Rabu, 08 Desember 2010

PEMAHAMAN KRITIK PRAGMATIK NOVEL SOGNANDO PATESTINE KARYA RANDA GHAZI OLEH DWI SUCI ARIANI


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Kesusastraan lebih mementingkan cara mengepresikan sesuatu keadaan dari pada keadaan itu sendiri, kesastraan bisa dikatakan merupakan bahasa yang mengacu pada dirinya sendiri. Karya sastra adalah karya yang kreatif dan imajinatif, bukan semata-mata imitatif. Kreatif dalam karya sastra berati ciptaan, dari tidak ada menjadi ada. Kreatif dalam karya sastra juga berarti pembaharuan. Jika kesastraan mengandung isi, sering dianggap sebagai karya yang tidak bernilai. Setiap unsur dalam karya sastra saling berkaitan dan mempunyai hubungan dengan unsur lain. Sastra tidak sekadar bahasa yang dituliskan atau diucapkan, sastra mempunyai nilai yang dapat memperkaya rohani dan mutu kehidupan. Meski keselarasan yang ada dalam karya sastra tidak secara otomatis berhubungan dengan keselarasan yang ada dalam masyarakat tempat sastra itu lahir.

Karya sastra pada hakikatnya merupakan sebuah hasil imajinasi dari seorang pengarang. Karya sastra tidak hanya menampilkan keindahan seni saja, melainkan juga menampilkan pola kehidupan manusia serta segala permasalahannya, sehingga wajar apabila dalam menampilkan cerita-cerita tersebut pengarang juga diilhami dari lingkungan sekitarnya. Sastra juga mengungkapkan fakta-fakta tentang kehidupan yang menyangkut sesuatu. Sebagi karya seni, sastra harus diciptakan dengan suatu daya kreativitas, kreativitas di sini tidak hanya dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra, tetapi lebih dari itu, pengarang harus pula kreatif dalam memilih unsur-unsur terbaik dari pengalam hidup manusia yang dihayati. Kreativitas para sastrawan menemukan dan memilih kemungkinan-kemungkinan terbaik sebagi bahan atau tema karya sastra yang bermutu dapat diperoleh.

Karya sastra pada umumnya dibagi atas tiga jenis yaitu: Prosa, Puisi, dan Drama. Salah satu bentuk prosa yaitu novel, novel merupakan tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah, jadi novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Novel juga salah satu karya sastra yang menarik untuk dikaji, mengkaji sebuah karya sastra bukan hanya untuk memahami isi novel atau sekedar tahu nilai keindahan yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi juga diharapkan kita sebagai pembaca mampu memaknai nilai yang tersurat. Nilai amanat ini merupakan nilai-nilai universal yang berlaku di masyarakat seperti nilai moral, etika, religi. Oleh sebab itu perlu adanya usaha saling melengkapi antara sastrawan, karya sastra dan masyarakat/pembaca.

Novel selain untuk dinikmati, juga sangat bermanfaat bagi masyarakat pembaca, karena dalam sebuah novel setidaknya menggambarkan pola pikir masyarakat, kebudayaan, kepercayaan dan lainnya. Karya sastra merupakan potret sebuah kehidupan masyarakat karena kisah dalam novel diambil dari sebagian kehidupan manusia, objek karya ilmiah ini novel best seller internasional “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi “

Alasan penulis memilih novel ini sebab keunggulan pengarang itu sendiri “Randa Ghazi adalah seorang gadis yang sangat cerdas” Rizzoli Corriere Della Sera
“ Ghazi adalah seorang penulis kreatif keturunan Arab yang mampu menulis dengan bahasa asing selain bahasa Arab” Ferial Ghazoul, guru besar Bahasa Inggris dan perbandingan Literature di AUC (Amerika University of Cairo)

Novel ini berupa potret peperangan antara Palestina dan Israel yang sangat menggemparkan sehingga menyedot perhatian dunia, mampu menggugah umat Islam, sebagai agama yang memiliki pengikut terbesar di berbagai belahan dunia. “Sognando Palestine” artinya Impian Palestina Karya Randa Ghazi terinspirasi dari kisah nyata yang kemudian dipersembahkan untuk tragedi Muhammad El-Dora yang dilihat Randa Ghazi (pengarangnya) dari layar televisi. Novel ini dimaksudkan untuk membuka mata dan hati masyarakat dunia.


“ Saya menulis novel ini untuk memaparkan tentang potret peperangan antara Palestina dan Israel yang selama ini tidak terlihat atau terdengar oleh masyarakat Eropa yang memperlihatkan suara kepada orang-orang Eropa yang selama ini tidak mengetahui mengapa Palestina berjuang” aku Randa Ghazi ketika diwawancarai oleh media.

Tokoh dalam novel ini terdiri dari 8 orang, yaitu Ibrahim, Nidhal, Ahmad, Jihad, Reham, Walid, Muhammad, dan Rami yang bertemu dalam waktu dan keadaan yang berbeda-beda dan kemudian memutuskan berkumpul dan tinggal bersama-sama bersatu untuk saling menguatkan dan saling memberikan dorongan dalam suka dan duka sebagai bangsa yang terjajah di tengah peperangan negara Israel - Palestina.

Awalnya Ibrahim bertemu Nidhal, dua tahun persahabatan mereka, pada suatu hari datang 30 orang pengungsi ke kota itu. Dua orang di antaranya ditampung di rumah Nidhal, dua orang bersaudara Reham dan adiknya Jihad. Mereka cepat beradaptasi berbaur menjalin persaudaraan. Hari-hari berjalan lambat dan tanpa akhir yang jelas. Setahun berlalu dengan tenang dan datar sampai pada suatu hari, ketika para lelaki sedang berbincang-bincang dan para wanita sibuk di dapur, mereka mendengar ledakan berkali-kali dan jeritan orang-orang ketakutan berlari tak tentu arah. Tank-tank berkeliaran dan membombardir rumah-rumah. Di sini Nidhal harus kehilangan adiknya Angie sekaligus ibunya, bagaimana dia bersikap? Nidhal, tanpa kelembutan dan kasih sayangnya, bagaimana dia melewati hari-hari selanjutnya tanpa bisikan-bisikannya yang manja dan gembira, pada pagi hari, saat dia membangunkannya dari tidur. Dan bagaimana dia menghadapi kenyataan dirinya telah kehilangan ibunya? Perempuan yang telah membawanya ke dunia dan semenjak hari itu telah memelihara dan mencintainya tanpa batas. Serangan itu membuat mereka tidak lagi memiliki tempat berteduh, Nidhal betisnya tertembak, Ibrahim tertembak di lengannya. Mereka dilarikan ke rumah sakit atas kebaikan Muhammad, di sini mereka juga bertemu dengan Rami seorang dokter beragama Kristen disusul kemudian Ahmad dan yang paling muda diantara mereka yaitu walid, mereka tinggal di rumah Muhammad. Membentuk komunitas kecil, keluarga kecil. Di tempat inilah mereka berkumpul. Tempat mereka saling memberi dorongan dan keberanian kepada yang lain, lalu tertawa karena ketololan dan kepolosan mereka. Padahal mungkin, semestinya, segala sesuatu berjalan dan dilalui secara serius dalam situasi dan kondisi seperti ini. Ini peperangan, bukan yang lain. Tubuh-tubuh terkapar menemui ajalnya. Nyawa-nyawa meregang. Ketentuan hidup mati dan semangat.

Jihad adalah legal, syar’i. Kalian ingat baik-baik. Sesungguhnya Allah SWT mengatakan kepada kita, sekuat tenaga pertahankanlah tanah kalian dan keluarga kalian. Dan seandainya ada seseorang yang menyerang tanah kalian dan merampas rumah kalian kemudian mengklaim  kebohongan-kebohongan atas apa yang menjadi hak kalian, maka hanya satu kata, lawan! Perangilah.. pergunakan senjata seperti senjata yang mereka gunakan. Strategi dan siasat seperti siasat yang mereka lancarkan. Kebijakan dan perbuatan yang sama. Lakukanlah padanya seperti apa yang ia lakukan pada kalian. Dan ini semua akan menjadi sebuah perang suci, jihad.

Satu-satunya kitab yang dibaca Ibrahim dengan perasaan terbuka hanyalah al-Qur’an al-Karim. Kecintaannya membaca kitab suci ini ia warisi dari mendiang ayahnya yang menjadi muazzin di masjid besr yang ada di kota ini. Masjid yang selalu dipenuhi para pengunjung dan orang-orang yang ingin melaksanakan shalat. Ayahnya adalah seorang yang taat dalam beragama. Laki-laki saleh yang juga kemudian mati terbunuh dalam peperangan.

Hanya saja berita kematiannya tidak pernah muncul di layar televisi. Memang begitulah kenyataannya, tidak penting bagi dunia untuk mengetahuinya karena memang dunia tidak terlalu mempedulikan hal-hal semacam itu. Mati satu atau lebih, ya matilah. Satu atau kurang dari itu, semuanya tidak lain hanya urutan angka-angka. Apakah kamu mengerti, angka-angka semata!

Dan orang-orang pun cukup hanya berbasa-basi dengan mengatakan, “ Kasihan!” atau “ betapa malangnya!” bahkan mereka tidak mengatakan apapun! Mereka lebih sibuk menekan tombol-tombol remote televisi dan menggonta-ganti channel. Dan pada hakikatnya, memang hal itu tidak penting. Apa juga gunanya? Ini bukan pertempuran mereka. Peperangan yang tidak ada sangkut pautnya dengan mereka. Satu yang pasti ini peperangan orang-orang Paletina. Demikian, selesai!

Bukan peperangan belahan dunia yang sedang menonton televisi itu, sama sekali bukan! Bahkan ketika menteri luar negeri suatu negara sedang mengadakan pembicaraan dengan kedua pihak yang bertikai. Bahkan ketika Presiden Amerika Serikat mengadakan pertemuan. Bahkan ketika Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB) memberikan segala macam pernyataan dan menelorkan resolusi-resolusi yang diharapkan bisa membangkitkan rasa saling percaya dan pengertian. Semua itu tidak penting bagi mereka. Kenyataannya orang-orang Palestina sadar mereka sebenarnya sendirian. Apakah itu menyedihkan kalian? Tetapi itulah kenyataannya.

 Penulis memilih menganalisis novel ini menggunakan pendekatan pragmatik, sangat ideal karena di dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi memiliki banyak pesan moral yang dapat ditangkap oleh pembaca. Novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi membuka mata kita semua untuk peduli kepada sesama dalam islam mengajarkan bahwa belum sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, dan sesama muslim itu ialah bersaudara, begitu pula orang-orang terjajah di Palestina, mereka menanti kita, dengan harta, jiwa dan terutama ialah doa dari kita semua.

Membaca novel “Sognando Palestine” membawa pembaca ikut dalam rasa kesedihan orang-orang Palestina yang terjajah, ikut merasakan harapan-harapan yang berkecamuk di dada mereka saat itu. Novel ini membuat pembaca benar-benar meneteskan air mata. Dengan alasan itu penulis tertarik untuk meneliti dari segi pemahamn kritik pragmatik dalam novel “Sognando Palestine” yang berarti Impian Palestina karya Randa Ghazi.

B.     Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam karya ilmiah ini adalah pemahamn kritik pragmatik dalam novel Sognando Palestine karya Randa Ghazi

C.     Batasan Masalah

Masalah karya ilmiah ini dibatasi pada pemahaman kritik pragmatik dengan alasan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis baik waktu maupun tenaga

D.    Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana novel best seller “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi dipandang dari pemahaman kritik pragmatik?

E.     Tujuan Penelitian

1.      Memenuhi tugas mata kuliah kritik sastra
2.      Mendeskripsikan bagaimana pemahaman kritik pragmatik dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi

F.      Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dalam karya ilmiah dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi agar pemahaman kritik sastra dapat diketahui oleh masyarakat penikmat sastra.



BAB II
KAJIAN TEORI


A. Pengertian Novel

Menurut Suyitno (Rani Hilda, 2009: 11) novel berasal dari bahasa latin “novelus” sedangkan novel itu berasal dari kata novelec yang berarti baru dikatakan, sebab datangnya lebih baru dari bentuk karya sastra yang lain seperti puisi dan drama. Menurut Semi (1988 :32) tidak perlu dibedakan antara novel dan roman karena dalam pengertian novel tercakup pengertian roman, roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang kedua.

Tarikan (1985: 555) novel merupakan tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah. Dari beberapa pendapat tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra tepatnya berbentuk tulisan yang bersifat fiktif menceritakan sebuah kisah atau kejadian yang diperankan oleh tokoh, alur dan tempat kejadian melukiskan kehidupan.

B. Jenis-Jenis Pendekatan Sastra

1.      Pendekatan Biografis

Menurut Wellek dan Warren (1962: 75) model biografis dianggap sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreativitas. Subjek creator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan secara relative sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Penulis harus mencantumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto bahkan wawancara langsung dengan pengarang. Karya satra pada gilirannya identik dengan riwayat hidup, pernyataan-pernyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi mensubordinasikan karya. Oleh karena itu, pendekatan biografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai histografi.

Sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat di tempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata. Oleh karena itulah, seperti juga ilmuan dari disiplin yang lain dalam mengungkapkan gejala-gejala sosial, pengarang juga dianggap perlu mengadakan semacam “ penelitian” yang kemudian secara interpretatuf imajinatif diangkat ke dalam karya seni. Oleh karena itu pula, dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif dibedakan tiga macam pengarang, yaitu pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung, pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam menyusun kembal;i unsur-unsur penceritaan, dan pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi. Meskipun demikian, proses kreativitas pada umumnya didasarkan atas gabungan di antara ketiga faktor tersebut.

Dikaitkan dengan pemahaman sosiologi ilmu pengetahuan (Berger dan Lukman, 1973: 85-86) pada dasarnya hanya sebagian terkecil dari keseluruhan pengalaman yang berhasil tersimpan dalam kesadaran manusia. Biografi merupakan sedimentasi pengalaman-pengalaman masa lampau, baik personal sebagai pengalam individual, maupun kolektif, sebagai pengalaman intersubjektif yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali. Tanpa sedimentasi individu tidak dapat mengenali biografinya. Melalui sistem tanda, khususnya sistem tanda bahasa, sedimentasi pengetahuan di transmigrasikan ke dalam aktivitas yang berbeda-beda. Moral religi dalam berbagai bentuknya dan sebaliknya merupakan hasil seleksi sedimentasi pengalaman masa lampau. Maka kaya dan beragam isi sedimentasi yang berhasil untuk direkam maka makin lengkaplah catatan biografi yang berhasil dilakukan. Apabila analisis sosiologis berusaha memahami struktur biografi sebagai bagian integral subjek kreator dalam struktur sosial, analisis sastra secara otonom memahaminya sebagai gejala yang komplementer, pengarang sebagai depersonalisasi. Sejak lahirnya pemahaman sastra Indonesia adalah pemahaman menyeluruh terhadap aspek-aspek kebudayaan yang melatarbelakanginya. Cara penelitian ini dengan sendirinya sudah dimulai sejak lama sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori strukturalisme.

2.      Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Dikaitkan dengan proses pengumpulan data penelitian, pendekatan ekspresif lebih mudah dalam memanfaatkan data biografis dibandingkan dengan pendekatan biografi dalam memanfaatkan data pendekatan ekspresif. Pendekatan biografis pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang, oleh karena itulah disebut sebagai data historiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai pencipta. Jadi, sebagai data literer. Untuk menjelaskan hubungan antara pengarang, semestaan, dan karya sastra, Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat komponen utama dengan empat pendekatan yaitu, pendekatan ekspresif, pendekatan, mimetik, pendekatan pragmatik, pendekatan objektif. Pendekatan ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan seperti studi proses kreatif dan studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya maka wilayah studi ekspresif adalah diri penyair, pikiran dan perasaan dan hasil ciptaannya.

3.      Pendekatan Mimesis

Menurut Abrams (1976: 8-9) pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitive. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataannya yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak Aristoteles dengan argumen bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai katharsis. Di samping itu juga karya seni meniru alam dikaitkan dengan adanya dominasi agama Kristen, di mana kemampuan manusia hanya berhasil untuk meneladani ciptaan tuhan.

Dalam khazanah sastra Indonesia, yaitu dalam puisi jawa kuno seni berfungsi untuk meniru keindahan alam. Dalam bentuk yang berbeda yaitu abad ke-18 dalam pandangan marxis dan sosiologi sastra, karya seni dianggap sebagai dokumen sosial. Apabila kelompok marxis memandang karya seni sebagai refleksi sebagaimana di introduksi oleh salah seorang tokoh yang terkemuka yaitu Lukacs maka sosiologi sastra memandang kenyataan itu sebagai sesuatu yang ditafsirkan. Dalam hubungan ini pendekatan mimesis memiliki persamaan dengan pendekatan sosiologis. Perbedaannya, pendekat5an sosiologis tetap bertumpu pada masyarakat sedangkan pendekatan mimesis khususnya dalam kerangka Abrams bertumpu pada karya sastra.

4.      Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif dibicarakan paling akhir dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini justru merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur.

Pada umumnya pendekatan objektif  merupakan pendekatan terpenting sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpuk atas karya sastra itu sendiri. Secara histori pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman Aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah strategi terdiri atas unsur-unsur kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi atas empat unsur itulah yang kemudian membangun struktur cerita yang disebut plot. Dengan demikian pendekatan objektif memusatkan perhatian hanya pada unsur yang dikenal dengan unsur intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik seperti aspek histories, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya termasuk biografi. Oleh karena itulah pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi.

Masuknya pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu dengan diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Pendekatan objektif diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu dan dunia kehidupan manusia termasuk mode pakaian dan menu makanan. Pendekatan yang dimaksudkan jelas bahwa manusia pada penemuan-penemuan baru yang pada gilirannya akan memberikan masukan terhadap perkembangan strukturalisme itu sendiri.

5.      Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek yang sama, yaitu sastra. Perbedaannya pengarang merupakan objek pencipta tetapi lambat laun fungsinya mulai pudar. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu menahu tentang proses kreativitas yang diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai pebulis.

Pendekatan pragmatis dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pada pembaca tertentu. Secara histories (Abrahams, 1976: 16) pendekatan pragmatis telah ada pada tahun 14 SM. Meskipun demikian, secara teoritis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik, dan strukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca. Pada tahap tertentu pendekatan pragmatik memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat pada pembaca. Penekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.

Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan implikasi karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat masalah-masalah yang dapat dipecah melalui pendekatan pragmatis, di antara berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implisit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori pragmatis bertumpu kepada kompetensi pembaca sebab semata-mata pembacalah yang mengevaluasi khasanah kultural bahasa.

Dari penjelasan macam-macam pendekatan di atas maka peneliti hanya akan mengkaji pada pendekatan pragmatis yang ada dalam novel “Sognando Palistine” Impian Palestina karya Randa Ghazi


ü  Hakikat Pragmatis

Secara umum pragmatik adalah kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang zaman.
Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Teeuw, 1994. Teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya sastra.
2.      Felix Vedika (Polandia), karya sastra tak ubahnya artifak (benda mati) pembacalah yang menghidupkan sebagai proses konkretisasi.
Apa yang terdapat dalam karya sastra berinteraksi dari dunia pengalaman dan pengetahuan pembaca, kemudian dikonkretkan oleh pembaca tersebut.
3.      Jause dan Iser, 1960. Interprestasi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut horizon penerimaan yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberikan kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan di antara unsur pelipur lara dan unsur dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap generasi, setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.


ü  Asumsi atau Latar Belakang Pendekatan Pragmatik

Pendekatan struktural/objektif tidak mampu berbuat banyak dalam upaya membantu seseorang untuk menangkap maksud dan memberi makna karya sastra baik dari segi lain yang diperlukan untuk lebih memperjelaskan makna karya sastra. Untuk itu para pakar mengemukakah pendekatan baru yang disebut pendekatan pragmatik. Dengan munculnya pendekatan pragmatik  maka bermula pulalah kawasan kajian terhadap karya sastra ke arah peranan pembaca sebagai subjek yang selalu berubah- ubah sesuai dengan keadaannya.

Penelitian sastra tidak cukup mengupas sastra secara otonom, peneliti harus meneliti proses pemberian makna oleh pembaca tertentu, konteks kesastraan yang pada gilirannya berkaitan dengan konteks sosial secara luas. Karya sastra mempunyai struktur objektif yang memberi peluang kepada pembaca untuk menilai secara objektif terhadapnya, tetapi unsur karya sastra semata belum bisa berbuat banyak terhadap pembaca sehingga diperlukan sesuatu kegiatan konkretisasi.

 Menurut Jousz interprestasi seseorang pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh apa yang disebutnya dengan horizon penerimaan, setiap pembaca mempunyai horizon penerimaan yang mungkin berbeda dan mungkin sama, akibat dari perbedaan dan penerimaan pembaca maka makna karya sastra bukanlah suatu yang langgeng, ada saatnya karya sastra ditolak (dinyatakan tidak bernilai) karena tahapan pembaca tidak sesuai lagi apa yang telah disajikan di dalam karya sastra. Namun ada pula saatnya karya sastra ditolak tadi akan diterima dengan baik oleh pasangan pembaca yang lain karena horizon penerimaan positif dan pembaca merasa pas dengan apa yang disajikan di dalam karya sastra.
Horison penerimaan
1.      Bersifat estetik
Makna sudah melekat dalam karya sastra tersebut/memang ada dalam karya sastra itu sendiri
Memfokuskan pada unsur bentuk karya sastra tersebut
·         Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992:19). Peristiwa yang diurutkan dalam membangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta deretan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112).
·         Pusat pengisahan
Pusat pengisahan sering juga disebut dengan sudut pandang. Hal itu berkenaan dengan posisi pengarang dalam cerita, yakni di mana pengarang berada di dalam cerita, apakah sebagai tokoh utama, sebagai tokoh bawahan. Sebagai pengamat ataukah sebagai tokoh campuran dalam arti sebagai pengamat dan juga sebagai tokoh utama atau tokoh bawahan.
·         Gaya bahasa
Dalam sebuah cerita prosa gaya bahasa boleh dikatakan memegang peranan penting, hal itu disebabkan karena dengan mengusahakan gaya bahasa maka cerita akan menjadi lebih hidup, lebih menarik dan dapat menimbulkan efek-efek tertentu pada pembaca cerita tersebut. Yang dimaksud gaya bahasa adalah cara mengatakan, mengungkapkan atau menggambarkan pikiran atau perasaan dengan menggunakan bentuk-bentuk bahasa tertentu (Arsyad dalam Subagio hal: 13)
·         Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita (Nuurgiyantora, 2 000: 165)
 penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita  karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
2.      Bersifat tidak estetik
Oleh Uman Yunius, 1985
·         Hakikat yang ada pada diri pembaca : pendidikan, tempat tinggal, agama, dan lain-lain
·         Sikap dan nilai yang ada pada diri pembaca
·         Kesanggupan atau kompetensi bahasa dan sastra pembaca
·         Pengalaman analisis
·         Situasi penerimaan pembaca
Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ketidakpastian sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukan keanekaan makna teks sastra tersebut.

ü  Sejarah Pendekatan Pragmatik

Pada tahun 1960 muncul tokoh dua orang tokoh ilmu sastra di Jerman barat, kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sebagai pemberi makna karya sastra. Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984 : 193-5) ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme, maka sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu periode, suatu angkatan dan suatu zaman.

Di dalam kaitan kebutuhan ini jauh menawarkan pendekatan penulisan sejarah sastra yang memberikan perhatian terhadap dinamika sastra, dinamika sastra akan tersirat pada aktivitas dan kesan yang ditimbulkan oleh pembaca perlu diberi latihan khusus karena pembacalah yang sangat menentukan perkembangan karya sastra dan tepatnya dalam masyarakat.

Apa yang diterima dan dihadapi oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari segi estetik maupun dari segi sejarah, dari segi estetik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukan apakah yang menonjol nilai estetiknya atau nilai kegunaannya (sebagai alat propaganda), misalnya dari segi sejarah, pembaca pula yang menentukan letak karya sastra dalam deretan karya sastra lain. Oleh sebab tiru yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.

Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jausz dalam makalahnya yang berjudul literature als provokation (sejarah sastra sebagai tanggapan). Ia melancarkan gagasan-gagasan baru yang sempat mengguncang dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra lain dari aliran marxisme dan formalisme. Menghilangkan faktor yang terpentingkan dalam proses semiotik yang disebut kesastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang menggambarkan hubungan dialog dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukan nasib dan peranan dari segi sejarah dan estetis.

Peneliti sejarah sastra bertugas menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan adalah pengertian yang tergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya si pembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.

ü  Metode Pendekatan Pragmatik

Penelitian persepsi pembaca terhadap karya sastra dapat menguatkan beberapa metode pendekatan, antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melalui karya sastra yang mementingkan karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pula golongan masyarakat tertentu

1.      Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajikan atau diminta membaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan, tanggapan, kesan, penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut. Untuk diisi jawaban-jawaban itu nanti di tabulasi dan dianalisis
2.      Kepada pembaca, perorangan atau kelompok, diminta membaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterprestasikan karya sastra tersebut. Interprestasi-interprestasi yang dibuat tersebut dianalisis secara kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tanggapan terhadap karya sastra
3.      Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat persepsi sekelompok kritikus terhadap kontemporer persepsi masyarakat tertentu terhadap  masyarakat tertentu terhadap karya sastra daerahnya sendiri
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif agar dapat mengetahui masalah dalam perkembangan karya sastra yang berjudul “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi.
·         Menurut Eman Nandri (1988: 53) Penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi tepat
·         Menurut Sudjana (1989: 64) bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang
·         Sejalan dengan Arikunto (1992: 82) menjelaskan studi deskriptif yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung terhadap kualitas belajar mengajar. Kemudian menganalisis faktor-faltor tersebut untuk mencari jalan pemecahannya

B.     Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah pembaca dalam novgel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi termasuk teman-teman penulis. Mengikuti pendapat Arikunto  (1993: 108) sampel penelitian adalah keseluruhan populasi yang pada penelitian ini ada sepuluh sampel pembaca. Dikare4nakan populasi penelitian kurang dari 100 orang maka keseluruhan populasi dijadikan sampel penelitian (total sampling), bila subjek penelitian lebih dari 100 orang maka sampel penelitian dapt diambil 10% - 15%, sebaliknya apabila subjek kurang dari 100 orang maka penelitian diambil dari total sampling.

C.     Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian karya ilmiah dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi ini berbentuk daftar pertanyaan untuk wawancara atau interview, berupa dialog bebas yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari berwawancara

D.    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam karya ilmiah kritik pragmatik pada novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi adalah melalui wawancara. Seperti telah dibahas sebelumnya di pengetahuan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Maka di sini akan diulas tentang tanggapan dan hasil wawancara kepada pembaca novel Sognando Palestine karya Randa Ghazi.

*     Tanggapan publik tentang novel Sognando Palestine karya Randa Ghazi

“ Novel yang bermula dari cerita pendek peraih anugerah sastra remaja terbaik di Itali ini telah diterjemahkan lebih dari 22 bahasa”       www.ahraham.org
“ Menyentuh, menggugah, dan menggetarkan jiwa. Itulah salah satu alasan kami menerbitkan terjemahan novel yang menjadi best seller di Itali ini.”              Qisthi Press
Di lain pihak novel ini juga mendapat sambutan berupa kecaman keras dari berbagai organisasi lobi Yahudi sebab dianggap telah memfitnah negara Israel dan menurutnya telah membesar-besarkan kekejaman Yahudi.
      
 “ Novel yang ditulis oleh gadis belia berumur 15 tahun ini mendapat kecaman keras dari berbagai organisasi lobi Yahudi”       Amina El-Bendary (Al-Ahram Weekly)
“ Novel kontroversial yang mengguncang pelbagai media massa di Barat. Menggemparkan dunia dan membuat geram orang-orang Yahudi”            www.alwatan.com

     Dan menariknya adalah petisi Simon Wiesenthal Center kepada Flammarion Publishing, penerbit Itali yang pertama kali menerbitkan novel fenomenal ini:
Simon Wiesenthal Center
Kepada Yang Terhormat:
Mr. Cesare romiti, Direktur Utama RCS (Rizzoli Corriere delle Sera)
Mr. Gianni Vallardi, Direktur Manajer, RCS
Mr. Charles Henri Flammarion, Flammarion Publishing
Dengan ini Simon Wiesenthal Center dan para simpatisannya di seluruh dunia memprotes penerbitan Novel Sognando Palestine oleh Penerbit Flammarion, salh satu anak perusahaan Group Rizzoli Chorriere della Sera.
Pasalnya novel yang ditulis oleh gadis belia berumur 15 tahun yang bernama Randa Ghazi ini telah membesar-besarkan kekejaman yahudi yang dikabarkan tega membunuh anak-anak kecil, orang tua renta, melecehkan masjid-masjid dan meremehkan martabat wanita Arab. Bahkan, yang lebih tak menyenangkan lagi, novel ini terkesan sengaja menggiring para pembacanya agar siap menjadi sosok yang harus berani membunuh dan melakukan aksi bom bunuh diri.
Buku ini jelas-jelas memfitnah Negara Israel dan mengesahkan para pelaku bom bunuh diri yang tidak hanya akan membahayakan orang-orang Yahudi dan Israel, tetapi juga terhadap stabilitas kehidupan demokrasi di mana saja...
Hormat Kami
Simon Wiesenthal Center


*     Beberapa Tanggapan dari Pembaca mengenai novel “Sognando Palestine” Impian Palestina karya Randa Ghazi

No
Nama
Tanggapan
1
Welinda Sari,
Mahasiswa STKIP YPM Bangko Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semester VII
“ Konflik Palestina dan Israel buat saya naik darah, subhanallah.. membaca novel ini membuat kita hanyut dalam permasalahan yang pelik itu. Saya juga salut! novel yang fenomenal ini ternyata hasil karya seorang anak belia yang berusia 15 tahun, masih sangat muda namun berpikir kritis.”

2
Riska Dwi Jayanti,
Mahasiswa STKIP YPM Bangko Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semester VII

“ Bagus! Novel ini mampu membuat memberi kita gambaran berbagai penderitaan dan harapan para remaja Palestina yang harus berjuang melawan penindasan Israel.”
3
Yunizar,
Mahasiswa STKIP YPM Bangko Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Semester VII
“ menurut saya, novel ini patut dibaca oleh semua orang, setelah membaca novel ini saya merasa tersindir sebab saya pun juga hanya bisa berkata “ kasihan” kepada para korban penjajahan di Palestina, saya sebagi seorang muslim juga tidak mampu berbuat sesuatu untuk membantu. Randa Ghazi hebat, sebab novel karyanya ini terinspirasi dari kisah nyata yang dilihatnya di layar televisi. Di usia yang muda saya yakin dia jenius.”

4
Reviana Aulia Sandi,
Siswa SMA Negeri 3 Merangin kelas XII IPA 1
“ Saya tidak habis pikir novel yang sangat bagus, mampu menggugah dan menggetarkan jiwa, dibuat oleh seorang anak yang usianya lebih muda dari saya. Bahasa dalam novel juga bahasa yang tidak sembarangan, bahkan agak sulit untuk dibaca sekali baca, perlu pemahaman yang baik. Salut sekali!

5
Salmainda Dwi,
Siswa SMA Negeri 3 Merangin kelas XII IPA 2

“ Membaca novel ini berkali-kali membuat saya menangis, novel ini mampu membawa perasaan pembaca hanyut dalam perjuangan, kesedihan, penderitaan bangsa Palestina yang selama ini hanya di pandang sebelah mata oleh masyarakat dunia sebagai peperangan dua negara yang terlibat konflik, sementara kita hanya dapat berkata “ kasihan” dan “ betapa malangnya” tapi kita tidak tahu bagaimana penderitaan yang dialami korban peperangan itu yang sebenarnya.”




BAB IV
PEMBAHASAN


Pemahaman Pendekatan Kritik Sastra Pragmatik dalam novel “Sognando Paletine” Impian Palestina karya Randa Ghazi

Dilihat dari pengetahuan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Maka analisis penulis dari kesan/pendapat dari total sampling pembaca ada beberapa hal yang menjadi tolok ukur penilaian mereka terhadap novel “Sognando Palestine” yang berarti Impian Palestina buah karya Randa Ghazi penulis keturunan Arab berusia 15 tahun, di antaranya yaitu:

1.      Tema
Tema menarik yang berusaha dilukiskan pengarang dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi mempu membawa perasaan pembaca sehingga novel ini meledak/laku keras di pasar sampai diterjemahkan ke dalam lebih dari 22 bahasa. Pilihan tema yang tepat di saat konflik yang sedang memanas yaitu peperangan Palestina- Israel.

2.       Alur
Alur yang digunakan dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi ini adalah alur campuran, kadang menceritakan masa lalu diselingi alur maju namun kronologis cerita tetap dapat diikuti pembaca dengan cerita yang dijelaskan dengan konteksnya.

3.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Sognando Palestine” karya Randa Gahazi, bahasa yang menarik sedikit menggunakan kata sapaan dalam bahasa asing selebihnya menggunakan bahasa terjemahan yang memerlukan penghayatan pembaca, oleh sebab itu karya ilmiah ini memakai sample pembaca yang benar-benar  mengapresiasi sastra sehingga hasilnya menjadi sangat orisinil.

4.      Amanat
Amanat yang dapat dipetik dalam novel ini  yaitu jangan pernah putus asa dalam keadaan sepelik apapun hidup. Sebab Tuhan memberikan suatu cobaan melebihi batas kemampuan hambanya. Novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi membuka mata kita semua untuk peduli kepada sesama dalam islam mengajarkan bahwa belum sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, dan sesama muslim itu ialah bersaudara, begitu pula orang-orang terjajah di Palestina, mereka menanti kita, dengan harta, jiwa dan terutama ialah doa dari kita semua.

Berdasarkan kajian tersebut bahwa novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi ini  patut untuk dibaca karena banyak nilai-nilai positifnya, dari peperangan yang mengerikan tersebut ada impian-impian rakyat yang berharap dan tidak pernah putus asa di bawah himpitan rasa ketakutan saat negara mereka mengalami konflik, harus mengalami peperangan yang tidak seimbang, yaitu dijajah bangsa Israel bahkan kekuatan mereka dibantu oleh Amerika, sementara mereka hanya mampu melawan dengan modal semangat dan keberanian untuk jihad. Pesan moral dalam novel ini adalah membuka mata masyarakat dunia bahwa di saat kita bahagia, merdeka, memiliki rasa aman, minum, makan, cinta dan kasih sayang. Lalu terpikirkah oleh kita? Bagaimana mereka di Palestina? Saudara seiman yang harusnya kita cintai melebihi diri kita sendiri, masihkah ada senyum dan harapan-harapan indah. Tentunya impian utama mereka di sana hanyalah untuk MERDEKA. Apakah kita dapat membantu mereka? Pernahkah kita mendoakan saudara kita di sana? Wallahualam..


1.       
BAB V
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Melalui analisis saya tentang novel Sognando Palestine karya Randa Ghazi ini dengan pendekatan pragmatik maka simpulan yang dapat diambil yaitu bahwa sastra adalah karya seni yang diciptakan dengan daya kreativitas. Kreativitas itu tidak hanya dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam bentuk karya sastra tetapi lebih dari itu kreativitas juga sangat dibutuhkan dalam memilih hal terbaik/menggugah dari pengalaman hidup manusia yang dihayatinya. Seperti novel “Sognando Palestine” artinya Impian Palestina Karya Randa Ghazi berinspirasi dari tragedi Muhammad El-Dora yang dilihatnya dari layar televisi kreativitas sastrawan dalam menentukan dan memilih kemungkinan-kemungkinan yang terbaik sebagai bahan atau tema karyanya merupakan suatu keharusan. Tanpa kreativitas tidak mungkin karya sastra yang bermutu dapat diperoleh.

Dalam novel ini pengarang mampu mengangkat kepedihan dan penderitaan Palestina sebagai nilai sosial dan moralitas yang sanggup mengikutsertakan masyarakat pembaca sebagi subjek penikmat  karya seninya, karena memang pada hakikatnya kreativitas itu tidak mesti harus berarti ia mempunyai upaya untuk menciptakan nilai-nilai. Ini berarti ia pembaca ikut menentukan penciptaan karya sastra itu sementara nilai karya sastra itu bukan mutlak pada objek karya sastra itu sendiri) dan Penciptanya (sastrawan) akan tetapi nilai itu akan muncul karena adanya keharmonisan antara sastrawan pencipta karya sastra, karya sastra sebagai objek dan masyarakat pembaca sebagai subjek. Untuk itu perlu adanya usaha saling melengkapi antara sastrawan dan masyarakat penikmat sastra.


B.     Saran

Hasil telaah novel “Sognando Palestine” karya Randa Ghazi diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca sastra dalam rangka membantu meningkatkan operasi terhadap karya sastra di samping itu juga semoga dengan adanya penelaahan novel “Sognando Palestine” yang merupakan novel terjemahan dari versi Arab “Halim bi Falestine” dan juga terjemahan dari 22 negara di dunia ini dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan sastra di Indonesia

Saran penulis agar tulisan ini dapat bermanfaat untuk penelitian sejenis selanjutnya, tentang penelitian sastra yang kajiannya masih sangat luas lagi dan menarik untuk dikaji.

DAFTAR PUSTAKA


Aminudin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang;IKIP Malang
Ghazi, Randa. 2006. Sognando Palestine: Impian Palestina. Jakarta: Qisthi Press
Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalilia Indonesia
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar