yang ada, mengingat karya satra erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa sastra diciptakan tidak dalam keadaan kekosongan budaya (Teeuw,1989:20)[1].
Novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli ini menceritakan tentang perjuangan seseorang bernama Wardah putri dari seorang Kiai ternama yaitu Kiai Sahal dan Nyai Badriyah pemilik Pondok Pesantren Darul Hikmah, Di mana Wardah yang pernah terjerembab ke jurang kelam penuh duri maksiat yakni pernah hamil di luar nikah, kemudian sadar akan kesalahannya dan bertobat, kemudian Wardah berdakwah di lembah prostitusi penuh kemaksiatan, kejahatan, dan kekufuran. Keberhasilan dakwahnya tersebut, membuat Wardah menemukan ketenangan batin dan lambat laun mulai melupakan masa lalunya yang berlumur dosa akibat salah langkah. Hingga akhirnya wardah menemukan seseorang yang mau menerima dia apa adanya, Irsyad.
Di ceritakan pula tentang Fatih yang belajar di Australia, serta terjadinya kisah cinta yang unik. Di mana Fatih dan Dian adalah sepasang kekasih namun dipisahkan oleh jarak karena Fatih sedang belajar di Australia, kemudian Haris yang mencintai Sifa namun di tolak oleh Sifa, karena Sifa diam-diam mencintai Fatih. Dian yang menganggap Sifa sebagai adiknya itu awalnya tidak mengetahui jika Sifa mencintai Fatih dan Sifa pun tidak tahu jika Dian adalah kekasih Fatih, sampai pada suatu hari Sifa bercerita kepada Dian tentang seseorang yang dicintainya itu,yaitu Fatih. Kemudian Dian menceritakannya kepada Fatih. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk tidak memberi tahu Sifa bahwa mereka sepasang kekasih demi kesehatan Sifa yang ternyata tanpa sepengetahuan Sifa, Dian mengetahui sesuatu yaitu penyakit Sifa, kanker otak. Sampai pada suatu sore ketika Sifa menumpang untuk membuat tugas di computer Dian, tanpa sepengetahuan Dian, Sifa membuka file-file milik Dian. Ketika Itu, Dian permisi meninggalkan Sifa seorang diri di kamar karena diajak oleh Pak Sasmita dekan Universitas Tunas Bangsa sekaligus ayahnya itu ke suatu tempat untuk membicarakan perihal keinginan Pak Sasmita untuk menikah lagi dengan Anis Fatmawati. Ketika pulang, Dian tidak mendapati Sifa dikamarnya. Kata Bik Nah, Sifa pergi sambil menangis. Dian mendapati komputernya masih menyala, Dian menyentuh tombol Space. Jantung Dian berdegup kencang, badannya gemetar. Di layar monitor, foto Fatih berdiri tersenyum, dan terpampang email-email Fatih.
Dalam satu waktu, Dian terantuk dua kali dengan batu yang sama-sama besar. Belum pulih hatinya mendapati ayahnya yang sedang jatuh cinta dan ingin menikah lagi, Dian disambut sebuah hentakan kenyataan bahwa Sifa telah mengetahui segalanya. Setelah kejadian itu Sifa jatuh pingsan, dan berlanjut dengan koma hingga akhirnya meninggal.
Seminggu setelah Sifa meninggal, rahasia tentang Sifa yang mencintai Fatih diketahui oleh Haris lewat surat yang ditulis Sifa untuk Dian yang sengaja dibuka Haris karena rasa ingin tahunya. Hingga akhirnya Haris menfitnah Fatih dan meneror Dian, dengan mengatakan kapada orang tua Sifa bahwa Fatih lah yang telah membunuh Sifa. Dikatakannya kepada orang tua Sifa bahwa Sifa patah hati cintanya telah ditolak oleh Fatih.
Sepulang dari Australia, Fatih mempersiapkan diri menyambut hari pernikahannya dengan Dian yang rencananya akan serempak dengan pernikahan Wardah dan Irsyad. Namun Dian mengalami strees. Begitu banyaknya masalah yang datang, akhirnya atas saran Mila dan Fatih agar bisa refresing, Dian mengikuti acara bakti social yang diadakan oleh teman-teman koas Panti Husada ke Kulon Progo tepatnya di panti asuhan Abul Yatama. Di sanalah Dian bertemu dengan Anis Fatmawati, wanita yang membuat ayahnya jatuh cinta dan ingin menikah. Setelah pertemuan itu akhirnya Dian mengijinkan ayahnya menikah lagi.
Hari yang dinanti tiba, akhirnya ijab kobul yang dilakukan bersama-sama antara Pak Sasmita dengan Anis Fatmawati, Wardah dengan Irsyad, dan Fatih dengan Dian berjalan dengan lancar. Bahkan Fatih dan Dian mendapat kado dari Sharon White gadis Eropa teman Fatih saat di Australia, yaitu voucher jalan-jalan ke Eropa selama 10 hari.
Setelah membaca novel ini, pembaca dapat mengambil pesan maupun amanat yang tersirat. Di mana tidak semua orang akan mampu tetap bertahan sebagai muslim dan muslimah yang teguh iman dan cintanya kepada Allah Swt. Di kala banyak sekali cobaan yang datang mendera. Apalagi harus hidup berdampingan dengan lembah prostitusi yang penuh kemaksiatan, kejahatan dan kekufuran. Buku ini sangat bagus untuk dibaca dan dijadikan koleksi.
Saat dinamika kehidupan menuntut kita untuk berpindah dari suatu suasana ke suasana yang lain, dari satu peran ke peran yang lain, dari satu kisah ke kisah yang lain terkadang membuat kita lelah baik fisik maupun psikis. Saatnya bagi jiwa mencari penyegaran untuk mendapatkan pencerahan. Tidak salah jika pembaca membaca novel Lafazh-Lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli ini. Sekilas melihat judulnya biasa saja, akan tetapi setelah membacanya, kita akan tersentuh dengan cerita yang dirangkai indah.
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “Pemahaman kritik pragmatik dalam Novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli”.
B. Rumusan masalah
. Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis dalam rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli dipandang dari pemahaman kritik pragmatik?”.
C.Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sastra.
2. Untuk memahami novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli.
3. Untuk timbulnya pemahaman baru.
A. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dalam Karya Ilmiah dengan judul “Pemahaman kritik pragmatik dalam Novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli” ini agar pemahaman kritik sastra ini dapat diketahui oleh masyarakat luas serta dapat diketahui oleh peneliti-peneliti berikutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Novel
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut dengan novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya “sebuah kisah, sepotong berita”.
Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan structural. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi tertentu dari naratif tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995:694) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Menurut penulis, novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang fiktif serta panjang dan menceritakan kisah kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan segala masalah yang dihadapinya.
B. Pengertian Sinopsis
Sinopsis adalah suatu bentuk tulisan atau cerita yang menyajikan kembali suatu karangan yang panjang dalam bentuk ringkasan dan ringkasan harus mencakup gagasan-gagasan penting yang diutarakan dalam tulisan aslinya. Sinopsis adalah ikhtisar karangan ilmiah yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar sinopsis itu, atau ringkasan atau abstraksi (KBBI, 1988: 845).
1. Bacalah naskah asli berulang kali sampai benar-benar diketahui maksud dan pandangan pengarang.
2. Pada saat membaca perlu digaris bawahi atau dicatat ide sentralnya (pokok pikiran, kalimat pokok/kalimat inti).
3. Kesampingkan dulu teks asli sesudah dicatat ide sentral atau hal-hal pokok yang telah diketahui, kemudian kembangkan catatan-catatan tersebut dengan bahasa sendiri.
4. Pergunakanlah kalimat-kalimat tunggal, bila memungkinkan hindari pemakaian kalimat majemuk atau mengulang kalimat, gunakan kalimat sederhana yang efektif.
5. Ringkaslah kalimat menjadi frase, dan frase menjadi kata.
6. Bila terdapat rangkaian ide atau gagasan dari beberapa alinea, maka ambilah ide sentralnya saja atau pokok pikiran dan kalimat pokok/intinya.
7. Buanglah beberapa alinea yang dapat diwakili dengan satu alinea saja, atau sebaliknya, dan pertahankan alinea yang memang harus dipertahankan.
8. Pertahankanlah kalimat yang tidak memungkinkan untuk disederhanakan, sehingga keaslian suara pengarang tetap dapat dipertahankan pula, yaitu kata kunci yang ada pada kalimat tersebut.
9. Buanglah seluruh kata tugas yang memungkinkan untuk dibuang, tetapi pertahankanlah susunan ide yang tersusun sesuai naskah aslinya.
C. Macam-macam Pendekatan Sastra
Menurut Wellek dan Warren (1962:75)[2], model biografis dianggap sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreativitas. Subjek kreator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan demikian secara relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Penelitian harus mencantumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto, bahkan wawancara langsung dengan pengarang. Karya sastra pada gilirannya identik dengan riwayat hidup, pernyataan-per-nyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi mensubordinasikan karya. Oleh karena itu, pendekatan biografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi.
Sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat di tempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata. Oleh karena itulah, seperti juga ilmuwan dari disiplin yang lain dalam mengungkapkan gejala-gejala sosial, pengarang juga dianggap perlu untuk mengadakan semacam 'penelitian' yang kemudian secara interpretatif imajinatif diangkat ke dalam karya seni. Oleh karena itu pula, dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif dibedakan tiga macam pengarang, yaitu:
a). pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung,
b). pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan kembali unsur-unsur penceritaan.
c). pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi. Meskipun demikian, proses kreativitas pada umumnya didasarkan atas gabungan di antara ketiga faktor tersebut.
Manusia, dan dengan sendirinya pengarang itu sendiri, adalah makhluk sosial. Meskipun sering ditolak, dalam kasus-kasus tertentu biografi masih bermanfaat. Dalam ilmu sastra, biogran pengarang, bukan curriculum vitae, membantu untuk memahami proses kreatif, genesis karya seni. Biografi memperluas sekaligus membatasi proses analisis. Dalam ilmu sosial, pada umumnya biografi dimanfaatkan dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta, membantu menjelaskan pikiran-pikiran seorang ahli, seperti: sistem ideologis, paradigma ilmiah, pandangan dunia, dan kerangka umum sosial budaya yang ada di sekitarnya.
Dikaitkan dengan pemahaman sosiologi ilmu pengetahuan (Berger dan Lukman, 1973:85—86)[3], pada dasarnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman yang berhasil tersimpan dalam kesadaran manusia. Biografi merupakan sedimentasi pengalaman-pengalaman masa lampau, baik personal, sebagai pengalaman individual, maupun kolektif, sebagai pengalaman intersubjektif, yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali. Tanpa sedimentasi, individu tidak dapat mengenali biografinya. Melalui sistem tanda, khususnya sistem tanda bahasa, sedimentasi pengetahuan ditransmisikan ke dalam aktivitas yang berbeda-beda. Moral, religi, karyaseni dalam berbagai bentuknya, dan sebagainya, merupakan hasil seleksi sedimentasi pengalaman masa lampau. Makin kaya dan beragam isisedimentasi yang berhasil untukdirekam, makin lengkaplah catatan biografi yang berhasil dilakukan.
Apabila analisis sosiologis berusaha memahami struktur biografi sebagai bagian integral subjek kreator dalam struktur sosial, analisis sastra secara otonom memahaminya sebagai gejala yang komplementer, pengarang sebagai depersonali-sasi. Sejak lahirnya Pema-haman sastra Indonesia adalah pemahaman menyeluruh ter-hadap aspek-aspek kebudayaan yang melatarbelakanginya. Cara penelitian ini dengan sendirinya sudah dimulai sejak lama, sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori strukturalisme.
Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Dikaitkan dengan proses pengumpulan data penelitian, pendekatan ekspresif lebih mudah dalam memanfaatkan data biografis di bandingkan dengan pendekatan biografi dalam memanfaatkan data pendekatan ekspresif. Pendekatan biografis pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang, oleh karena itulah, disebut sebagai data historiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi, sebagai data literer. Untuk menjelaskan hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca, dan karya sastra, Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat komponen utama, dengan empat pendekatan, yaitu: pendekatan ekspresif, mimetik, pragmatik, dan objektif. Pendekatan ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi biografis, tetapi bentuk- bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka wilayah studi ekspresif adalah diri penyair, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya.
Dikaitkan dengan dominasi ketaksadaran manusia seperti di singgung di atas, maka pendekatan ekspresif membuktikan bahwa aliran Romantik cenderung tertarik pada masa purba, masa lampau, dan masa primitif kehidupan manusia. Melalui indikator kondisi sosiokultural pengarang dan ciri-ciri kreativitas imajinatif karya sastra, maka pendekatan ekspresif dapat dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, dan feminisme dalam karya, baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi. Secara historis, sama dengan pendekatan biografis, pendekatan ekspresif dominan abad ke-19, pada zaman Romantik. Di Belanda dikenal melalui Angkatan 1880 (80-an), di Indonesia melalui Angkatan 1930 (30-an), yaitu Pujangga Ba-ru, yang dipelopori oleh Tatengkeng, Amir Hamzah, dan Sanusi Pane, dengan dominasi puisi lirik. Menurut Teeuw (1988:167 — 168) tradisi ini masih berlanjut hingga Sutardji Calzoum Bakhri, tidak terbatas pada cipta sastra tetapi juga pada kritik sastra. Dalam tradisi sastra Barat pendekatan ini pernah ku-rang mendapat perhatian, yaitu selama abad Pertengahan, sebagai akibat dominasi agama Kristen. Karya sastra semata- mata dianggap sebagai peniruan terhadap kebesaran Tuhan dengan konsekuensi manusia sebagai pencipta harus selalu berada di bawah Sang Pencipta.
Menurut Abrams (1976:8 - 9)[4] pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarah-nya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalarn-an, yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenya-taan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya seni berusahamenyucikan jiwa ma-nusia, sebagaikatharsis. Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri. Selama abad Pertengahan karya seni meniru alam dikait-kan dengan adanya dominasi agama Kristen, di mana kemam-puan manusia hanya berhasil untuk meneladani ciptaan Tuhan. Teori estetis ini tidak hanya ada di Barat tetapi juga di dunia Arab dan Indonesia.
Dalam khazanah sastra Indonesia, yaitu dalam puisi Jawa Kuno seni berfungsi untuk meniru keindahan alam. Dalam bentuk yang berbeda, yaitu abad ke-18, dalam pandangan Marxis dan sosiologi sastra, karya seni dianggap sebagai dokumen sosial. Apabila kelompok Marxis memandang karya seni sebagai refleksi, sebagaimana di introduksi oleh salah seorang tokohnya yang terkemuka yaitu Lukacs, maka sosiologi sastra memandang kenyataan itu sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. Dalam hubungan ini pendekatan mimesis memiliki persamaan dengan pendekatan sosiologis. Perbedaannya, pendekatan sosiologis tetap bertumpu pada masyarakat, sedangkan pendekatan mimesis, khususnya dalam kerangka Abrams bertumpu pada karya sastra.
Pendekatan mimesis Marxis merupakan pendekatan yang paling beragam dan memiliki sejarah perkembangan yang paling panjang. Meskipun demikian, pendekatan ini sering dihindarkan sebagai akibat keterlibatan tokoh-tokohnya dalam dunia politik. Di Indonesia, misalnya, selama hampir tiga dasawarsa, selama kekuasaan Orde Baru, pendekatan ini seolah-olah terlarang. Baru sesudah zaman reformasi pendekatan ini dimulai lagi, termasuk penerbitan karya sastra pe-ngarang Lekra seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Di Indonesia pendekatan mimetik perlu dikembangkan dalam rangka menopang keragaman khazanah kebudayaan. Pemahaman terhadap ciri-ciri kebudayaan kelompok yang lain dapat meningkatkan kualitas solidaritas sekaligus menghapuskan berbagai kecurigaan dan kecemburuan sosial.
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang berbagi objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus fungsi-fungsinya dihi-langkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatis dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Secara historis (Abrams, 1976:16)[5] pendekatan pragrnatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica (Horatius). Meskipun demikian, secara teoretis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi strukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca (Mukarovsky).
Pada tahap tertentu pendekatan pragmatis memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis, di antaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implisit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada kompetensi pembaca sebab semata-mata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayaan khazanah kultural bangsa.
Pendekatan objektif di bicarakan paling akhir dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini justru merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan.
konsep dasar struktur. Pendekatan objektif mengindikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Evolusi ini berkembang sejak Aristoteles hingga awal abad ke-20, yang kemudian menjadi revolusi teori selama satu abad, yaitu awal abad ke-20 hingga awal abad ke-21, dari strukturalisme menjadi strukturalisme dinamik, resepsi, interteks, dekonstruksi, dan postrukturalisme padaumumnya.
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apa pun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Secara historis pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman Aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah tragedi terdiri atas unsur-unsur kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi atas keempat unsur itulah yang kemudian membangun struktur cerita yang disebut plot.
Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi, pembacaan mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan antar unsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang lain.
Masuknya pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu dengan diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Pendekatan objektif diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu dan dunia kehidupan manusia, termasuk mode pakaian dan menu makanan. Pendekatan yang dimaksudkan jelas membawa manusia pada. Penenuan-penemuan baru, yang pada gilirannya akan memberikan masukan terhadap perkembangan strukturalisme itu sendiri.
Dari penjelasan macam-macam pendekatan sastra di atas maka penulis hanya akan mengkaji pada pendekatan Pragmatis yang mana pendekatan ini hanya memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca yang ada dalam novel bait-bait cinta karya geidurrahman elsirahsy.
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.
Sedangkan menurut para ahli mendefinisiksn pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1. Menurut Teeuw, 1994 teori Pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya sastra.
2. Relix vedika (polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang yang tak obahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
3. Dawse dan user 1960, pendekatan prangmatik merupakan interprestasi pembaca terhadap karya sastra di tentukan oleh apa yang disebut ”horizon peneriman” yang mempengaruhi kesan tangapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat member kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini mengabungjan diantara unsure pelipur lara dan unsur dedaktif.
Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap generasi, setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.
E. LATAR BELAKANG PENDEKATAN PRAGMATIS
Pendekatan struktural tidak mampu berbuat banyak dalam upaya membantu seseorang untuk menangkap dan member makna karya sastra baik dari segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk itu para pakar megemukakan pendekatan baru yang disebut pendekatan pragmatik.
Dengan munculnya pendekatan prangmatik maka bermula pulalah kawasan kajian terhadap karya sastra kerarah peranan pembaca sebagai subjek yang selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaanya.
Peneliti sastra tidak cukup mengupas sastra secara otonom, peneliti harus meneliti proses pemberian makna oleh pembaca tertentu, kontek kesusastraan yang pada gilirannya berkaitan dengan kontek social secara luas.
Karya sastra mempunyai struktur objektif yang member peluang kepada pembaca. Untuk memberi peluang terhadapnya, tetapi stuktur karya sastra semata belum bisa berbuat banyak terhadap pembaca sehinnga diperlukan suatu kegiatan konkretisasi yang objektif.
Menurut Jousz interpetasi seorang pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh apa yang disebutnya dengan horizon penerimaan, setiappembaca mempunyai horizon penerimaan yang mungkin berbeda dan mungkin sama, akibat dari perbedaan dan penerimaan pembaca, maka makna karya sastra bukanlah suatu yang langgeng, ada saatnya karya sastra ditolak (dinyatakan tidak bernilai) karena tahapan pembaca tidak sesuai lagi apa yang telah disajikan didalam karya sastra. Namun ada pula saatnya karya sastra ditolak tadi akan diterima dengan baik oleh pasangan pembaca karena horizon penerimaan atau harapan pembaca lebih bergeser dan terpenuhi sehingga menjadi pas dengan apa yang disajikan didalam karya sastra.
Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ketidak pastian, sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukan keanekaan makna teks sastra tersebut.
Pada ada tahun 1960 muncul dua orang tokoh ilmu sastra di Jerman Barat, kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sebagai pemberi makna karya sastra.
Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984:5)[6] ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan
penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme, maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu priode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Dalam kaitan kebutuhan ini jauh menawarkan pendekatan penulisan sejarah sastra yang memberikan perhatian terhadap dinamika sastra, dinamika
sastra akan tersirat pada aktivitas dan kesan yang ditimbulkan oleh pembaca perlu diberi latihan khusus karena pembacalah yang sangat menentukan perkembangan karya sastra dan tepatnya dalam masyarakat.
Apa yang diterima dan dipahami oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari segi estentik maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukan apakah estentik yang mendasari karya sastra diterima atau ditolak. Apakah karya sastra bernilai atau tidak, apakah yang menonjol nilai estentiknya atau nilai kegunaanya (sebagai alat propaganda), misal dari segi sejarah, pembaca pula yang menentukan letak karya sastra dalam deretan karya sastra lain. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jausz dalam makalahnya yang berjudul literature als provocation (sejarah sastra sebagai tantangan). Ia melancarkan gagasan-gagasan bru yang sempat mengoncangkan dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra antara lain dari aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan factor yang terpenting dalam proses simiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang mengambarkan hubungan dialong dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukan nasip dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan adalah pengertian yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya si pembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Agar dapat mengetahui masalah dalam perkembangan karya sastra novel dengan judul Lafazh-Lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli ini.
Penelitian persepsi pembaca terhadap karya sastra dapat mengunakan beberapa metode pendekatan, antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melaliu karya sastra yang mementingkan karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pada golongan masyarakat tertentu.
1. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajiakan atau diminta membaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan, tangapan, kesan, penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut. Untuk diisi jawaban-jawaban itu nanti ditabulasi dan dianalisis.
2. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok, diminta membaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterpretasikan karya sastra tersebut. Interpretasi-Interpretasi yang dibuat tersebut dianalisis secara kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tangapan terhadap karya sastra.
3. Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat persepsi sekelompok kritikus terhadap kontemporer persepsi masyarakat tertentu terhadap karya sastra daerahnya sendiri.
C. Teknik Pengumpulan Data
Tanggapan dari pembaca yang ada dalam cover novel Lafazh-Lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli.
No.
Nama
Tanggapan Tentang Novel
1.
2.
3.
Taufiqurrahman al-Azizy (pengarang best-seller novel-novel spiritual).
Muhammad Masykur A. R. Said (pengarang best-seller Mukjizat Cinta)
Akhmad Muhaimin Azzet (penyair, editor, di Yogyakarta).
Berdakwah di antara pendosa sungguh berat, seberat memikul gunung. Tapi jika anda berhasil, masya Allah, pahalanya sungguh luar biasa disbanding gunung yang anda junjung. Inilah tema unik dan penuh tantangan dalam novel religious yang penuh bobot ini.
Sebuah novel cinta, lebih karena hablum minallah, demi keagungan takbir di lembah-lembah penuh dosa. Karya yang ditulis tidak dengan main-main.
Bila anda membaca novel religius dengan tema penuh tantangan, godaan, dan sekaligus tausiah/hikmah, inilah yang perlu anda baca. Pada sisi struktur cerita, novel ini berhasil dengan baik. Pada sisi pesan maknanya, novel ini mebuat saya menangis diam-diam….
Tanggapan dari pembaca (teman-teman) mengenai novel Lafazh-Lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli.
No.
Nama
Tanggapan tentang Novel
1.
2.
3.
4.
5.
Eko Irul Idayati (Jurusan Bahasa Indonesia, semester VII).
Kuzaimah (Jurusan Bahasa Indonesia semester VII).
Indra (Jurusan Matematika, semester 5).
Novita (Jurusan Bahasa Indonesia, semester III)
Nurul Fatmawati (Jurusan Bahasa Indonesia, semester VII).
Menurut pendapat saya, novel ini bagus karena ceritanya adalah lanjutan dari novel karya Hadi S. Khuli sebelumnya yaitu novel Derap-Derap Tasbih. Di novel Lafazh-Lafazh Cinta inilah semua jalan cerita yang sempat menggantung di akhir novel Derap-Derap Tasbih terjawab dengan sempurna.
Novel ini bagus untuk dibaca, karena pengarang mampu merangkai kata dengan manis, menyentuh, sehingga menimbulkan cita rasa yang berbeda bagi pembaca.
Novel ini bagus, hanya saja menurut saya masih ada yang kurang pas, yakni mengenai hubungan kedekatan antara tokoh Fatih dengan tokoh Dian. Sosok Fatih yang paham agama bisa menjalin hubungan cinta dengan Dian, saling berkirim surat, menyatakan rindu dan sayang. Padahal belum terikat pernikahan.Harusnya kedua tokoh tersebut mampu menjaga perasaannya hingga saat pernikahan tiba. Karena hal ini mengurangi keindahan islam yang terbangun sebelumnya.
Novel ini sangat bagus, banyak menginspirasi saya. Kita dapat belajar banyakhal melalui sosok Wardah yang sangat peduli dengan sesama wanita.
Novel yang sangat bagus, jarang kita temui orang yang memiliki pemahaman agama yang tinggi seperti Wardah itu mau berdakwah di tempat yang penuh kemaksiatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sinopsis Novel Lafazh-Lafazh Cinta
Adapun synopsis dari novel Lafazh-lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli ini adalah menceritakan tentang perjuangan seseorang bernama Wardah putri dari seorang Kiai bernama yaitu Kiai Sahal dan Nyai Badriyah pemilik Pondok Pesantren Darul Hikmah, Di mana Wardah yang pernah terjerembab ke jurang kelam penuh duri maksiat yakni pernah hamil di luar nikah, kemudian sadar akan kesalahannya dan bertobat, kemudian Wardah berdakwah di lembah prostitusi penuh kemaksiatan, kejahatan, dan kekufuran. Keberhasilan dakwahnya tersebut, membuat Wardah menemukan ketenangan batin dan lambat laun mulai melupakan masa lalunya yang berlumur dosa akibat salah langkah. Hingga akhirnya wardah menemukan tambatan hatinya, Irsyad.
Di ceritakan pula tentang Fatih yang belajar di Australia, serta terjadinya kisah cinta yang unik. Di mana Fatih dan Dian adalah sepasang kekasih namun dipisahkan oleh jarak, kemudian Haris yang mencintai Sifa namun di tolak oleh Sifa, karena Sifa diam-diam mencintai Fatih. Dian yang menganggap Sifa sebagai adiknya itu awalnya tidak mengetahui jika Sifa mencintai Fatih dan Sifa pun tidak tahu jika Dian adalah kekasih Fatih, sampai pada suatu hari Sifa bercerita kepada Dian tentang seseorang yang dicintainya itu,yaitu Fatih. Kemudian Dian menceritakannya kepada Fatih. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk tidak memberi tahu Sifa bahwa mereka sepasang kekasih demi kesehatan Sifa yang ternyata tanpa sepengetahuan Sifa, Dian mengetahui sesuatu yaitu penyakit Sifa, kanker otak. Sampai pada suatu sore ketika Sifa menumpang untuk membuat tugas di computer Dian, tanpa sepengetahuan Dian yang permisi meninggalkan Sifa seorang diri di kamar karena diajak oleh Pak Sasmita dekan Universitas Tunas Bangsa sekaligus ayahnya itu ke suatu tempat untuk membicarakan perihal keinginan Pak Sasmita untuk menikah lagi dengan Anis Fatmawati. Ketika pulang, Dian tidak mendapati Sifa dikamarnya. Kata Bik Nah, Sifa pergi sambil menangis. Dian mendapati komputernya masih menyala, Dian menyentuh tombol Space. Jantung Dian berdegup kencang, badannya gemetar. Di layar monitor, foto Fatih berdiri tersenyum, dan terpampang email-email Fatih.
Dalam satu waktu, Dian terantuk dua kali dengan batu yang sama-sama besar. Belum pulih hatinya mendapati ayahnya yang sedang jatuh cinta dan ingin menikah lagi, Dian disambut sebuah hentakan kenyataan bahwa Sifa telah mengetahui segalanya. Setelah kejadian itu Sifa jatuh pingsan, dan berlanjut dengan koma hingga akhirnya meninggal.
Seminggu setelah Sifa meninggal, rahasia tentang Sifa yang mencintai Fatih diketahui oleh Haris lewat surat yang ditulis Sifa untuk Dian yang sengaja dibuka Haris karena rasa ingin tahunya. Hingga akhirnya Haris menfitnah Fatih dengan mengatakan kapada orang tua Sifa bahwa Fatih lah yang telah membunuh Sifa. Dikatakannya kepada orang tua Sifa bahwa Sifa patah hati cintanya telah ditolak oleh Fatih.
Sepulang dari Australia, Fatih mempersiapkan diri menyambut hari pernikahannya dengan Dian yang rencananya akan serempak dengan pernikahan Wardah dan Irsyad. Namun Dian mengalami strees. Begitu banyaknya masalah yang datang, akhirnya atas saran Mila dan Fatih agar bisa refresing, Dian mengikuti acara bakti social yang diadakan oleh teman-teman koas Panti Husada ke Kulon Progo tepatnya di panti asuhan Abul Yatama. Di sanalah Dian bertemu dengan Anis Fatmawati, wanita yang membuat ayahnya jatuh cinta dan ingin menikah. Setelah pertemuan itu akhirnya Dian mengijinkan ayahnya menikah lagi.
Hari yang dinanti tiba, akhirnya ijab kobul yang dilakukan bersama- sama antara Pak Sasmita dengan Anis Fatmawati, Wardah dengan Irsyad, dan Fatih dengan Dian berjalan dengan lancar. Bahkan Fatih dan Dian mendapat kado dari Sharon White gadis Eropa teman Fatih saat di Australia, yaitu voucher jalan-jalan ke Eropa selama 10 hari.
B. Pembahasan Penelaahan Pragmatik
Telaah pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra maupun sepanjang zaman.Maka disini kami akan mengulas tentang taggapan dari pembaca tentang novel Lafazh-Lafazh Cinta karya Hadi S. Khuli.
Adapun kehadiran novel Lafazh-Lafazh Cinta ini telah lama dinanti oleh para pembaca, karena novel ini merupakan kelanjutan dari novel karya Hadi S. Khuli sebelumnya yaitu Derap-Derap Tasbih. Selain itu, cerita novel ini mampu memberikan pencerahan bagi para pembacanya, yaitu perjuangan untuk tetap teguh imannya disaat berada pada tempat yang penuh maksiat, tentang perjuangan meraih cita dan cinta dan novel ini banyak memberi inspirasi bagi pembaca.
Pada novel lain, biasanya endingnya pada semua tokoh akan berakhir indah semua. Namun cerita dalam novel ini tidak, karena ada salah satu tokoh yang harus meninggal karena penyakit. Tokoh Sharon yang atheis pun kembali ke jalan Tuhan melalui perantara Fatih. Di sisi lain, Haris yang metropolis dapat jatuh cinta pada Sifa wanita jilbaber, yang membuat Haris jadi buta mata hatinya dan melakukan hal-hal bodoh yang tidak patut untuk dicontoh. Sosok Dian yang gaul, lambat laun berubah mulai mengenal agama setelah mengenal Fatih . Dan yang paling penting adalah tokoh Wardah yang mampu menginspirasi para PSK untuk kembali kejalan yang lurus.
Dari cerita dalam novel ini, pembaca dapat mengambil nilai-nilai moral dan kebaikan yang dapat diambil hikmahnya.
C.Beberapa hal yang membuat para pembaca mengemari novel Lafazh-Lafazh Cinta diantaranya yaitu:
1. Gaya bahasa.
Gaya bahasa dalam karya sastra adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam karyanya. Sastra sebagai bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai media pemaparnya. Gaya bahasa dalam karya sastra memiliki ciri khas tersendiri, karena setiap kata yang diungkapkan merupakan hasil pengolahan dan ekspresi individual pengarangnya.
Gaya bahasa yang digunakan dalam Novel Lafazh-Lafazh Cinta Karya Hadi S. Khuli ini ada dua bahasa yaitu diksi dan majas.
· Beberapa contoh diksi dalam bahasa Jawa
“Saiki sampean manggon kene, Fat. Wes arep dadi manten kok sih manggon nang kamar, ra pantes,”. Yang artinya adalah “ Sekarang kamu tinggal di sini, Fat. Sudah, mau jadi pengantin kok masih tinggal di kamar, tidak pantas”. (hal. 357).
Tambah ngganteng ae rek. Yang artinya adalah bertambah tampan saja, kawan.(hal. 353).
· Beberapa contoh majas
a. Majas perbandingan
Sebulan yang lalu kamu masih seperti mayat hidup yang kluntang-kluntung ra jelas blas.(hal. 33).
b. Majas hiperbola
Hatinya ringan bagai kapas yang beterbangan. (hal. 57).
Namun pembaca tetap tidak akan menemukan kesulitan yang berarti, karena di dalam novel terdapat catatan kaki /footnote sebagai arti dari pilihan kata atau diksi yang ada. Selain itu bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembaca, pembaca pun tidak merasa bosan sebab dalam penyajiannya sangat menarik dan sederhana.
2. Latar atau Setting
Yaitu tempat atau suasana lingkungan yang mewarnai peristiwa. Tempat yang di gunakan dalam novel ini selain Negara Indonesia, juga Negara Australia.
Latar tempat di Indonesia antara lain adalah di Yogyakarta, tepatnya di Pondok Pesantren Darul Hikmah, Pesantren milik Kiai Sahal (hal. 9). Kemudian di Universitas Tunas Bangsa, tempat di mana Dian dan Sifa pertama kali bertemu (hal. 15). Kulon Progo, Panti Asuhan Yatim Piatu Abul Yatama, di tempat itulah Sasmita melihat Anis Fatmawati yang membuat Pak Sasmita ingin menikahnya.
Latar tempat di Australia antara lain di Yarra River, yakni apartemen Fatih (hal. 158). Warung masakan Indonesia Madiun Manise, tempat Fatih, Sharon, Doni, dan Mona makan ketika jhari minggu jalan-jalan (hal. 270).
3. Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang membentuk jalan cerita. Adapun alur yang digunakan dalam Novel Lafazh-Lafazh Cinta Karya Hadi S. Khuli ini adalah alur maju mundur atau alur campuran, karena sesekali pengarang menceritakan masa lalu tokoh, contohnya adalah ketika pengarang menceritakan masa lalu tokoh Sasmita ketika remaja pernah jatuh cinta pada Azkiyatul Aminah pelantun saholawat. Getar cinta yang tumbuh bersama kecintaanya kepada shalawat (halaman 49). Namun semua itu tidak membuat pembaca merasa bingung karena lewat cerita alur mundur itulah pembaca dapat memahami jalan cerita berikutnya.
Berdasarkan kajian di atas, maka Novel Lafazh-Lafazh Cinta Karya Hadi S. Khuli ini patut untuk dibaca karena banyak nilai positifnya. Kita dapat belajar dari sosok Wardah yang berjuang untuk menyadarkan para PSK untuk kembali lagi ke jalan yang lurus. Dinamika kehidupan yang warna-warni dan silih berganti, mau tidak mau menuntut kita untuk sesekali mencari penyegaran untuk mendapatkan pencerahan jiwa. Itulah pesan moral utama yang kita dapatkan setelah membaca novel ini. Di mana cerita di dalam novel Lafazh-Lafazh Cinta ini diceritakan secara runtun yang dapat dijadikan suatu acuan dan inspirasi bagi siapa pun yang membacanya.
F. Kaitan Novel dengan Kehidupan Sekarang
Novel ini menceritakan tentang Wardah, anak kiai Sahal yang suatu ketika pernah melakukan dosa dan noda terhadap dirinya sendiri. Siapa tahu, setelah itu dia menjadi benih harapan bagi orang-orang yang pernah melakukan dosa. Di lembah penuh dosa itulah Wardah menumbuhkan bibit cinta pada Sang Ilahi melalui pendekatab kepada para PSK. Wardah ikhlas dan istiqamah melakukan hal itu, karena ingin para PSK itu sadar dan kembali mengumandangkan Asma Allah Swt.
Apa bila kehidupan di atas dikaitkan dengan kehidupan kita sekarang, jarang sekali ada orang yang peduli dengan para PSK seperti Wardah. Orang seperti Wardah yang memiliki ilmu agama yang tinggi dan mau peduli dengan para PSK itu dikehidupan sekarang dapat kita hitung jumlahnya dengan jari. Kebanyakan orang itu hanya memandang sebelah mata kepada para PSK. Bahkan kadang masyarakat banyak yang mencemooh dan mengecap mereka sebagai wanita penganggu rumah tangga orang. Di sinilah sebenarnya pesan moral yang dapat kita ambil.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang pemahaman kritik Pragmatik dalam Novel Lafazh-Lafazh Cinta Karya Hadi S. Khuli ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan pragmatik ini memandang karya sastra sebagai sarana untuk mencapai tujuan pada pembaca (keindahan, pendidikan, dan lain-lain). Pendekatan ini cenderung menimbang nilai berdasarkan keberhasilan tujuan pengarang bagi pembaca.
Novel ini memang patut untuk dibaca karena selain ceritanya menarik, novel ini juga menyampaikan pesan moral yang bagus dan jarang dilakukan oleh kebanyakan orang, yaitu di mana kebanyakan orang menganggap dan menjauhi para PSK, di novel ini justru pengarang memaparkan bagaimana seseorang berjuang untuk menyadarkan para PSK.
Seperti yang telah dibuktikan dalam penelaahan pragmatik tersebut, banyak pembaca yang berkomentar positif. Hal itu karena pengarang menyajikan tema yang penuh tantangan, godaan, dan sekaligus tausiah/hikmah. Pengarang juga mampu merangkai kata dengan manis, menyentuh, sehingga pesan yang disampaikan membuat pembaca diam-diam menangis. Tokoh Wardah banyak menimbulkan inspirasi bagi sebagian pembaca. Untuk itu, novel religius ini perlu anda baca.
B. Saran
Saran dari penulis kepada pembaca adalah, manusia bergelar apapun di dunia ini pasti pernah melakukan dosa dan melakukan fitnah, kecuali nabi Muhammad Saw. Namun disaat mendapatkan hidayah untuk berubah, hendaknya manfaatkan dengan sebaik mungkin. Dan setiap ciptaan Allah Swt, juga pernah mendapatkan cobaan jadi manusia harus menghadapinya dengan sabar dan tabah karena Allah SWT tidak akan memberikan cobaan melampui batas kemampuan manusia.
Meskipun laporan ini jauh dari kesempurnaan, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams.1976. The miror and the lamp.
Aminudin, 1987, “Pengantar apresiasi karya sastra, Malang : IKIP Malang.
Berger dan Lukman.1973.Sosiologi dan ilmu pengetahuan:halaman:86
S. Khuli, Hadi. 2008.Lafazh-Lafazh Cinta, Yogyakarta: DIVA Press.
Teeuw.1989. pengantar teori sastra, halaman 20
Teeuw.1985. sejarah dan pengertian struktur karya sastra, halaman 5
Wellek dan Warren.1962. Teori sastra, Jakarta: Gramedia halaman:72


[1] Teeuw.1989. pengantar teori sastra, halaman 20
[2] Wellek dan Warren.1962. Teori sastra, Jakarta: Gramedia halaman:72
[3] Berger dan Lukman.1973.Sosiologi dan ilmu pengetahuan:halaman:86
[4] Abrams.1976. The miror and the lamp. Halaman 8—9
[5] Abrams. 1976. The miror and the lamp. Halaman 16
[6] Teeuw.1985. sejarah dan pengertian struktur karya sastra, halaman 5

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar