Rabu, 12 Januari 2011

Novel Dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur

Novel
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu jenis karya sastra yang menarik untuk dikaji adalah novel. Pengkajian terhadap salah satu genre sastra tersebut dimaksudkan selain untuk mengungkapkan nilai estesis dari jalinan keterikatan antar unsur pembangunan karya sastra tersebut, juga diharapkan dapat mengambil nilai-nilai amanat didalamnya. Nilai-nilai amanat itu merupakan nilai-nilai universal yang berlaku dimasyarakat seperti nilai moral, etika dan religi. Nilai-nilai amanat itu tercermin dalam tokoh cerita, baik melalui deskripsi pikiran maupun perilaku tokoh.
Novel selain untuk dinikmati juga dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam sebuah novel dapat diambil banyak manfaat. Karya sastra (novel) menggambarkan pola pikir masyarakat. Perubahan tingkah laku masyarakat, tata nilai dan bentuk kebudayaan lainnya. Karya sastra merupakan potret dari segala aspek kehidupan masyarakat.

Pengarang menyodorkan karya sastra sebagai alternatif untuk menghadapi permasalahan yang ada, mengingat karya sastra erat kaitannya denag kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa sastra diciptakan tidak dalam kekosongan budaya (Teew, 1989;20). Novel dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur yang dijadikan sebagai objek analisis ini yang kehadirannya tentu tidak dalam kekosongan budaya. Pengarang tentu melihat suatu tata nilai yang terdapat didalam masyarakat, kemudian menanggapinya melalui karya sastra.
Novel Dilatasi Memori Cinta menceritakan kehidupan dari seorang santri yang bernama Rafli, termasuk seluk beluk pesantrennya. Nuansa Jawa yang sangat kental sekali dan lekat dengan novel ini. Dilatasi Memori Cinta adalah salah satu novel yang berkharakter “cinta dengan keagamaan”, dalam artian segala sesuatu yang ditulis semua menggambarkan suasana masyarakat dan budaya serta keagamaan. Alur penokohan berjalan secara beruntun dan pada akhir cerita pembaca diajak berfikir mengenai kematian tokoh utama Rafli, cinta pertamanya Rani, cinta keduanya bernama Vivid dan kehidupan sahabatnya Ryan. Teman cinta, persahabatan dan keformalan tradisi yang masih dianut oleh sebagian orang jawa, masih cukup menarik untuk dijual kepada pembaca.
Senada dengan hal diatas, salah seorang pengarang muda karya sastra islam yang sangat terkenal di Indonesia saat ini adalah Ari Nur. Karya-karyanya telah dipublikasikan antara lain di Jawa Post, Seputar Indonesia, Bandung Post dan Buletin Savoir. Ia juga pernah menjadi juara III dalam lomba puisi se-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005). Karya-karya Ari Nur banyak mengandung pesan, nilai kehidupan dan religius atau keagamaan yang dapat direnungkan dan dihayati pembaca melalui pembicaraan atau dialog yang terjadi di seputar pesantren, setidaknya sampai saat ini, tetap merupakan topic yang menarik bagi sebagian kalangan.
Beberapa hal yang membuat novel tersebut masih diminati diantaranya : (1) sejak awal kemunculan pesantren dianggap sebagai perwujudan dari startegi islam untuk “menyembunyikan” dari pengaruh barat, (2) pesantren merupakan model pendidikan pertama nusantara yang awal kemunculannya lebih merupakan perkembangan pengajaran agama islam oleh generasi terdahulu di berbagai tempat, seperti halnya surau, langgar, masjid yang sudah tidak mampu lagi menampung santri mengaji agama islam, (3) sebagai langkah identifikasi dan efektivitas penerapan sistem pendidikan dan pelajaran agama islam itu sendiri.
Dari uraian diatas, maka penulis akanb tertarik untuk meneliti dari segi pemahaman krtitik pragmatik dalam Novel Dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah bagaimanakah Novel Dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur dipandang dari segi pemahaman kritik pragmatik.
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilimiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemahaman kritik pragmatik dalam Novel Dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis karya Ilmiah ini bermanfaat untuk pembaca dan mengkritik sastra dalam penganalisis aspek kesenangan, keindahan dan pendidikan dalam sebuah novel serta sebagai pemantapan dan pengokohan teori mengenai unnsur
Pragmatik.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan perbandingan dalam novel khusus mengenai unsur-unsur pragmatik
b. Sebagai bahan penelitian untuk meningkatkan apresiasi fiksi seperti novel
c. Secara pragmatik dapat member manfaat untuk memperkaya pemahaman tentang kritik pragmatik dalam novel.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pendekatan Biografis
Menurut Wellek dan Warren (1962: 75), model biografis dianggap sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreatifitas. Subjek kreator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan demikian secara relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Penelitian harus mencantumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto bahkan wawancara langsung dengan pengarang. Karya sastra pada gilirannya identik dengan riwayat hidup, pernyataan-pernyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi mensubordinasikan karya. Oleh karena itu, pendekatan biografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah sebagai histiografi.
Sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat di tempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata. Oleh karena itu, seperti juga ilmuan dari disiplin ilmu yang lain dalam mengungkapkan gejala-gejala sosial, pengarang juga dinggap perlu untuk mengadakan semaam penelitian yang kemudian secara interperatif imajinatif diangkat ke dalam karya seni. Oleh karena itu pula, dalam kaitannya dengan aktifitas kreatif dibedakan tiga macam pengarang yaitu: a) pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung. b) pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan kembali unsure-unsur penceritaan. c) pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi. Meskipun demikian, proses kreatifitas pada umumnya didasarkan atas gabungan diantara ketiga factor tersebut.
Manusia, dan dengan sendirinya pengarang itu sendiri, adalah makhluk sosial. Meskipun sering ditolak dalam kasus-kasus tertentu biografi masih bermanfaat. Dalam ilmu sastra, biogran pengarang bkan curikulum vitae, membantu untuk memahami proses kreatif, genesis karya seni. Biografi memperluas sekaligus membatasi proses analisis. Dalam ilmu sosial, pada umumnya biografi dimanfaatkan dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta, membantu menjelaskan pikiran-pikiran seorang ahli seperti: system ideologis, paradigm ilmiah, pandangan dunia, dan kerangka umum sosial budaya yang ada disekitarnya.
Dikaitkan dengan pemahaman sosialogi ilmu pengetahuan (Berger d an Lukman, 1973: 85-86), pada dasarnya hanya sebagian keil dari keseluruhan pengalaman yang berhasil tersimpan dalam kesadaran manusia. Biografi merupakan sedimentasi pengalaman-pengalaman masa lampau, baik personal, sebagai pengalaman individual, maupun kolektif sebagai pengalaman intersubjektif, yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali. Tanpa sedimentasi, individu tidak dapat mengenali biografinya. Entuknya. Melalui sistem tanda, khususnya system tanda bahasa, sedimensi pengetahuan ditranmisikan ke dalam aktivitas yang berbeda-beda. Moral, religi karya seni dalam berbagai bentuknya, dan sebagainya, merupakan hasil seleksi sedimentasi pengalaman masa lampau. Makin kaya dan beragam isisedimentasi yang berhasil untuk direkam, makin lengkaplah catatan biografi yang berhasil dilakukan.
Apabila analisis sosiologi berusaha memahami struktur biografi sebagai bagian integral subjek kreator dalam struktur sosial, analisis sastra secara otonom memahaminya sebagai gejala yang komplementer, pengarang sebagai depersonalisasi- sasi. Sejak lahiranya pemahaman sastra Indonesia adalah pemahaman menyeluruh terhadap aspek-aspek kebudayaan yang melatar belakanginya. Cara penelitian ini dengan sendirinya sudah dimulai sejak lama, sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori strukturalisme.
2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Dikaitkan dengan proses pengumpulan data penelitian, pendekatan ekspresif lebih mudah dalam memanfaatkan data biografis dibandingkan dengan pendekatan biografi dalam memanfaatkan data pendekatan ekpresif. Pendekatan biografi pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang. Oleh karena itulah, disebut sebagai data histiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta jadi sebagai data literer. Untuk menjelaskan hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca dan karya satra. Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat komponen utama, dengan empat pendekatan yaitu: pendekatan ekspresif, mimetik, pragmatuk, dan objektif. Pendekatan ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka wilayah studi ekspresif adalah tipe penyair, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya.
Dikaitkan dengan dominasi ketaksadaran manusia seperti disinggung di atas, maka pendekatan ekspresif membuktikan bahwa aliran romantic enderung tertarik pada masa purba, masa lampau, dan masa primitif kehidupan manusia. Melalui indikator kondisi sosial kultural pengarang dan ciri-ciri kreatifitas imajinatif karya sastra, maka pendekatan ekspresif dapat dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individuaisme, nasionalisme, komunisme, dan feminism dalam karya, baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka periodesasi. Seara historis, sama dengan pendekatan biografis, pendekatan ekspresif dominan abad ke- 19, pada zaman Romantik. Di Belanda dikenal melalui angkatan 1880 (80-an), di Indonesia melalui angkatan 1930 (30-an), yaitu Pujangga Baru yang dipelopori oleh Tatengkeng, Amir Hamzah, dan Sanusi Pane, dengan dominasi puisi lirik. Menurut Teeuw (1988: 167-168) tradisi ini masih berlanjut hingga Sutardji Calzoum Bakhri, tidak terbatas pada cipta sastra tetapi juga pada kritik sastra. Dalam tradisi sastra Barat pendekatan ini pernah kurang mendapat perhatian, yaitu selama abad pertengahan, sebagai akibat dominasi agama Kristen. Karya sastra semata-mata dianggap sebagai peniruan terhadap kebesaran Tuhan dengan konsekuensi manusia sebagai pencipta harus selalu berada di bawah Sang Pencipta.


B. PENGERTIAN PENDEKATAN PRAGMATIS
Secara umum pendekatan pragmatic adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang.
Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
1) Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya sastra.
2) Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak obahnya artefak (benda mati) pembacalah yang menghidupkan sebagai proses konkritisasi.
3) Dawse dan User 1960, pendekatan pragmatic merupakan interpretasi pembaca terhadap karya sastra di tentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat member kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan diantara unsure pelipur lara dan unsure dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nlai dedaktif. Setiap generasi, setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interpretasi hanya subjektif belaka.


C. ASUMSI ATAU LATAR BELAKANG PENDEKATAN PRAGMATIS
Pendekatan struktural tidak mampu berbuat banyak dalam upaya membantu seseorang untuk menangkap dan member makna karya sastra baik dari segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk itu para pakar mengemukakan pendekatan baru yang disebut pendekatan pragmatik.
Dengan munulnya pendekatan pragmatic maka bermula pulalah kawasan kajian terhadap karya sastra kearah peranan pembaca sebagai subjek yang selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaannya. Peneliti sastra tidak ukup mengupas sastra secara otonom, peneliti harus meneliti proses pemberian makna oleh pembaca tetentu, kontek kesusastraan yang pada gilirannya berkaitan dengan konteks sosial secara luas. Karya sastra mempunyai struktur objektif yang member peluang kepada pembaca. Utuk memberi peluang terhadapnya, tetapi struktur karya sastra semata belum bisa berbuat banyak terhadap pembaca sehingga diperlukan suatu kegiatan konkretisasi yang objektif.
Menurut Jousz interpretasi seorang pembaca terhadap sebuah teks sastra ditentukan oleh apa yang disebutnya dengan horizon penerimaan, setiap pembaca mempunyai horizon penerimaan yang mungkin berbeda dan mungkin sama, akibat dari perbedaan dan penerimaan pembaca, maka makna karya satra bukanlah suatu yang langgeng, ada sastnya karya sastra ditolak (dinyatakan tidak bernilai) karena tahapan pembaca tidak sesuai lagi apa yan telah disajikan dalam karya sastra.
Namun ada pula saatnya karya sastra ditolak tadi akan diterima dengan baik oleh pasangan pembaca karena horizon penerimaan atau harapan pembaca lebih bergeser dan terpenuhi sehingga menjadi pas dengan apa yang disajikan didalam karya sastra.
Hubungan antara pembaca dengan teks sastra bersifat relatif, teks sastra selalu menyajikan ketidak pastian, sementara pembaca mesti aktif dan kreatif dalam menentukan keanekaan makna teks sastra tersebut.
D. SEJARAH PENDEKATAN PRGMATIK
Pada ada tahun 1960 muncul dua orang tokoh ilmu sastra dijerman barat, kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sebagai pemberi makna karya sastra.
Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984: 5)ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme, maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu priode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Dalam kaitan kebutuhan ini jauh menawarkan pendekatan penulisan sejarah sastra yang memberikan perhatian terhadap dinamika sastra, dinamika sastra akan tersirat pada aktivitas dan kesan yang ditimbulkan oleh pembaca perlu diberi latihan khusus karena pembacalah yang sangat menentukan perkembangan karya sastra dan tepatnya dalam masyarakat.
Apa yang diterima dan dipahami oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari segi estentik maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukan apakah estentik yang mendasari karya sastra diterima atau ditolak. Apakah karya sastra bernilai atau tidak, apakah yang menonjol nilai estentiknya atau nilai kegunaanya (sebagai alat propaganda), misal dari segi sejarah, pembaca pula yang menentukan letak karya sastra dalam deretan karya sastra lain. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jausz dalam makalahnya yang berjudul literature als provocation (sejarah sastra sebagai tantangan). Ia melancarkan gagasan-gagasan bru yang sempat mengoncangkan dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra antara lain dari aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan factor yang terpenting dalam proses simiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang mengambarkan hubungan dialong dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukan nasip dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan adalah pengertian yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya si pembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.
E. METODE PENDEKATAN PRAGMATIK
Penelitian persepsi pembaca terhadap karya sastra dapat mengunakan beberapa metode pendekatan, antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melaliu karya sastra yang mementingkan karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pada golongan masyarakat tertentu.
1. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajiakan atau diminta membaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan, tangapan, kesan, penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut. Untuk diisi jawaban-jawaban itu nanti ditabulasi dan dianalisis.
2. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok, diminta membaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterpretasikan karya sastra tersebut. Interpretasi-Interpretasi yang dibuat tersebut dianalisis secara kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tangapan terhadap karya sastra.
3. Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat persepsi sekelompok kritikus terhadap kontemporer persepsi masyarakat tertentu terhadap karya sastra daerahnya sendiri.



















BAB III
PEMBAHASAN

A. Sinopsis
Sinopsis adalah suatu bentuk tulisan atau cerita yang menyajikan kembali suatu karangan yang panjang dalam bentuk ringkasan. Ringkasan tersebut harus mencakup gagasan-gagasan penting yang diutarakan dalam tulisan aslinya.
Langkah-langkah membuat synopsis diantaranya :
1. Baca novel atau naskah yang akan disinopsiskan beberapa kali sehingga kita dapat mengetahui ide-ide pengarang yang ditulis.
2. Mencatat ide-ide pokok.
3. Susunlah hasil langkah pertama dan kedua menjadi synopsis yang tetap mempertahankan urutan susunan ide naskah / novel.
Adapun synopsis dalam novel Dilatasi Memori Cinta adalah menceritakan perjalanan santri yang menuntut ilmu di pesantren. Senada dengan hal tersebut latar peristiwa di pesantren yang ditulis oleh santri tersebut. Setidaknya novel diatas dapat menjadi sumbangan berharga dalam meramaikan wacana seputar pesantren. Lalu bagaimana “ hukumnya” mewacanakan pesantren dalam bentuk novel? Tentu tidak merupakan pilihan yang tidak mungkin kita abaikan. Melihat pesantren tentunya dengan suasana yang rileks,penting dan bermanfaat.
Suatu hal yang menjadi nilai lebih dari novel ini,bahwa ada keberanian yang ditunjukan oleh Ari Nur sebagai ( penulis) untuk menginformasikan secara jujur apa yang benar terjadi di dunia pesantren. Namun,kita berharap bahwa kejujuran yang diungkap dalam novel ini tidak lantas di jadikan bukti untuk menghancurkan reputasi pesantren yang memangnya kontribusi positifnya bagi khalayak masyarakat.
Dalam novel ini satu bidikan yang lebih mendalam terhadap pesantren mendapat perhatian yang dominan. Apalagi kalau bukan “ interaksi-eksotis” antara santriwan dan santriwati yang pada darasnya ditabuhkan dalam pesantren. Menariknya interaksi tidak semata terjadi antara santri dengan santri melainkan kiyai dengan santrinya.
Hal itu ditunjukan oleh kehadiran Kiai Lathif yang ingin menyunting santriwatinta, Fatimah yang tidak lain adalah putrid seorang kiai yang ternama juga, Kiai Mahfud. Dalam novel ini konflik yang dibangun adalah pertarungan antara wacana otoriter kiai yang kemudian melahirkan konsep barakah dengan kenyataan rasa cinta yang harus menampik otoritas itu. Akibatnya Rani didera dilemma yang teramat akut antara keharusan menerima lamaran kiainya walau dibaliknya tak pernah ada cinta dan kejujuranuntuk menolak meski penolakanya melahirkan rasa ketakutan tidak mendaapat barkah.
Dari sinilah kita mengetahui betapa pada dasarnya pesantren merupakan sarana efektif untuk menjaga orisinalitas keilmuan melalui perilaku yang terkontrol atau efektifitas moral sehari-hari. Sekalipun begitu, dialektika perasaan cinta dua santri yang dimabuk asmara diramu sedemikian rupa dan unik.
Namun demikian juga unik oleh karena cinta di dunia pesantren harus dilangsukan di bawah baying –bayang peraturan yang terkadang dibuat mengatasnamakan agama sebagai legislasinya. Cinta model santri yang memang kental ciri kesantrianya lebih memungkinkan terjaganya kesucian cinta dari keliaran nafsu semata.
Bahkan cinta semacam ini dapt dijadikan medium bagi kecintaan kita kepada Tuhan. Cinta yang tidak sepenuhnya terpaut pada pesona lahiriyah melainkan pada substansi cinta itu sendiri, yaitu kemampuan untuk sebanyak mungkin mendistribusikan kasih saying demi kebaikan kemanusiaan. Disinilah letak kelebihan hati, etika dan kepribadian disbanding bentuk rupa dan kecantikan semata.
Bagian enam belas ( halaman 321-334), kiai Latif menunggu keputusan dari Fatimah,tapi belum juga ada jawaban. Seiring bergantinya hari, maka kesabaran Kiai Lathif berakhir juga. Dengan gagahnya, ia datang ke kampong Kuning guna menemui Kiai Mahfud untuk menyampaikan niatnya. Setiba di kediaman Kiyai Mahfud. Setelah basa-basi akhirnya dia menyampaikan niatnya bersilaturahim’ melamar.
Tanpa mengurangui rasa hormat saya pada kiyai. Saya harap hal seperti ini kita bicarakan dengan yang bersangkutan saja. Ini bukan masalah sepele, ini masalah masa depan baik untuk kiyai dan juga untuk masa depan Fatimah. “kata Kiyai Mahfud menanggapi kedatangan Lathif.
Jika memang Rani suka dan kalau memang jodoh, maka sebagai orang tua, saya hanya bias member restu bahkan saya merasa beruntung jika mendaopat menantu panjenengan. Akan tetapi, agama pun mengajarkan kalau seorang gadis berhak untuk memutuskan dengan siapa ia akan menjalani kehidupan rumah tangganya. Jadi, hal itu sudah menjadi haknya untuk memilih dan dia juga punya tanggung jawab penuh terhadap pilihanya, lanjut kiyai Mahfud. Sebaliknya, biar Rani saja yang memberikan keputusan terhadap lamaran panjenengan.
Mimik Kiyai Lathif jadi redup, pancaran cahaya yang tadi membias kini berubah kemurungan penuh Tanya. Ada semacam gemuruh dan juga raut kekecewaan. Senyumnya tak lagi sesempurna ketika awal pertama bertemu.
“Baiklah Kyai , saya tidak akan memaksa Rani untuk memberikan jawaban setuju terhadap lamaran saya. Saya hanya berusaha untuk membahagiakanya. Saya harap hubungan kekeluargaan kita tidak terputus, terlebih kita sama-sama menjalani kehidupan sebagai seorang ahli ilmu. Jadi saya hanya berharap bisa dan berkesempatan meneruskan generasi kita…..”
Meski secara jujur perasaan kecewa menyelimuti hati kiyai lathif, namun demi menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan, maka ia hanya bisa bersabar menunggu keputusan dari Rani.
Sebagai orang tua, sebenarnya kiyai Mahfud merasa senang menerima pinangan dari kiyaii Lathif yang jelas-jelas sudah diakui masyarakat sebagai seseorang yang ahli ilmu. Namun, di sisi lain ia juga harus mempertimbangkan perasaan anaknya. Ia tidak mau gegabah dengan memaksakan kehendak. Karena semua urutan hanyalah atas kuasa Tuhan. Kalau memang Tuhan menghendaki, semua itu pasti akan terjadi. Pastilah Tuhan memiliki rahasia tersendiri dalam kuasa-Nya. Kiyai Mahfud hanya bisa pasrah.
Pada hari yang telah dijanjikan beberapa waktu yang lalu. Akhirnya kiyai Lathif mendatangi kediaman kiyai Mahfud guna mendapat kepastian dan jawaban. Maaf kiyai, Bukan berarti saya menolak pinangan kiyai, tetapi Rani sudah ada yang punya. Saya tidak bisa memaksakan dirinya untuk memutuskan cinta mereka. Karena dari pengalaman saya, terlalu sakit memutuskan hubungan cinta kedua insane yang telah menautkan hati. Maaf! Sekali lagi saya minta maaf.” Ucap kiyai Mahfud pada kiyai Latif.
“ kiyai. Tidak masalah kalau pinangan saya tidak diterima. , mumgkin memang bukan jodoh. Tapi, kalau saya boleh tahu, siapakah pemuda yang menjadi pilihan Rani itu kiyai?”
“ sebenarnya dia itu abdi ndalam-ku sendiri. Tapi harus bagaimana lagi, jika Rani yang memilih sendiri, saya tidak punya hak melarang mereka menjalinhubungan. Toh, kalaupun mereka saling cinta, lantas apa mau dikata.”
Kiyai Latif hanya diam. Dalam lintasan memorinya ia teringat sesosok pemuda yang atletis, tampan, rambutnya lurus diatas bahu, berkumis tipis, tinggi tapi tidak jangkung, memiliki sorot mata yang teduh, tutur bahasa yang seksi dan sopan, andap asor, ramah. Sesosok pemuda yang beberapa waktu ber anjangsana ke kediamanya untuk mengantar Rani, meski tak teringat lagi nama pemuda itu. Walau sepintas wajahnya masih melintas. Meski belum tentu benar praduganya, karena boleh jadi yang ia maksud adalah orang lain, santri lain, bukan lelaki lain yang dimaksudkan oleh kiyai Lathif.
Dalam benak kiyai Mahfud, apalah arti sebuah nama, Kharisma dan juga kekeramatan ataupun kedigdayaan seseorang? Semua itu hanyalah titipan. Semua itu bukan menjadi jaminan sebuah kebahagiaan terlebih jika sudah berurusan dengan kehidupan rumah tangga. Ia rela menikahkan Rani dengan Rusli karena kiyai Mahfud ingin merubah mitos-mitos dan juga paradigma yang selama ini berlaku didunia pesantren. Terlebih kalau keduanya sudah saling suka,saling cinta. Meski seorang kiyai berhak menjalani kehidupan dalam berumah tangga untuk berbanyak istri, namun ia juga tidak berhak memaksa santri-santri atau santriawatinya untuk diniokahinya, terlebih jika ada rasa saling mencintai diantara mereka. Para santri-santriawati dan semuanya memiliki pilihan terbaik bagi mereka, karena mereka punya cara pandang dan jalan hidup sendiri-sendiri. Akan tetapi, entah mengapa kebiasaan yang membudayakan membuat santri takut kualat atau takut jika akan mendapat laknat atau murka dari kiyainya jika menolak apa yang menjadi keinginanya. Terlebih jika tidak mendapat barokah dari ilmu yang ia dapat dari kiyai selama ini. Sementara itu, banyak pula kiyai yang mengambil keuntungan dari katakutan para santri tersebut.hal ini sangat berbeda dengan apa yang diyakini kiyai Mahfud. Bagi beliau,hal terbaik yang bisa dilakukan manusia terhadap masalah yang mereka hadapi adalah dengan berusaha semaksimal kemampuan, berdo’a untuk mendapat petunjuk Tuhan, ber=tawakkal pada-Nya dan mengharap ridho-Nya. Bukankah semuanya datang dan akan kembali pada-Nya.
Novel Dilatasi Memori Cintai nyang “ The Best Seller” ini masih terdapat bahasa-bahasa Jawa yang seharunya diberikan keterangan dalam catatan kaki ,sehingga orang diluar suku Jawa pun bisa menikmati karya sastra ini dengan lebih optimal.
B. Pembahasan Penelaahan Pragmatik
Dilihat dari ppengetahuan pragmatic adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembacaan terhadap karya sastra maupun sepanjang zaman. Maka disini kami akan mengulas tentang tanggapan dari pembaca novel-novel memori cinta karyua Ari Nur.
Adapun kehadiran novel Dilatasi Memori Cinta karya Ari Nur ini mendapat sambutan yang positif dari pembaca dengan terbitnya novel Dilatasi Memori Cinta ini dimaksudkanuntuk meramalnkan dan member warna tertentu bagi pembadca karena novel ini menceritakan tentang umat islam Indonesia saat ini untuk menunjukan simpatinya, dan beberapa tahun belakangan ini karya sastra religious telah mengalami perkembangan mengejutkan karya yang ditulis dari kalanganm santri sangat laku dan laris di pasaran.
Dalam novel Dilatasi Memori Cinta karya Ali Nur, pertama klali ketika kita meliha cover buku ini, penulis mengingatkan akan novel karya H abiburahman El Shirazy yangberjudul ayat-ayat cinta. Yang bebeda hanyalah warna yang agak kehijauan dan jumlah halamanya yang sedikit agak tebal dibandingkan ayat-ayat cinta. Meski coverb hamper sam, namun isi novel ini sangat jauh berbeda dari karanganya Ek Shirazy yang kental dengan suasana Mesir dan budaya Timur Tengah pada umumnya. Selain itu hal ini membuktikan bahwa memori cinta menghapus habis cerita kehidupan dari seorang santri yang bernama Rusli, termasuk seluk beluk pesantrenya. Nuansa Jawa sangat kental sekali dan lekat dengan novel ini. Memori cinta adalah salah satu yang berkarakter “ Indonesia sekali”, dalam artian segala sesuatu yang ditulis menggambarkan suasana masyarakat dan budaya Indonesia. Alur penokohan berjalan runtun dan di akhir cerita pembaca diajak berfikir mengenai tokoh utama Rusli, istri pertamanya Rani,istri keduanya yang bernama Nikmah dan kehidupan sahabatnya Asrul. Tema cinta, persahabat dan keformalan tradisi yang masih dianut oleh sebagian besar orang Jawa, masih cukup menarik untuk dijual kepada pembaca. Sepertinya masalah persahabatan dan ketertarikan pada lawan jenis dalam tradisi kehidupan yang mengatasnamakan agama, menjadi isu sentral dalam novel penggugah religious ini. Dialektika perasaan antara dua santri yang dimabuk cinta asmara diramu sedemikian menarik dan unik. Menarik jkarena tema cinta itu sendiri ,menjadi pondasi utma dari keberlangsungan hidup manusia. Namun juga unik oleh karena cinta di dunia pesantren dilangsungkan di bawah baying-bayang peraturan yang kadang dibuat dengan mengatasnamakan agama sebagai legislasinya. Akhirnya, cinta model santri yang memang kemntal kesantrianya lebih memungkinkan terjaganya kesucian cinta itu nafsu liar semata. Satu hal yang tidak perlu terlalu diperhatikan oleh sang penulis dalam novel ini adalah keahlian penulis dalam mengolah emosi pembaca. Buat pembaca seperti saya, yang perasaanya amta peka dengan sebuah cerita, buku ini rasanya masih tyerasa datar dan kurang membuat air mata saya berderai-derai.kurang ada point- point kejadian yang bisa membuat hati pembaca teraduk-aduk dan berharu biru.dalam bab-bab tertentu ada juga beberapa alur kejadian yang terlalu fulgar dan ditulis secara eksplisit.















BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang pemahaman kritik pragmatic dalam Novel Dilatasi Memori Cinta Karya Ari Nur ,Maka Penulis dapat menyimpulkan bahwa pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan pesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang zaman.
b. Saran
Adapun saran dari penulis buat pembaca di mana Novel yang berjudul novel Dilatasi Memori Cinta karya Ari Nur Yang ada di tangan penulis ini sudah cukup baik apabila .Sepertinya masalah persahabatan dan ketertarikan pada lawan jenis dalam tradisi kehidupan yang mengatas namakan agama, menjadi isu sentral dalam novel penggugah relifiustasi ini . Dialetika perasaan antara dua santri yang dimabuk cinta asmara yang di ramu sedemikian menarik dan unik. Menarik karena tema Cinta itu sendiri menjadi Pondasi utama dari keberlangsungan hidup manusia .
Novel ini memang patut untuk di baca karena selain itu cerita menarik ,Novel ini Juga mempunyai kelebihan dimana pengarang menjelaskan dan memaparkan secara cerdas tentang bagaimana novel yang berkharakter “ Indonesia sekali “dalam arti segala sesuatu yang di tulis semua menggambarkan suasana Masyarakat dan budaya keagamaan.
Saran dari penulis buat pembaca ,kita sebagai mahluk tuhan pasti akan mendapatkan cobaan dari tuhaan jadi kita harus menghadapi dengan sabar dan tabah karena Allah SWT tidak akan member cobaan melampai batas kemampuan kita .
Seperti yang dijelaskan dalam Novel Karya Ari Nur Penulis ini terdapat tokoh Utama yang bernama Rani dan Kehidupan Sahabatnya .
Meskipun laporan ini sangat sederhana ,dan uraian – uraian di dalamnya masih jauh dari kesempurnaan namun mudah – mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca .Amin

































DAFTAR PUSTAKA
Abrams.1976. The Mirror and The Lamp. Halaman 8-9
Aminudin,1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Malang : IKIP Malang.
Berger dan Lukman.1973. Sosiologi dan Ilmu Pengetahuan:halaman:86
Elmisry Geidurrahman.2008. Bait-bait Cinta, Jakarta:Grafindo Khasanah Ilmu
http:mradhi.com.pendekatan pragmatik.html
http:marjanfariq.blogspot.com 2008/12/teori-sastra.html
mehttp:hamsmars.blogspot.com/2009/06/paper-menggugah-cinta-analisis…
Menurut Wellek dan Werren.1962. Teori Sastra, Jakarta:Gramedia halaman:72
Teeuw.1989. Pengantar Teori Sastra, halaman:20

Tambahkan komentar Komentator

Konversi Kode

Terima kasih telah berkomentar