Rabu, 05 Januari 2011

NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN DALAM PEMAHAMAN PRAGMATIK

Novel Perempuan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra sebagai hasil dari seni kreatif manusia senantiasa hadir ditengah. Tengah kehidupan manusia. Khususnya pencinta sastra. Manusia secara suka rela dan spontan terlibat dalam sastra. Baik secara produsen maupun sebagai konsumen, karena ia adalah bagian dari kehidupan manusia. Semi (1908 : 20) mengatakan bahwa karya sastra itu adalah bentuk dari hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahas sebagai mediumnya.

Sastra merupakan inspirasi yang diekspresikan dalam bentuk kehidupan yang memuat perasaan manusia yang mendalam serta mengandung kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan yang dapat membentuk keindahan yang mempesona. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suhendra (1993:27). Bahwa sastra merupakan fakta artistic dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai mediumnya dan mempunyai efek positif terhadap manusia dan kemanusiaan.
Novel perempuan berkalung sorban menceritakan tentang pandangan atau kodrat perempuan yang diperankan oleh Anissa, tokoh perempuan yang selalu mengkritik kedudukannya sebagai perempuan yang juga punya lok sebagaimana hak laki-laki novel ini membahas tentang kesetaraan atau kedudukan perempuan.
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti karya sastra tersebut dari segi penokohan kritik pragmatik dalam Novel Perempuan Berkalung Surban karya Abidah El Khaloq (Qy).

B. Rumusan Masalah
Bagaimakah novel perempuan berkalung sorban karya Abidah El Khalicky di pandang dari kritik pragmatik.


C. Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman kritik pragmatic dalam novel Perempuan Berkalung Surban karya Abidah El Khalicky.


D. Manfaat
1. Manfa’at Teoritis
Secara teoritis bermanfaat dan mengkritik sastra dalam penganalisaan aspek kesenangan, keindahan dan pendidikan dan pendidikan didalam sebuah novel serta berbagai pemanfa’atan dan pengkohan teori mengenai unsure pragmatic.





2. Manfa’at Praktis
a. Sebagai bahan perbandingan dalam novel khususnya menyangkut unsur-unsur pragmatic.
b. Sebagai bahan penilaian untuk meningkatkan apresiasi karya sastra khususnya novel.
c. Secara praktik dapat memberi manfaat untuk memperkaya pemahaman tentang kritik pragmatic dalam novel.
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. MACAM-MACAM PENDEKATAN SASTRA
1. Pendekatan Biografis
Menurut Wellek dan Warren (1962:75), model biografis dianggap sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sisteatis mengenai proses kreativitas. Subjek creator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan demikian secara relative sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Penelitian harus mencantumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto, bahkan wawancara langsung dengan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi mensubordinasikan karya. Oleh karena itu, pendekatan diografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi.
Sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat ditempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata. Oleh karena itulah, seperti juga ilmuwan dari disiplin yang lain dalam mengungkapkan gejala-gejala sosial, pengarang juga dianggap perlu untuk mengadakan semacam ‘penelitian’ yang kemudian secara interapretatif imajinatif diangkat kedalam karya seni. Oleh karena itu pula, dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif dibedakan tiga macam pengarang, yaitu : a). pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung, b). pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan kembali unsure-unsur penceritaan, dan c). pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi. Meskipun demikian, proses kretivitas pada umumnya didasarkan atas gabungan diantara ketiga faktor tersebut.
Manusia, dan dengan sendirinya pengarang itu sendiri, adalah makhluk social, meskipun sering ditolak, dalam kasus-kasus tertentu biografi masih bermanfaat. Dalam ilmu sastra, biogran pengarang. Bukan curriculum vitae, membantu untuk memahami proses kreatif, genesis karya seni. Biografi memperluas sekaligus membatasi proses analisis. Dalam ilmu social, pada umumnya biografis dimanfaatkan dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta, membantu menjelaskan pikiran-pikiran seorang ahli, seperti sistem ideologis, paradigm ilmiah, pandangan dunia, dan kerangka umum social budaya yang ada disekitarnya.
Dikaitkan dengan pemahaman sosiologi ilmu pengetahuan (Berger dan Lukman, 1973: 85 – 86). Pada dasarnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman yang berhasil tersimpan dalam kesadaran manusia. Biografi merupakan sedimental pengalaman-pengalaman masa lampau, baik personal, sebagai pengalaman individual, maupun kolektif, sebagai pengalaman intersubjektif, yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali. Tanpa sedimentasi, individu tidak dapat mengenali biografisnya. Melalui sistem tanda, khususnya sistem tanda bahasa, sedimentasi pengetahuan ditransmisikan kedalam aktivitas yang berbeda-beda. Moral, religi, karya seni dalam berbagai bentuknya, dan sebagainya merupakan hasil seleksi sedimentasi pengalaman masa lampau. Makin kaya dan beragam isi sedimentasi yang berhasil untuk direkam, makin lengkap catatan biografis yang berhasil dilakukan.
Apabila analisis sosiologis berusaha memahami struktur biografis sebagia bagian integral subjek kerator dalam struktur social, analisis sastra otonom memahaminya sebagai gejala yang komplementer, pengarang sebagai depersonali-sasi. Sejak lahirnya pemahaman sastra Indonesia adalah pemahaman menyeluruh terhadap aspek-aspek kebudayaan yang melatar belakanginya. Cara penelitian ini dengan sendirinya sudah mulai sejak lama, sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori strukturalisme.

2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Dikaitkan dengan proses pengumpulan data penelitian, pendekatan ekspresif lebih mudah dalam memanfaatkan data bigrafis dibandingkan dengan pendekatan biografi dalam memanfaatkan data pendekatan eksfresif. Pendekatan biografis pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang. Oleh karena itulah, disebut sebagai data historiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi, sebagai data litere. Untuk menjelaskan hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca, dan karya sastra, abrams membuat diagram yang terdiri atas empat komponen utama, dengan empat pendekatan, yaitu: pendekatan ekspresif, mimetik, pragmatik dan objektif. Pendekatan ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam suati biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka wilayah studi ekspresif adalah diri penyair, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya.
Dikaitkan dengan dominasi ketaksadaran manusia seperti disinggung diatas, maka pendekatan ekspresif membuktikan bahwa aliran Romantik cenderung tertarik pada masa purba, masa lampau, masa primitip kehidupan manusia. Melalui indikator kondisi sosiokultural pengarang dan ciri-ciri kreativitas imajinatif karya sastra. Maka pendekatan ekspresif dapat dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, dan feminisme dalam karya, baik karya sastra individuali maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi. Secara historis, sama dengan pendekatan biografis, pendekatan ekspresif dominan abad ke-19, pada zaman Romatik. Dibelanda dikenal melalui Angkatan 1880 (80-an). Di Indonesia melalui Angkatan 1930 (30-an). Yaitu Pujangga Baru yang dipelopori oleh tatengkeng. Amir Hamzah, dan sanusi Pane, dengan dominasi puisi lirik, menurut teeuw (1988:167-168) tradisi ini masih berlanjut hingga sutardji Calzoum Bakhri. Tidak terbatas pada cipta sastra tetapui juga pada kritik sastra Barat pendekatan ini pernah Ku-Rang mendapat perhatian, yaitu selama abad Pertengahanb, sebagai akibat dominasi agama Kristen. Karya sastra semata-mata dianggap sebagai peniruan terhadap kebesaran Tuhan dengan konsekuensi manusia pencipta harus selalu dibawah Sang Pencipta.

3. Pendekatan Mimesis
Menurut Abrams (1976: 8-9) pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarah-nya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles. Menurut Plato. Dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenya-taan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada dibawah kenyataan.
Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya seni berusa menyucikan jiwa manusia, sebagai katharsisi. Disamping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri. Selama abad Pertengahan karya seni meniru alam dikaitkan dengan adanya dominasi agama Kristen, dimana kemampuan manusia hanya berhasil untuk meneladani ciptaan Tu-han, Teori estetis ini tidak hanya ada di Barat tetapi juga di dunia Arab dan Indonesia.
Dalam Khazanah sastra Indonesia, yaitu dalam puisi Jawa Kuno seni berfungsi untuk meniru keindahan alam. Dalam bentuk yang berbeda, yaitu abad ke-18, dalam pandangan Marxis dan sosiologi sastra, karya seni dianggap sebagai dokumen sosial. Apabila kelompok Marxis memandang karya seni sebagai refleksi, sebagaimana di introduksi oleh salah seorang tokohnya yang terkemuka yaitu lukacs, maka sosiologi sastra memandang kenyataan itu sebagai suatu yang sudah ditafsirkan. Dalam hubungan ini pendekatan mimesis memiliki persamaan dengan pendekatan sosiologis. Perbedaannya, pendekatan sosiologis tetap bertumpu pada masyarakat, sedangkan pendekatan mimesis, khususnya dalam kerangka Abrams bertumpu pada karya sastra.
Pendekatan mimesis Marxis merupakan pendekatan yang peling beragam dan memiliki sejarah perkembangan yang paling panjang. Meskipun demikian, pendekatan ini sering dihindarkan sebagai akibat keterlibatan tokoh-tokohnya dalam dunia politik. Di Indonesia, misalnya, selama hampir tida dasawars, selama kekuasaan Orde Baru, Pendekatan ini seolah-olah terlarang. Baru sesudah zaman reformasi pendekatan ini dumulai lagi, termasuk penerbitan karya sastra pe-ngarang Lekra seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Di Indonesia pendekatan mimetik perlu dikembangkan dalam rangka menopang keragaman khazanah kebudayaan. Pemahaman terhadap ciri-ciri kebduayaan kelompok lain dapat meningkatkan kualitas solidaritas sekaligus menghapuskan berbagai kecurigaan dan kecemburuan sosial.

4. Pendekatan Pragmatis
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya, pengarang mrupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativiyas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatis dengan demikian memberikan perhataian pada peregeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca trsebut. Secara historis (abrams, 1976:16) pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM. Terkandung dalam Ars Poetica (Horatius) meskipun demikian, secara teoritis dimulai dengan lainnya strukturalisme memerlukan indokator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca (Mukarovsky).
Pada tahap tertentu pendekatan memiliki hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluyasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat diorasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatis secara keseluruhan bergungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memnungkinkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
Pendekatan pragmatis mempertimbangakan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis, diantaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implisit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada kompetensi pembaca sebab semata-mata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayaan khazanah kultural bangsa.

5. Pendekatan objektif
Pendekatan objektif dibicarakan paling akhir dengan pertimbangan bahsa pendekatan ini justru merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern. khususnya teori-teori yang menggunakan konsep dasar struktur pendekatan objektif mengidentifikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evaluasi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Evaluasi ini berkembang sejak aristoteles hingga awal abad ke-20, yang kemudian menjadi revolusi teori selama satu abad, yaitu awal abad ke-20 hingga awal abad ke-21, dari strukturalisme menjadi strukturalisme dinamik, resepsi, interteks, dekonstruksi, dan postrukturalisme pada umumnya.
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Secara historis pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah tragedi terdiri atas unsur-unsur kesatuan. Keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi atas keempat unsur itulah yang kemudian membangun struktur cerita yang disebut plot.
Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis instrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis onotomi, pembacaan mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dalam dengan memperetimbangan keterjalinan antar unsur disuatu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas dipihak yang lain.
Masuknya pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu dengan diperkenalkannya teori strukturalismen, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Pendekatan objektif diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu dan dunia kehidupan manusia, termasuk mode pakaian dan menu makanan. Pendekatan yang dimaksudkan jelas membawa manusia pada. Penemuan-penemuan baru, yang pada gilirannya akan memberikan masukan terhadap perkembangan strukturalisme itu sendiri.
Dari penjelasan macam-macam pendekatan sastra diatas maka penulis hanya akan mengkaji pada pendekatan pragmatis yang mana pendekatan ini hanya memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca yang ada dalam novel bait-bait cinta karya Geidurrahman Elsirahsy.

Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.
Sedangkan menurut para ahli mendefenisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1) Menurut Teeuw, 1994 teori Pendekatan pragmatik adalah suatu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkapan dan pemberi makna terhadap karya sastra.
2) Relix vedika (polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak bahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
3) Dawse user 1960, pendekatan pragmatik merupakan interprestasi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut “Horizon Penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.

Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan kaidah pembacanya dengan begitu pendekatan ini mengabungkan diantara unsure pelipur lara dan unsur dedaktif.
Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap generasi, setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.

C. ASUMSI ATAU LATAR BELAKANG PENDEKATAN PRAGMATIS.
Pendekatan struktural tidak mampu berbuat banyaj dalam upaya membantu seseorang untuk menangkap dan member makna karya sastra dari segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk itu para pakar mengemukakan pendekatan baru yang disebut pendekatan pragmatik.
Dengan munculnya pendekatan pragmatik maka bermula pulalah kawasan kajian terhadap karya sastra ke arah peranan pembaca sebagai subjek yang selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaannya.
Penelitian sastra tidak cukup mengupas sastra secara otonom, penili harus meneliti proses pemberian makna oleh pembaca tertentu, konteks kesusastraan yang pada gilirannya berkaitan dengan kontek social secara luas.
Karya sastra mempunyai struktur objektif yang member peluang kepada pembaca. Untuk memberi terhadapnya, tetapi struktur karya sastra semata belum bisa berbuat banyak terhadap pembaca sehingga diperlukan suatu kegiatan konkretisasi yang objektif.
Menurut jousz interpetasi seorang pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh apa yang disebutnya dengan horizon penerimaan, setiap pembaca mempunyai horizon penerimaan yang mungkin berbeda dan mungkin sama, akibat dari perbedaan dan penerimaan pembaca, maka makna karya sastra bukanlah suatu yang langgeng, ada saatnya karya sastra ditolak (dinyatakan tidak bernilai) karena tahapan pembaca tidak sesuai lagi apa yang telah disajikan didalam karya sastra. Namun ada pula saatnya karya sastra ditolak tadi akan diterima dengan baik oleh pasangan pembaca karena horizon penerimaan atau harapan pembaca lebih bergeser dan terpenuhi sehingga menjadi pas dengan apa yang disajikan didalam karya sastra.
Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ktidak pastian, sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukkan keanekaragaman makna teks sastra tersebut.
D. SEJARAH PENDEKATAN PRAGMATIK
Pada tahun 1960 muncul dua orang tokoh ilmu sastra diJerman Barat, kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sebagai pemberi makna karya sastra.
Pada tahun 1967 (Teeuw,1984 : 5 ) ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme, maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu periode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Dalam kaitan kebutuhan ini jauh menawarkan pendekatan penulisan sejarah sastra yang memberikan perhatianb terhadap dinamika sastra, dinamika sastra akan tersirat pada aktivitas dan kesan yang ditimbulkan oleh pembava perlu diberi latihan khusus karena pembacalah yang sangat menentukkan perkembangan karya sastra dan tepatnya dalam masyarakat.
Adapun yang diterima dan dipahami oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya. Baik dari segi estentiuk maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukkan apakah estentik yang mendasari karya saastra diterima atau ditolak. Apakah karya sastra bernilai atau tidak, apakah yang menonjol nilai estentiknya atau nilai kegunaannya (sebagai alat propaganda), misal dari segi sejarah, pembaca pula yang menentukan letak karya sastra dalam deretan karya sastra lain. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans dalam makalahnya yang berjudul literature als provocation (sejarah sastra sebagai tangtangan). Ia melancarkan gagasan-gagasan baru yang setempat mengoncangkan dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra antara lain dari aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan faktor yang terpenting dalam proses simiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang menggambarkan hubungan dialog dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukkan nasip dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas menerusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan adalah pengertian yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya si pembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.



E. METODE PENDEKATAN PRAKMATIK
Peneliti prsepsi pembaca terhadap karya sastra dalam menggunakan beberapa metode pendekatan, antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melalui karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pada golongan masyarakat tertentu.
1) Kepada pembaca, perorang atau kelompok disajikan atau diminta membaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan,, tangapan, kesan penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut untuk diisi jawaban-jawaban itu nan ditabulasi dan dianalisis.
2) Kepada pembaca, perorangan atau kelompok, diminta membaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterprestasikan karya sastra tersebut. Interprestasi-interprestasi yang dibuat tersebut dianalisis secara kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tanggapan terhadap karya sastra
3) Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat persepsi sekelompok kritikus terhadap kontemporer persepsi masyarakat tertentu terhadap karya sastra diarahnya sendiri.





BAB III
PEMBAHASAN

A. Sinopsis Novel Perempuan Berkalung Sorban
a. Pengertian Sinopsis
b. Langkah-langkah membuat synopsis
- Baca novel atau naskah yang akan dibuat sinopsinya dengan catatan bacalah novel yang akan dibuat sinopsinya dengan berulang kali asal kalian benar-benar memahami ide pengarang yang ditulis.
- Mencatat ide-ide pokok
- Susunlah synopsis dengan catatan tetap mempertahankan urutan susunan naskah/novel.
c. Sinopsis Novel
Novel perempuan berkalung surban adalah sebuah cerita perjuangan seorang perempuan yang selalu memberikan pengertian tentang kedudukan perempuan yang sesungguhnya.
Anisa seorang anak dari Kyai Salafiah, mempunyai pendirian yang kuat, mempunyai paras yang cantik dan otak yang cerdas, Anisa hidup dilingkungan keluarga kyai di pesantren salafiah milik orang tuanya yaitu kepesantren salafiah putri alduha. Basi annisa ilmu yang benar adalah ilmu yang terdapat didalam qur’an hadist dan surah. Buku modern dianggap menyimpang.
Dalam pesantren salafiah putri Alduha diajarkan bagaimana menjadi seorang perempuan musrik dimana pelajaran tersebut membuat annisa beranggapan bahwa isteri hanya berpihak kepada kasra laki-laki dan kasri perempuan sangat lemah takdirnya hanya didapur, meyuruh anak atau lebih lengkapnya sebagai pengurus rumah tangga, perempuan tak layak kerja dikantor atau berkuda bagi Anissa ini tak seimbang.
Annisa selalu protes dengan dilihat yang mengganggap kaori perempuan itu hanya didapur hingga Annisa selalu protes, tapi protesnya hanya dianggap rengekan anak kecil hingga membuat Annissa merasa tak dianggap dikeluarganya, namun anissa selalu mencurahkann keluh kesahnya kepada lek khudory, pangan dari pihak ibunya, yang selalu menemani dan mengajari annisa naik kuda walau tanpa sepengetahuan ayahnya
Lhek Khudorylah yang selalu memahami-memahami permasalahan Anissa. Ialah yang selalu menghibur anissa sekaligus menyajikan dunia yang lain bagi annisa. Diam diam anisa menaruh hati kepada lek Khudory. Tapi cinta itu tak terbalas karena khudori menyadari dirinya masih ada hubungandelat dengan keluarga kyai hanam, sekalipun bukan rasa cintanya sampai akhirnya khudori menaljut ka sekolahnya di kairo. Secara diam-diam anissa mendaftarkan diri untuk kuliah di jogja dan diterima namun oleh kyiai Hanam tidak mengijinkan dengan alasan bisa menimbulkan fitnah ketika perempuan belum menikah berada sendirian jauh dari orang tua.
Akhirnya Anissa malah dinikahkan dengan Samsudin anak dari seorang kyai dari pesantren salaf terbesar di Jawa Timur. Sekalipun hati Anissa berontak harus pernikahan itu dilangsungkan juga kenyataannya samsudin menikah lagi dengan perempuan yang bernama Kalsum dan tinggal serumah pula dengan Anissa. Harapan menjadi perempuan muslimah yang mandiri bagi anissa seketikka runtuh.
Sekianlama menderita dengan ulah suaminya, anissa baru bias merasa berhasil ketika sekembalinya lak khudory dari kairo, atas bantua lek Khudory Anissa membubarjkan semua penderitaannya selama ini kepada ayahnya, akhirnya ayahnya baru menyadari betapa sensara anaknya, kemudian pencarian Anissa dengan Samsudin pun diselesaikan, menjelang masa idahnya habis, anissa menghabiskan waktu sambil kuliah di Jogja dan lek Khudory dengan sabar menunggu masa itu dan langsung melamun Anissa menjadi keluarga yang bahagia.

B. Pembahasan Penelaahan Pragmatik
Dilihat dari pengetahuan pragmatic adalah pendekataan kritik sastra yang memperlihatkan kesan penerimaan pembaca yang memperlihatkan kesan penerimaan pembaca trhadap suatu karya sastra sepanjang masa. Maka disini kami akan menulis atau menampilkan tanggapan-tanggapan dan kesan dari pembaca terhadap novel Perempuan Berkalung Surban.
• Sebelum maraknya fiksi islam karya, karya abidah telah bersorak dan berhasil menyingkap cadar tradisi dunia pesantren. Kultur, jawa dan budaya arab, menawarkan perbandingan baru yang lebih substansial untuk menempatkan identitas perempuan pandangan dalam islam.
Maman S. Mahayana Kritiksu Sastra
• Dalam novel perempuan Berkalung Surban, pembelaan terhadap pemilikan dan hak-hak reproduksi merupakan tumpuan eksporasinya. Melalui tokoh Anissa novel tersebut seolah-olah abiodah hendak berpesan kepada kaumnny “tubuh mu adalah milikmu” tak seorang pun yang boleh menguasainya, juga laki-laki pasangan hidupmu.
Jurnal ilmu agama dan social-sosial religion
• Dalam novel ini abidah menggunakan tokoh perempuan muslim yang tidak radikal. Tokoh pemiris yang bersifat fultural dan terbuka, mengkritik dunia laki-laki yang pitriaki.
• Novel perempuan berkalung surban sangat mendidik, serta bagaiaman sebaiknya perempuan itu menjaga sikap
Heni Amalia Gusli, Pelajar

Dari segi kebahasaan, abidah sangat piawai dan kreatif sehingga berkalung surban sangat bagus untuk dinikmati, dengan bahasa yang begitu emikat. Novel abidah “Perempuan berkalung surban ini mampu menyebut perhatian para penikmat sastra hingga melahirkan komentar kesan atau tanggapan hal tersebut dapat kita lihat pada komentar berikut:
“Novel perempuan berkalung surban sangat memikat gaya bahasa yang menyentuh namun tidak cengeng membuat perempuan membacanya. Maka ia bijak untuk tidak gampang menyerah.
Meiwita P. Budiharsana



















BAB IV
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kritik pragmatic atau melalui kritik prahmatik dapat diketahui sejauh mana penerimaan dan tanggapan kaum pembaca terhadap sebuah novel.

B. Saran
Novel perempuan berkalung surban karya Abidah El Khaliery patut untuk dibaca selain bahasa yang begitu dalam memakai kedudukan didalam rumah tangga.











DAFTAR PUSTAKA

Mehttp:hamsmars.blogspot.com/2009/06/paper-menggugah-cinta-analisis…
http:mradhi.com.pendekatanpragmatic.html
aminudin,1987,”pengantar apresiasi karya sastra, Malang:IKIP Malang
http:marjanfariq.blogspot.com2008/12/teori-sastra.html
menurut Wellek dan Warrwn.1962.Teori sastra, Jakarta:Gramedia halaman:72
berger dan Lukman.1973.Sosiologi dan ilmu pengetatahuan:halaman:86
Abrams.1976.The mirror and the lamp. Halaman 8-9

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar