Senin, 27 Desember 2010

KAJIAN KRITIK OBJEKTIF DALAM NOVEL KASIDAH-KASIDAH CINTA KARYA MUHAMMAD MUHYIDIN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Rere Wellk dan Austin Werren, studi sastra ( ilmu sastra) mencakup tiga bidang yakni teori sasrta, kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiga ilmu tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan itu menyebabkan masing-masingnya saling ketergantungan dengan yang lain. Menghubungkan sastra dengan objek yang diteliti dengan menggunakan teori sastra dan pemahaman sebagai pelengkap melalui sejarah sastra. Kritik sastra berperan sebagai pengukur dan analisis sebuah karya sastra, sejauh mana isi, pesan dan makna sebuah karya sastra diukur melalui sebuah analisis kritik sastra.
Sastra menjelaskan kepada ita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita kearah pemahaman dan penikmatan fenomena kehidupan manusia yang tertuang dalam teori sastra, kita akan memahami juga tentang teori sastra, sastra merupakan wujud dari penggambungan dan pencitraan kehidupan masyarakat, apa yang terjadi di masyarakat, apa yang terjadi di masyarakat diwujudkan dalam karya sastra, oleh karena itu sastra memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Semi (1889:23) mengemukakan kritik sastra memiliki peran sebagai jembatan penghubung antara karya sastra dengan masyarakat, penikmat sastra.
Kritik sastra berfungsi sebagai upaya untuk menempatkan karya sastra pada posisi yang jelas. Kritik sastra dapat menentukan karya sastra yang bermutu dan karya sastra yang tidak bermutu. Hal ini akan membimbing para penulis dalam menciptakan karya sastra atau untuk memperbaiki karya mereka yang oleh kritikus dinyatakan kurang bermutu.
Terdapat beberapa kritik sastra salah satunya adalah kriti objektif, kritik bjektif adalah pendekatan yang menitikberatkan karya sastra yang bersangkutan, bukan pengarang dan bukan pembaca. Pendekatan ini mengabaikan unsur-unsur ekstrinsik karya tersebut; misalnya intensi pengarang, bahkan pengetahuan empiris pembaca. Penelitian dengan menggunakan kritik objektif ini hanya menekankan unsur-unsur intrinsik pembangun karya tersebut. Karya sastra terbagi dalam beberapa bentuk; Roman atau Novel, Puisi, Drama dan Essay. Dalam penelitian terhadap keseluruhan fiksi tersebut dapat menggunakan pendekatan objektif namun dalam Karya Imiah ini yang diteliti atau dianalisis adalah karya sastra prosa yaitu novel Kasidah-kasidah Cinta karya Muhammad Muhyidin.
Karya sastra adalah wujud dan bebtuk dari prilaku yang diciptakan, contohnya karya sastra sederhana adalah novel Muhammad Muhyidi salah satu novelis Indonesa telah banyak menghasilkan buku dan karya sastra beraliran religius. Karyanya diantaranya adalah novel memikat sahabat (2002), melecitkan cinta diri (2002), menjemput jodoh (2003), merah mahkota pengantin (2003), mengubah kebiasaan (2003), mengajar anak berahlak alquran (2004).
Novel Kasidah-kasidah cinta, karya Muhammad Muhyidi diterbitkan pertama kali pada bulan Januari 2007 dan pada bulan Desember 2007 telah dicetak ulang sebanyak 16 kali. Hal ini menunjukkan bahwa novel ”Kasidah-kasidah Cinta” adalah satu novel yang mendapat sambutan dan pengakuan luar biasa dari pencipta sastra.
Selain itu banyak pendapat terhadap novel ”Kasidah-kasidah Cinta” karya Muhammad Muhyidin diantaranya K.H Zaenal Arifin Thoha seorang sastrawan senior pembina forum pena dan pengasuh pondok pesantren mahasiswa Hasyim Asyarie Yogyaarta mengatakan bahwa novel spiritual ini memiliki alur dan konflik yang sangat mencekam. Lembar demi demi lembar selalu menyampaikan rasa penasaran bagi pembaca. Istimewa.......!
Dari latar belakang di atas penulis merasa penting untuk menganalisis novel Kasidah-kasidah Cinta karya Muhammad Muhyadin dengan menggunakan kritik objektif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah:
1. Bagaimanakah novel Kasidah-kasidah Cinta karya Muhammad Muhyidin jika dikaji dengan menggunakan kritik objektif?

C. Tujuan Analisis
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan analisis novel Kasidah-kasidah Cinta karya Muhammad Muhyidin adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai kekurangan dan kelebihan novel dengan menggunakan kritik objektif.

G. Kritik Sastra Objektif
1. Pengertian kritik sastra
Kritik sastra merupakan salah satu studi sastra yang meliputi tiga bidang yaitu; teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Teori sastra adalah bagian ilmu sastra yang membicarakan pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur yang membangun karya sastra, jenis-jenis sastra dan perkembangan serta kerangka pemikiran para pakar tentang apa yang mereka namakan sastra. Sejarah sastra adalah bagian ilmu sastra yang memperlihatkan perkembangan karya sastra, tokoh-tokohnya, dan ciri-ciri dari masing-masing tahap perkembangan tersebut.
Dalam pengertian lain kritik satra merupakan studi sastra yang langsung berhadapan dengan dunia sastra, secara langsung membicarakan karya satra dengan penekanan pada penilaiannya (wellek dalam pradopo, 92:2003). Karya sastra diciptkan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimamfaatkan oleh masyarakat, sastrawan sendiri merupakan anggota masyarakat, yang terikat oleh status social tertentu.
Istilah ‘kritik’ dalam suatu proses penelitian sastra diidentikkan dengan sisi-sisi objektif yang dimanfaatkan peneliti dalam menjalankan penelitiannya. Dalam penelitian sastra atau kritik sastra, berbagai bentuk kritik dapat dimanfaatkan. Bahkan penelitian sastra memanfaatkan lebih dari satu jenis kritik. Meskipun demikian, jenis kritik tersebut senantiasa menghasilkan suatu pemahaman yang berbeda, bahkan bersifat kontras. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan dasar-dasar pembentuk tiap-tiap kritik tersebut, juga relevansi-relevansinya dengan kaidah-kaidah diluar karya sastra yang diteliti.
Pentingnya pengetahuan tentang kritik dalam penelitian sastra, adalah supaya tidak terdapat kontradiksi dalam konklusi. Terdapat empat kritik sastra.
Diantaranya adalah:
1. Kritik Objektif
2. Kritik Ekspresif
3. Kritik Pragmatis
4. Kritik Mimetik
Namun dalam Karya Ilmiah ini penulis membahas mengenai kritik objektif pada Kasidah-kasidah Cinta karya Muhammad Muhyidin.

2. Metode Kritik Sastra
Terdapat beberapa metode kritik sastra, diantaranya yaitu:
1. Judicial Kritisem ayau yang artinyapenilaian.
2. Indutive Criticim yang artinya tidak mengakui adanya aturan-aturan dan ukuran yang ditetapkan sebelumnya.

3. Jenis Kritik Sastra.
Terdapat beberapa jenis kritik sastra, diantaranya yaitu:
1. Kritik Mimetik (Mimetik Criticism) bertolak pada pandangan bahwa karya sastra merupakan suatu tiruan atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia
2. Kritik Pragmatik (Pragmatic Criticism) Bahwa karya sastra disesuaikan dengan pembacanya, yang Mempunyai efek senengan, estetika, dan pendidikan
4. Kritik Ekspresif (Telaahan nya kepada kemampuan pengarang untuk mengekspresikan atau mencurahakan idenya kedalam wujud sastra (umumnya puisi)
5. Kritik Objektif (Tidak melihat kepada pengarang, pembaca atau dunia sekitarnya, namun mandiri dalam pemahaman/penafsiaran tersendiri.

Kritik dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Kritik relatif yaitu sebagai bentuk kritik yang mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan dalam upaya menguraukan atau menjelaskan tentang hakekat karya sastra.
2. Kritik absolut yaitu bahwa tidak percaya akan adanya suatu prosedur dan perangkat aturan yang dapat diandalkan untuk dijadikan patokan dalam melakukan kritik.

Kritik dapat dipisahkan dalam dua kajian
1. Kritik Teoritis yaitu kritik yang beerusaha untuk menyampaikan kepada prinsip-prinsip seni yang umum dan memformulasikan usaha pemanduan unsur estetika dan prinsip kritik.
2. Kritik Praktis yaitu kritik yang berupaya agar prinsip dan patokan yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya seni yagn bersangkutan.
4. Tujuan Kritik
1. Pertimbangan atau penjelasan tentang karya sastra serta prnsip-prinsip terpenting tentang karya tersebut kepada penikmat yang kurang dapat memahaminya.
2. Menerangkan seni imajinatif sehingga mampu erikan jawaban terhadap hal-hal dipertanyakan pembaca.
3. Membuat aturan-aturan untuk pengarang dan mengatur selera pembacanya.
4. Menginterpretasikan suatu karya sastra terhadap pembacanya yang tidak mampu memberikan apresiasi.
5. Memberikan keputusan atau pertimbangan dengan ukuran penilaian yang telah ditetapkan.
6. Menemukan dan mendapatkan asas yang dapat menerangkan membdasar-dasar seni yang baik.

5. Kritik Objektif
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apa pun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Secara historis pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman Aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah tragedi terdiri atas unsur-unsur kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi atas keempat unsur itulah yang kemudian membangun struktur cerita yang disebut plot.
Kritik Objektif juga merupakan kritik yang menitikberatkan karya sastra yang bersangkutan, bukan pengarang dan bukan pembaca. Kritik ini mengabaikan unsur-unsur ekstrinsik karya tersebut misalnya intensi pengarang, bahkan pengetahuan empiris pembaca. Penelitian dengan menggunakan pendekatan objektif ini hanya menekankan unsur-unsur intrinsik pembangun karya tersebut. Karya sastra terbagi dalam beberapa bentuk; Roman atau Novel, Puisi, Drama dan Essay. Dalam penelitian terhadap keseluruhan fiksi tersebut dapat menggunakan kritik objektif.
Salah satu bentuk kritik objektif adalah krtik struktur murni. Kritik yang berfokus pada unsur-unsur konstruksi karya sastra dan sama sekali tidak melibatkan unsur-unsur luaran, yang jika diteliti sama sekali berhubungan. Malahan unsur-unsur itu terbentuk sebagai kulit luar, sedangkan isi dari unsur-unsur itu adalah ideologi pengarang yang jelas terbentuk melalui pengalaman empirsnya.
Diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Pendekatan objektif diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu dan dunia kehidupan manusia, termasuk mode pakaian dan menu makanan. Pendekatan yang dimaksudkan jelas membawa manusia pada. Penenuan-penemuan bam, yang pada gilirannya akan memberikan masukan terhadap perkembangan strukturalisme itu sendiri.
Struktur adalah sebuah bangunan yang terdiri atas berbagai unsur yang satu sama lainnya berkaitan. Dengan demikian, setiap perubahan yang terjadi pada sebuah unsur struktur akan mengakibatkan hubungan antarunsur menjadi berubah pula unsur-unsur pembentuk struktur masing-masing karya sastra itu berbeda. Novel atau Roman sebagai karya sastra terbesar dalam bentuk memiliki unsur-unsur pembentuk yang cukup kompleks.
Dengan demikian Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis,
Terdapat beberapa kerangka kritik strukturalisme yaitu:
1. Kritik berpusat pada karya satra.
2. Karya sastra mempunyai komponen-komponen. Komponen itu membangun sebuah kesatuan yang utuh dan lengkap. Komponen karya sastra adalah segala unsur yang membentuknya.
3. Penganalisisan karya sastra yang bertujuan untuk membongkar dan memaparkan seteliti mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra.
4. Karya yang baik adalah karya yang mempunyai keharmonisan antara bentuk dan isi.
Unsur intrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra yang ada di dalam karya sastra.
Unsur intrinsik pembentuk karya sastra prosa (novel) adalah:
1. Plot atau alur
Alur adalah deretan peristiwa yang secara kronologi diakibatkan atau dialami oleh tokoh.
2. Penokohan
Adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh dalam suatu cerita. Cara pengarang dalam menampilkan karakter tokoh ada dua yaitu secara dramatik dan secara analitik.
Jenis tokoh ada dua yaitu tokoh antagonis dan tokoh protgonis. Tokoh antagonis adalah tokoh yang tokoh yang digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh yang memiliki karakter yang bertentangan dengan tokoh protagonis. Sedangkan tokoh protagonis yaitu tokoh yang membawa ide-ide yang akan disampaikan oleh pengarang dan biasanya disukai oleh pembaca.
3. Latar atau setting
Adalah tempat dan suasana yang menyebabkan peristiwa itu terjadi. Latar juga yang menerangkan peristiwa. Unsur latar dalam karya sastra dikategirikan menjadi tiga yaitu:
a. Latar waktu yaitu kapan peristiwa yaang diceritakan terjadi.
b. Latar tempat yaitu tempat dimana peristiwa yang diceritakan terjadi
c. Latar sosial yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perilaku masyarakat di tempat peristiwa terjadi.
4. Sudut pandang
Adalah cara pandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu
5. Gaya bahasa
Adalah merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa didalam karangannya. Dalam menggunakan bahasa pengarang mempunyai ciri khas tersendiri.
6. Tema
Adalah pokok persoalan masalah utama atau inti persoalan yang dibicarakan dalam sebuah karya sastra.
7. Amanat
Adalah pemecahan atau jalan keluar yang disarankan oleh pengarang terhadap masalah utama dalam cerita.

















BAB III
PEMBAHASAN

A. Sinopsis
Beawal dari pertemuaan di lereng Kendeng Sriwiji dan Nugroho bertemu. Ketika itu nugrihi dan teman-teman sedang mengejar kijang buruannya yang lari kearah Sriwiji dan ketiga sahabatnya.
Semenjak kejadian itu Nugroho menjadi orang yang pendendam. Ternyata Nugroho mencintai Sriwiji, Namun Nugroho tidak mengetahui siapa sebenarnya Sriwiji, sebab dalam pertemuan Nugroho tidak berkenalan dengan Sriwiji. Yang ia tahu Sriwiji adalah gasis Tempelsari. Sungguh tidak mungkin Nugroho mencintai orang-orang Tempelsari yang termasuk keturunan Syeh Makarim sebab eyang Maruto kakek moyang Nugroho melarang keras keturunannya berhubungan dengan orang-orang Tempelsari yang taat agama.
Suatu ketika Nugroho sudah tidak tahan lagi menahan rindunya kepada Sriwiji. Nugroho lari menuruni lereng pegunungan kendeng. Pada saat Nugroho
Sampai di lereng air terjun, Nugroho terkejut melihat kijang yang dulu hampir ia bunuh, ditambah lagi di belakang kijang itu ada Sriwiji sedang mengejar kijang itu.
Dari pertemuan itu Nugroho menjadi tahu siapa Sriwiji. Nugroho menjadi sadar bahwa Nugroho tidak pantas mendapatkan Sriwiji. Dari pertemuan itu Nugroho meminta Sriwiji untuk membimbing mengaji. Sehabis zuhur Nugroho dan Sriwiji belajar mengaji di puncak kendeng.
Pada hari ketujuh saat Nugroho dan Sriwiji belajar mengaji, pemuda Tempelsari mengetahuinya. Mereka salah faham terhasap Sriwiji dan Nugroho. Menurut mereka Sriwiji dan Nugroho telah melanggar ajaran agama karena telah berdua-duaan dengan yang bukan muhrim ditempat sepi. Pemuda yang diwakili oleh Kuncoro, menyeruh Sriwiji pulang.
Pada saat Sriwiji diantar pulang oleh Retno dan teman-temannya, pemuda geregetan melihat Nugroho. Mereka langsung menghaar Nugroho. Pada saat itu juga pemuda Randualas datang. Akhirnya pemuda Tempelsari dan Randualas berantem.
Setelaah kejadian itu, warga dukuh Tempelsari dan Randualas saling bermusuhan. Berbulan-bulan peperangan terjadi. Parno salah satu pemuda Tempelsari menyayangkan terjadinya peperangan ini. Parno menemui Sriwiji dan Nyi Sumirah. Parno menyuruh Sriwiji pergi dari dukuh ini untuk menyusun masa depan dukuh Tempelsari dan Randualas. Parno juga meminta Nugroho menemui Sriwiji pergi kerumah kiai Muctar dan juga menikahinya.
Sriwiji dan Nugroho diterima baik oleh kiai Muctar. Sriwiji dan Nugroho hidup bahagia. Sriwiji telah mengandung dan kandungannya telah berusia sembilan bulan. Suatu hari utusan Nyi Sumirah datang menemui Sriwiji dan Nugroho. Mereka mengabarkan bahwa ayah mereka telah disekap oleh masing-masing dukuh. Sriwiji dan Nugriho memutuskan pulang kedukuh masing-masing untuk menyelamatka ayah mereka. Sebelum mereka berpisah mereka berjanji akan bertemu lagi di puncak kendeng. Pada saat tiba di dukuhnya Sriwiji bertemu dengan ketiga sahabatnya, mereka sudah tidak mau menerimanya lagi, mereka menganggap Sriwiji penyebab peperangan ini. Mereka mengusir Sriwiji, Sriwiji berlari menuju puncak kendeng. Warga yang menyaksikan penasaran kemana Sriwiji hendak pergi. Sesampainya Sriwiji di puncak kendeng, ia sudah tidak tahan lagi menahan sakit perutnya. Sriwiji menjerit memanggil nama suaminya. Sriwiji merebahkan tubuhnya di bawah pohon. Sriwiji melahirkan putranya tanpa bantuan siapa pun. Sriwiji menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengazani dan mengiqomati putranya.
Di tempat lain Nugroho juga mendapatkan perlakuan yang sama dari para sahabatnya. Nugroho tidak di trima kehadirannya bahkan dihajar hingga Nugroho tidak dapat berbuat apa-apa. Salah satu temannya menghujamkan keris tepat di uluh hatinya. Dan pada saat itu juga Nugroho mendengar jeritan istrinya dari atas puncak kendeng. Nugroho menuju puncak kendeng dengan sisa-sisa tenaganya. Sahabat Nugroho penasaran kemana Nugroho hendak pergi, mereka mengejar Nugroho. Sesampainya Nugroho di atas puncak ia melihat istrinya telah membujur kaku dengan memeluk anaknya. Nugroho meraih anaknya kemudian ia mencium wajah istrinya berkali-kali. Nugroho mengazani dan mengiqomati anaknya. Beberapa menit kemudian Nugroho menghembuskan nafas terakhirnya di sebelah istrinya. Nyala obor segera menerangi puncak kendeng. Warga randualas dan tempelsari tertegun melihat pemandangan itu. Seorang bayi munggil, berparas tampan, penuh dengan cahaya berada di hadapan mereka. Salah seorang gadis tempel sari mendekati Sriwiji. Ia melihat sepucuk surat ada di genggam Sriwiji. Surat tersebut segera mereka baca, baru mereka sadari bahwa selama ini Nugroho dan Sriwiji berusaha mendamaikan peperangan ini. Mereka rela mengorbankan diri demi masadepan Dukuh Tempelsri dan Randualas.

B. Kajian kritik objektif dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin.
Kritik objektif merupakan kritik yang menitikberatkan karya sastra ada unsur-unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang ada di dalam karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur intrinsik dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin yaitu:

1. Plot atau alur
Alur adalah deretan peristiwa yang secara kronologi diakibatkan atau dialami oleh tokoh. Berdasarkan hasil dari identifikasi yang diperoleh dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin maka tahap alur yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Tahap perkenalan (eksposisi)
Sri wiji seorang gadis Dukuh Tempelsari yang camtik dan taat beragama. Ia adalah putri tunggal Ki Prapto dan Nyi Sumirah. Ki Prapto adalah orang yang dituakan di Dukuh Tempelsari karena sangat bijaksana sehingga disegani oleh semua warga.
Sedangkan Nugroho adalah seorang pemuda tampan, bahkan paling tampan di Dukuh Randualas. Ia adalah putra tunggal dari Ki Aingo dan Nyi Prapti.
b. Tahap peristiwa mulai bergerak (Komplikasi)
Tahap ini berawal dari kiah perburuan Nugroho dan teman-temannya. Seekor kijang yang diburunya berlari mendekati Sriwiji dan teman-teman yang sedang duduk di paadang rumput. Ketika itu Sriwiji dan teman-temannya sedang asik bercerita, tiba-tiba dikejutkan oleh deru kaki kijang. Saat itu Sriwiji dan teman-temannya sedang asyik mengelus-elus bulu kijang tersebut pemuda Rndualas datang. Mereka dengan paksa meminta kijang itu dari tangan gasis Tempelsari. Namun, Retno salah satu gasis Tempelsari gigih mempertahankannya. Pada kutipan berikut:
” Hai gadis, apakan kijang ini milikmu hingga kami tidak bisa mengambilnya?, Retno pun menjawab ” Hai kamu, apakah kijang ini milikmu hingga engkau ingin mengambilnya dari kami?”
Pemuda Randualas tetap saja memaksa. Namun Retno semakin gigih mempertahankannya. Melihat ketegaran dan keaggunan keempat gadis Tempelsari tersebut, seorang pemuda meminta pertimbangan Nugroho, tetapi Nugroho dari tadi ia tidak bergerak. Nugroho berdiri terpaku. Ia tidak melepaskan sedikitpun pandangan kepada salah satu gasus tempel sari yaitu Sriwiji yang berdiri anggun didepannya. Di depannya Sriwiji juga berdiri terpaku. Ia menatap tajap wajah Nugroho. Bahkan ia tidak mendengarkan ketika teman-temannya beradu mulut dengan pemuda Randualas. Semenjak itu Nugroho menjadi asing bagi dirinya. Nugroho menjadi sosok pendianm. Nugroho jatuh cinta dengan gadis Tempelsari. Siang malam waktunya hanya untuk memikirkan kekasih hatinya. Namun cintanya tidak terbalas, karena Nugroho tidak tahu siapa sebenarnya Sriwiji. (Halaman 56-60)
c. Puncak cerita ( Klimaks)
tahap klimaks dapat dilihat pada saat Nugroho dikeroyok olehpemuda Tempel sari pada saat belajar mengaji bersama Sriwiji di puncak Kendeng dihari ketuju. Pemuda Tempelsari salah faham terhadap Sriwiji yang telah berduaan dengan orang yang bukan muhrimnya. Nugroho tidaak mellawan jika ia harus mati di tangan pemuda Tempelsari, ia akan terima. Namun pada saat Nugroho dikeroyok teman-teman Nugroho dari Randualas datang. Akhirnya perkelahian antara pemuda Randualas dengan Tempelsari tidak bisa dihindari lagi. Atas kejadian pengeroyokan pemuda Tempelsari pada Nugroho menjebabkan terjadinya pertikaian, pengrusakan ladang, perkelahian bahkan sampai terjadi peperangan antara Dukuh Randualas dan Dukuh Tempelsari hingga berbulan-bulan.
d. tahap penyelesaian masalah (Anti klimks)
tahap penyelesaian masalah dalam novel ini tergambar pada peristiwa rencana Parno mempersatukan cinta Nugroho dan Sriwiji. Menurutnya cinta Nugroho dan Sriwiji lah yang bisa menghentikan peperangan antar warga Tempelsari dan warga Randualas. Seperti pada kutipan berikut:
” Wiji engakau tahu apa yang aku maksud. Aku datang menemuimu untuk mengatakan bahwa hanya cintamu dan Nugroho yang akan segera mengakhiri peperangan ini. Hanya dengan cinta kalian itulah yang akan menunjukkan siapa sebenarnya yang benar dan yang salah”. (Halaman 269)
Ketika warga Tempelsari sedang sibuk mempersiapakan diri mengahadapi warga Rndualas. Parno meminta Sriwiji untuk segera pergi dari dukuh untuk mempersiapkan masa depan kedua Dukuh tersebut. Dengan hati-hati agar tidak ada satu pun yang mengetahui pelarian Sriwiji, Parno mengantarkan Sriwiji hingga keluar perdukuhan. Parno memnerikan dua pucuk surat keMpada Sriwiji untuk diberikan kepada Nyi Muchtar dan satunya untuk Sriwiji. ( Halaman 272)
Saat peperangan terjadi, Parno segera menemukan Nugroho dan menceritakan rencananay serta meminta Nugroho untuk segera menyusul Sriwiji untuk selanjutnya segera menikahinya. Dibuktikan dalam kutipan berikut:
Pergilah sekarang juga. Jika perjalanan lancar, tiga hari engkau akan sampai di rumah Kiai Muchtar. Sampaikan salamku pada beliau dan katakan ”saya kemari atas permintaan Parno atas keperluanku. Nikahkanlah aku dengan Sriwiji”. Aku berdoa semoga engkau bisa menyusul Sriwiji ditengah perjalanan nanti. ( Halaman 279). Akhirnya Nugroho meninggalkan Parno dan menyusul Wri wiji.
e. Tahap keputusan konflik
Sriwiji dan Nugroho diterima baik oleh kiai Muctar. Sriwiji dan Nugroho hidup bahagia. Sriwiji telah mengandung dan kandungannya telah berusia sembilan bulan. Suatu hari utusan Nyi Sumirah datang menemui Sriwiji dan Nugroho. Mereka mengabarkan bahwa ayah mereka telah disekap oleh masing-masing dukuh. Sriwiji dan Nugriho memutuskan pulang kedukuh masing-masing untuk menyelamatka ayah mereka. Sebelum mereka berpisah mereka berjanji akan bertemu lagi di puncak kendeng. Pada saat tiba di dukuhnya Sriwiji bertemu dengan ketiga sahabatnya, mereka sudah tidak mau menerimanya lagi, mereka menganggap Sriwiji penyebab peperangan ini. Sriwiji berlari menuju puncak kendeng. Warga yang menyaksikan penasaran kemana Sriwiji hendak pergi. Sesampainya Sriwiji di puncak kendeng, ia sudah tidak tahan lagi menahan sakit perutnya. Sriwiji menjerit memanggil nama suaminya. Sriwiji merebahkan tubuhnya di bawah pohon. Sriwiji melahirkan putranya tanpa bantuan siapa pun. Sriwiji menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengazani dan mengiqomati putranya.
Di tempat lain Nugroho juga mendapatkan perlakuan yang sama dari para sahabatnya. Nugroho tidak di trima kehadirannya bahkan dihajar hingga Nugroho tidak dapat berbuat apa-apa. Salah satu temannya menghujamkan keris tepat di uluh hatinya. Dan pada saat itu juga Nugroho mendengar jeritan istrinya dari atas puncak kendeng. Nugroho menuju puncak kendeng dengan sisa-sisa tenaganya. Sahabat Nugroho penasaran kemana Nugroho hendak pergi, mereka mengejar Nugroho. Sesampainya Nugroho di atas puncak ia melihat istrinya telah membujur kaku dengan memeluk anaknya. Nugroho meraih anaknya kemudian ia mencium wajah istrinya berkali-kali. Nugroho mengazani dan mengiqomati anaknya. Beberapa menit kemudian Nugroho menghembuskan nafas terakhirnya di sebelah istrinya. Nyala obor segera menerangi puncak kendeng. Warga randualas dan tempelsari tertegun melihat pemandangan itu. Seorang bayi munggil, berparas tampan, penuh dengan cahaya berada di hadapan mereka. Salah seorang gadis tempel sari mendekati Sriwiji. Ia melihat sepucuk surat ada di genggam Sriwiji. Surat tersebut segera mereka baca, baru mereka sadari bahwa selama ini Nugroho dan Sriwiji berusaha mendamaikan peperangan ini. Mereka rela mengorbankan diri demi masadepan Dukuh Tempelsri dan Randualas.
Dari analisis tahap-tahap alur di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa novel ini menggunakan alur maju. Alur maju terbukti dengan pertama-tama dikenalkan tokoh dan karakternya, kemudian awal pertiakaian dan akhirnya juga terjadii puncak pertikaian yang melibatkan banyak tokoh serta pada tahap akhir diberikan solusi dari masalah tersebut.
2. Penokohan
Berdasarkan hasil identifikasi penokohan. Maka, dapat disimpulkan bahwa dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin terdapat tokoh antagonis dan protagonis. Tokoh yang dimaksud akan diuraikan sebagai berikut:
a. Sriwiji (Tokoh utama
o Ciri fisik :Cantik, putih, senyumnya manis, tinggi, riang, anggun, berjilbab, suaranya merdu.
o Ciri pisikis :Taat beragama, mistpatuh pada orang tua, sikapnya anggun, rendah hati, dan halus budi pekertinya.
b. Nugroho (Tokoh utama)
o Ciri fisik :Tampan, ototnya kekar, jalannya lincah, gerakannya tangkas, senyumnya manis, suaranya lantang, gagah.
o Ciri pisikis :Jahat, buas, sadis, puitis, pandai merayu, bermaksiat, berani, pendiam, beringas, licik, tidak mengenal ajaran agama.
Nugroho dalam novel ini digaambarkan sebagai tokoh antagonis. Ia digambarkan sebagai pemuda yang sering berbuat jahat. Meski pun pada hakekatnya semua kejahatan yang dilakukan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Hati nuraninya sering berontak. Pertemuannya dengan Sriwiji dan atas bimbingan pula yang telah membuatnya berubah menjadi baik.

c. Parno ( Sahabat Sriwiji)
o Ciri fisik :Tampan, kuat, gagah.
o Ciri fisis :Pemalu, rendah hati, bijaksana, polos, pendiam, kuat, jujur.
Parno dalam novel ini digambarkan sebagai tokoh protagonis. Parno adalah satu-satunya pemuda yang menyayangkan terjadinya pertikaian antara dukuh Tempesari dengan dukuh Randualas. Baginya perang yang terjadi adalah perang yang sia-sia, perang yang hanya dilandasi oleh kegeraman, kebencian dan kemarahan yang didorong oleh kesalahfahaman dan ketidak saling pengertian.
d. Ki Patmo
Berperan sebagai tikoh protagonis (ketua tokoh dukuh Tempelsari, ayah Sriwiji)
o Ciri fisik :gagah, ampan, kedua alis tebal, sorot matanya tajam dan lembut, bibirnya merah dan tipis, rahangnya kuat, dagunya beersih, jalannya tegap, senyumnya ramah dan tawanya renyaah.
o Ciri pisikis :Budi pekertinya mempesina, memiliki wawasan umum diatas rata-rata, memiliki kebijaksanaan yang mengagumkan, memiliki wawasan agama dan ketaatan yang tinggi,sabar dan rendah hati.
e. Nyi Sumirah
Berperan sebagai tokoh protagonis (ibu Sriwiji) digambarkan secara dramatik.
o Ciri fisik :Cantik
Ciri sesuai dengan kutipan ini “Nyi Sumirah adalah perempuan yang cantik jelita. Dia adalah melati yang paling harum diantara seharum-harumnya melati. (halaman 22)
o Ciri pisikis :Taat beragama dan taat kepada suami.
Ciri tersebut tergambar dalam kutipan berikut ”Nyi Sumirah aadalah perempuan yang taat dalam menjalankan ajaran aga dan sampaii detik ini Nyi Sumirah perempuan yang taat dan hormat padasuaminya.
f. Ki Singo
Berperan sebagai tokoh protagonis (ayah Nugroho)
o Ciri pisikis :Ketua dukuh Rndualas, tidak suka mengeluh dan suka membantu.
Ciri tersebut tergambar dalam kutipan berikut “ selama ini belum pernah sekali pun Ki Singo mengeluh untuk meminta pertolongan kepada warga. Sebaliknya dengan hal-hal yang dimilikinya, Ki Singo sering membantu warga meski pun anpa diminta. (halaman 122)
g. Nyi Prapti
Berperan sebagai tokoh protagonis (ibu Nugroho)
o Ciri pisikis :Penyayang, rela berkorban untuk anaknya.
Ciri ini digambarkan secara dramatik, pada kutipan berikut ” hanya engkau yang dapat mengrmbalikan keadaan putra kita, suamuku. Hapuslah kesedihannya, buanglah kegalauan hatinya. Penuhi cintanya. (halaman 115)
h. Retno
Tokoh ini berperan sebagai tokoh protagonis yaitu sahabat Sriwiji
o Ciri fisik :Cantik
Ciri ini digambarkan pada kutipan berikut”kecantikannya sangat alami, tidak pernah tersentuh mike-up buatan manusia..( halaman 55)



o Ciri pisikis : Pemberani
Ciri ini digambarkan secara dramatik pada peristiwa perebutan kijang dengan pemuda Randualas. Hal ini sesuai dengan kutipan ” ketahuilah kalian tidak nerhak membunuh binatang-binatang ini” (halaman 58)
i. Evi
Berperan sebagai tokoh protagonis (sahabat Sriwiji)
Ciri yang tergambar adalah ia tidak suka bohong, didgambarkan secara dramatik pada kutipan berikut ”kita telah sepakat bahwa kita tidak pernah berbohong, duhai sahabatku. Selain itu, agama juga tidak mengajarkan berbohong termasuk berbohong terhadap diri sendiri.
j. Wulan
Berperan sebagai tokoh protagonis (sahabat sriwiji)
Memiliki ciri pengertian. Ia mencintai Parno tetapi karena Parno mencintaii Sriwiji, sehingga Wulan memendam perasannya.
k. Kayat.
Berperan sebagai tokoh antagonis (sahabat Nugroho)
Ciri yang digambarkan secara dramatik, sebagai tokoh yang buas dan jahat.
L. Kuncoro
Berperan sebagai tokoh protagonis sahabat Parno.

3. Latar atau setting
Adalah tempat dan suasana yang menyebabkan peristiwa itu terjadi. Latar juga yang menerangkan peristiwa. Unsur latar dalam karya sastra dikategirikan menjadi tiga yaitu:
a. Latar waktu yaitu kapan peristiwa yaang diceritakan terjadi.
b. Latar tempat yaitu tempat dimana peristiwa yang diceritakan terjadi
c. Latar sosial yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perilaku masyarakat di tempat peristiwa terjadi.
Berdasarkan data hasil analisis pada nove ”kasidah-kasidah cinta” karya Muhammad Muhyidin latar yang digunakan ada tiga kategori yaitu:
A. Latar waktu
Yang termasuk latar waktu dalam novel nove ”kasidah-kasidah cinta” karya Muhammad Muhyidin
1. Waktu malam, peristiwa yang terjadi anatara lain sesuai dengan penggalan berikut:
o Malam itu Ki Patmo mengadakan perjamuan untuk seluruh warganya. (Halaman 27)
o Malam ini memanag menjadi malam yang tercantik bagi Sriwiji. (Halaman 30)
o Apa yang dilakukan pemuda berandalan itu pada malam ini. (Halaman 32)
o Tak terasa bulan semakin meninggi dan perjamuan akan segera berakhir. (Halaman 31)
o Kita akan memburunya tetapi tidak pada tengah malam begini. (Halaman 50)
o Bila malam datang dukuh Randualas tenggelam dalam anggur dan tarian. (Halaman 66)
o Suatu malam ketika para warga telah pulang. (Halaman 72)
o Malam itu warga kembali berkumpul di rumah Ki Parmo. (Halaman 87)
o Membicarakan masalah tersebut pada suatu malam. (Halaman 87)
o Nanti, selepas magrib mereka akan mengaji bersama. (Halaman 105)
o Bila malam datang Nugroho sering bersenandung kepada sang rembulan. (Halaman 131)
o Sekitar pukul sembilan malam, satu persatu para pemuda dan pemudi. (Halaman 154)
o Malam itu ju Ki Singo memerintah para pemuda dukuh. (Halaman 168))
o Dan malam ini setelah Nugroho selsai mandi. (Halaman 178)
o Pada malam hari setelah perjumpaan tersebut. (Halaman 194)
o Malam ini ia tidak keluar. (Halaman 218)
o Malam hari, ketika warga dukuh mulai terlelap. (Halaman 258)
o Ia lantas menyaksikan perkelahian ini hingga malam menjelang. (Halaman 299)
2. Waktu pagi, peristiwa yang terjaasi sesuai dengan penggalan berikut ini.
o Bahkan bila pagi pun datang, kita tetap kan membunuhnya. (Halanan 50)
o Bagaimana kalau besok pagi kita akan memburunya kembali. (Halanan 51)
o Besok pagi Ki Sawon pada beliau. (Halanan 219)
o Pagi setengah sembilan beritahu teman-teman. (Halanan 219)
o Pada pagi harinya ketika Sriwiji. (Halanan 222)
3. Waktu siang, peristiwa yang terjadi sesuai dengan penggalan berikut ini
o Suatu siang, menjelang sore Ki Maruto (Hal. 39)
o Menjadikan siang yang tidak nyaman bekerja 9Hal. 86)
o Suatu siang menjelang sore. Ki Singo mengundang para Pemuda (Hal. 119)
o Siang tadi, ketika Sriwiji sampai di hadapannya (Hal.221)
o Siang itu, dua kelompok bediri berhadap-hadapan (Hal. 244)
o Siang itu, warga Tepel sari kembali berhadapan dengan warga Randualas (Hal. 247)
4. Waktu soroe, peristiwa yang terjadi susuai dengan penggalan berikut ini
o Sore, sehabis asar. Retno, Wulan dan Evi pergi kerumah Sriwiji (Hal. 104)
o Sore ini Sriwiji terlihat sedang beraa di kebun rumahnya (Hal.105)
o Sore itu, ketika Ki Singo telah merencanakan untuk membawa gadis Tempel Sari ke Dukuh ini (Hal. 167)
o Sore itu setelah setelah beberapa pemuda Rrandualas pulang (Hal. 237)
Dari analisis di atas maka aspek latar waktu yang sering digunakan dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhidi yang paling menonjol adalah waktu malam hari karena banyak peristiwa yang terjadi dalam cerita pada waktu tersebut. Selain itu, peristiwa ada yang terjadi pada pagi hari, siang dan sore hari meskipun peristiwa yang terjadi tidak sebanyak pada malam hari.

B. Latar Tempat
Latar tempat yang ditemukan dalam novel ”Kasidah-kasidah cinta” karya Muahammad Muhyidin antara lain:
1. Dihamparan rerumputan diselatan Dukuh
Latar tempat tersebut sesuai dengan kutipan berikut ” Ketika seorang pemuda mau berangkat, maka ketua dukuh dan kedua orang tua itu, disaksikan oleh seluruh warga, dilepas dengan upacara sederhana di hamparan rerumputan di selatan dukuh (Hal.17)
2. Disebuah pesantren besar di Jawa Timur
Latar tersebut sesuai dengan kutipan berikut ” Sriwiji dilepas oleh Ki Patmo dan seluruh dukuh untuk menimba ilmu di sebuah pesantren besar di Jawa Timur.
3. Pegunungan Kendeng
Latar tersebut sesuai dengan kutipan berikut:
o Mereka ingin menangkap kijang yang ada dipegunungan Kendeng (Hal.31)
o Nugroho menyadari di lereng gunung Kendeng (Hal. 132)
o Di puncak Gunung Kendeng, Nugroho memanggil-manggil gadis Tempel Sari. (Hal. 133)
o Nugroho menuruni lereng Gunung Kendeng (Hal.136)
o Nugroho dan Sriwiji tenggelam dalam lautan zikir di puncak Gunung Kendeng (Hal. 138)
o Di puncak Gunng Kenden, Nugroho dan Sriwiji menghembuskan nafas terakhirnya (Hal. 298-299)
4. Di salah satu pegunungan Kendeng, muda-mudi yang berasal dari kota dibunuh oleh Nugroho dan teman-temannya (Hal.42)
5. Di gundukan tanah yang ada di dekat air terjun, Nugroho bertemu dengan Sriwiji dan kijang (Hal.137)
6. Di belakang rumahnya Ki Singo menemukan Nugroho sedang melamun (Hal.72)
7. Di belakang Rumahnya Nugroho bercerita pada semak-semak dan bunga-bunga (Hal. 131)
8. Warga berkumpul di rumah Ki Patmo (Hal. 37)
9. Di Masjid Dukuh, para pemuda dan pemudi Tempel sari belajar mengaji (Hal.105)
10. Di Kebun, saat Sriwiji memberi makan kijangnya (Hal. 105)
11. Di Rumah Kayat pemuda randu alas menyusun rencana pengambilan gadis Tempelsari (Hal. 127)
12. Di rumah Redno, para pemuda dan pemudi menyusun rencana perjodohan Sriwiji dan Parno (Hal.173)
13. Di padang rumput dukuh selatan Parno menemui Sriwiji (Hal. 181)
14. Di dalam kamarnya Sriwiji menangis sebab ditampar oleh ayahnya (Hal. 222)
C. Latar sosial
Peristiwa dalam novel ”Kasidah-kasidah Cinta ” karya Muahammad Muhyidin, terjadi dalam lingkungan masyarakat berikut:
1. Lingkungan penduduk Tempelsari yang miliki karaker kemasyarakatan sebagai berikut:
o Mewarisi tradisi turun temurun bekerja sebagai peetani. (Halaman 16)
o Lingkungan penduduk yang taat beragama. (Halaman 19)
o Ikatan kekeluargaan yang kuat.
o Saling bergotongroyong
o Mengutamakan pendidikan di lingkungan pesantren.
1. Linngkungan penduduk Randualas yang memiliki karakter kemasyarakatan sebagai berikut:
o Suka berpesta pora.(Halaman 42)
o Suka berbuat maksiat
o Suka berbuat kekerasan

D. Sudut pandang
Adalah cara pandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam ”Kasidah-kasidah Cinta ” karya Muahammad Muhyidin, adalah sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang yang biasanya pengarang menggunakan tokok ” Ia” atau ”Dia” atau bisa juga menyebut nama tokohnya. Misalnya pada kutipan berikut ini: ”Sriwiji menatap tajam ketiga gadis itu bergantian. Ditatap begitu rupa wajah takut saja”.


E. Gaya Bahasa
1. Gaya bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang menerapkan sifat-sifat manusia pada benda yang tidak bernyawa. Gaya bahasa ini sesuai dengan kutipan berikut ”Matahari merekah di ufuk Timur bertanda telah bangung dari tidurnya semalam” (Hal. 53)
”Pepohonan menari-nari dibawah sinar rembulan” (Hal. 267)
”Bintang-bintang berkedip bagai menahan nafas karena menunggu kepastian Sriwiji” (Hal.267)

2. Gaya Bahasa Simile
Gaya bahasa simile atau gaya bahasa perumpamaan adalah pernyataan yang berisi pembandingan antar dua hal yang pada hakekatnya berlainan tetapi sengaja dianggap sama. Seperti pada kutipan berikut:
”Kerinduan cintanya laksana sabit yang mampu membabat habis rerumputan di sebuah padang” (Hal.129)
”Perkataanmu laksana biji mahoni yang ingin kamu paksakan agar ditelan bayi” (Hal.77)
”Kecantikannya laksana langit berselimut bintang dan berpadu dengan alam hingga menjelma menjadi satu membentuk keindahan” (Hal.66)

F. Tema dan Amanat
1. Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berbesan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya yan diciptakan. Novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin disimpulkan bertema ”Percintaan” yaitu perjuangan dan pengorbanan cinta demi mendamaikan peperangan antara dukuh tempelsari dan dukuh randualas.
2. Amanat
Amanat adalah pemecahan masalah atau jalan keluar yang ditawarkan pengarang. Dalam novel kasidah-kasidah cinta karya Muhammad Muhyidin amanat yang ditemukan adalah:
o Kebenaran hanya tertanam dihati dan menjadi kerudung jiwa, kebenaran tidak perlu diucapkan, dan tidak pula diperdengarkan (Hal. 259)
o Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu keunggulah bukanlah suatu perbuatan melainkan sebuah kebiasaan (Hal. 188)
o Kebiasaan tetap bisa untuk diputuskan jika kita membiasakan diri dengan perbuatan tidak baik dan tidak benar maka bukan berarti kita tidak bisa keluar dari perbuatan yang tidak baik dan tidak benar itu (Hal.188)













BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap novel ”Kasidah-kasidah Cinta” karya Muhammad Muhyidin dari segi objektif/strukturalnya, disimpulkan bahwa novel ”Kasidah-kasidah Cinta” karya Muhammad Muhyidin sebagai berikut :
a. Pengertian Sastra adalah merupakan kata serapan dari bahasa sankerta ”sastra” yang berarti ”teks yang mengandung intruksi atau pedoman”.
b. Pengertian kritik sastra adalah studi sastra yang langsung berhadapan dengan dunia sastra. Secara langsung membicarakan karya sastra dengan penekanan pada penilaiannya.
c. Kritik objektif adalah kritik yang menitikberatkan karya sastra yang bersangkutan, bukan pengarang dan bukan pembaca.
Kritik objektif terdiri dari :
1. Plot atau alur
2. Penokohan
3. Latar atau teling
4. Judul pandang
5. Gaya bahasa
6. Tema
7. Amanat
B. Saran
Penulisa menydari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu jika akan digunakan pembelajaran, maka butuh kesempurnaan lagi, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan karya ilmiah ini.






DAFTAR PUSTAKA

Wellek Rene, Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia
Bal Mieke, 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia
Muhyidin, Muhammad,2007. Kasidah-kasidah Cinta. Jogjakarta:Diva Press

3 komentar: Klik untuk berkomentar

Salam
Mau nanya..analisis ini mas yang buat ya.
Bisa saya guna untuk panduan kajian saya?
Terima Kasih.

salam !!
ini hasil diskusi dengan rekan2 mahasiswa sebagai bentuk kritik dalam sastra mas, silahkan saja..jika itu berguna .,.

mas keren sekali kajianya :).
i'm very satisfied

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar